Rere sibuk dengan segala persiapan kencan pertamanya. Semuanya terjadi begitu saja. Jarak antara diajak kencan dan pergi kencan tidak sampai 3 jam. Tidak ada waktu ke salon atau beli baju baru. Untungnya Nadia langsung datang ketika Rere menelponnya.
Nadia menggoyang-goyangkan kakinya di kasur Rere sambil menatap Rere yang sedang memulas makeup. "Kalau sampai pas ngedate nanti dia bahas Queena, lo mesti cut off, jangan mau sama cowok yang suka bahas mantan," ujarnya.
"Sejauh ini dia hampir nggak pernah bahas Queena, kan?"
"Ya, itu kan cuma pas lagi nongkrong sama kita berdua, siapa tahu waktu ngedate doi tiba-tiba jadi melankolis dan ngebahas mantan, kan kita nggak tahu," Nadia mendelik. Rere memutar menoleh padanya.
"Menurut lo, gue sama Rio ini kecepatan nggak sih, Nad?" tanya Rere.
"Hey, kalian sudah PDKT berbulan-bulan, sudah kenal bertahun-tahun, justru gue heran sih kalau Rio sama sekali nggak ada pergerakan!"
Rere terdiam menatap cermin. Nadia pun berdiri dan membantunya menyisir rambut. Rere tidak merasa bahwa kedekatan mereka selama ini bagian dari masa pendekatan. Dia pikir Rio dekat-dekat dengannya hanya karena tugas dari Hansen. Meski sebenarnya tugas itu sudah selesai minggu lalu.
"Berarti kalau dia nembak gue malam ini mesti gue terima?"
Nadia memutar bola mata dengan malas setelah mendengar pertanyaan Rere. Ia menyemprotkan parfum pada Rere dengan anarkis hingga cewek itu terbatuk-batuk.
"Serius lo nanya begitu?" ia menyipitkan matanya pada Rere. Nadia pun menyentuh pundaknya. "Lo ragu sama perasaan lo sendiri?" tanya Nadia.
Rere menunduk sambil memainkan ujung kukunya. "Bukan gitu, gue emang naksir—pakai banget sama Rio, justru ini momen yang gue tunggu-tunggu, tapi...."
"Tapi?" Nadia menatapnya lurus di mata. Bibir Rere sudah terbuka untuk mengatakan sesuatu. Namun, tidak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya.
Kemudian Rere bergeleng. "Mungkin gue cuma gugup, huh!"
Nadia tersenyum lembut. Ia mengelus-elus lengan Rere. "Lo cuma mau ngedate bukan ijab kabul," ujarnya menggoda. Rere langsung menggelitik perutnya hingga cewek itu tertawa geli.
Tak lama ponsel Rere berbunyi. Terdapat notifikasi pesan masuk dari Rio yang mengatakan bahwa ia sudah di lobi gedung apartemen. Nadia dan Rere buru-buru bersiap dan turun ke lobi.
Di sana memang sudah ada Rio menunggu. Kemeja biru gelap yang ia kenakan sangat serasi dengan mini dress semi-formal Rere yang berwarna senada. Keduanya sama-sama tercengang. Kemudian tertawa salah tingkah mengingat fakta bahwa mereka sama sekali tidak ada janjian untuk pakai baju yang serasi.
"Ya ampun, kayak bocil SMA aja pada salting," sahut Nadia melirik jahil. Kemudian ia mendorong punggung Rere pelan mendekat pada Rio. "Kalau sampai Rere pulang nangis, lo berurusan sama gue." Nadia mengacungkan kepalan tangannya pada Rio.
"Nggak usah bawel, Rere nggak bakal pulang sendiri apalagi sampai nangis," ujar Rio dengan penuh percaya diri.
"Tapi pulangin ya," tambah Nadia dengan penuh penekanan. Rere langsung menyikut perut Nadia sampai cewek itu mengaduh.
"Udah, yuk, ntar macet lagi." Rere lalu mengamit lengan Rio. Mereka berdua berpamitan singkat dengan Nadia. Saat Rere dan Rio berbalik, mereka berdua berhadapan langsung dengan Jose yang baru saja keluar dari lift. Jose menatap mereka dengan alis terangkat. Rere buru-buru menarik Rio sebelum ia menegur Jose. Meskipun Rere kurang yakin Rio mengenali Jose dengan penampilan casualnya.
Sementara itu Jose mengambil arah yang berlawanan dengan mereka dengan acuh. Sejujurnya ia tidak dalam mood untuk pergi keluar malam sabtu ini tetapi seseorang memaksanya untuk keluar. Saat menunggu jemputannya di lobi, Jose merasa Nadia terus memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
Romance[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...