Rere mencoba membisikan mantra untuk dirinya. Mantra yang berbunyi, aku nggak kalah cantik, aku nggak kalah seksi, dan aku adalah masa depan Rio. Queena cuma bagian dari masa lalu Rio. Mereka sudah selesai.
Namun, tetap saja. Masalahnya bukan hanya omongan orang-orang yang mulai mengganggu pikiran Rere tapi juga sikap Rio. Pria itu memang selalu ada untuknya, memberinya barang-barang mahal, sampai mendandani nya. Tetapi alih-alih pacar, Rere jadi merasa seperti bonekanya.
Rere berkaca sekali lagi. Cermin setinggi 2 meter itu memantulkan bayangan seorang gadis dalam balutan gaun satin berwarna merah dengan tali setipis lidi. Gaun itu memeluk tubuh moleknya dengan sempurna. Riasan sempurna hasil sapuan makeup artist ternama menonjolkan kecantikan wajahnya. Tidak ketinggalan rambut panjang kecoklatannya telah kembali diwarnai hitam dan diluruskan. Meski begitu, Rere sama sekali tidak merasa gadis di cermin itu adalah dirinya.
"Sayang, sudah selesai?" Suara Rio menyadarkan Rere.
"Sudah," sahut Rere kemudian menggeser tirai ruang ganti butik. Ia agak susah melangkah dengan sepatu berhak tinggi seperti ini. Baru 5 menit mengenakannya Rere sudah merasa tidak nyaman. Bagaimana ia bertahan untuk 2 jam ke depan?
Rio terdiam melihat penampilan baru Rere. Ia bisa mematung selamanya jika saja Rere tidak melambaikan tangan di depan wajahnya.
"Aku nggak kelihatan aneh, kan?" ujar Rere sambil memutar-mutar tubuh. Rio pun berdiri dan mendekatinya.
"Siapa yang bilang aneh? Kamu kelihatan luar biasa."
"Luar biasa cantik atau luar biasa jelek?" Rere mengangkat kedua alisnya menatap Rio curiga. Rio menyeringai kecil. Jebakan perempuan, batinnya.
Rio menyentuh wajahnya lembut. Ia menatap lurus mata Rere. "Luar biasa cantik tentunya."
"Lebih cantik dari Queena?" Rere membalas tatapannya. Rio kembali diam. Rere tidak pernah berhenti menanyakan hal yang sama. Biasanya Rio langsung mengalihkan pertanyaan atau mengelak seperti kamu sama Queena itu beda wilayah kekuasaan, sayang. Kamu cantik dengan cara kamu sendiri. Rio tidak salah, tetapi dirinya tidak pernah memberikan jawaban yang diinginkan oleh Rere. Entah perasaannya saja atau memang tidak ada bayang Rere di matanya.
Rere pun menjauhkan diri. Ia kembali mematut diri di hadapan cermin. "Bener nih, nggak papa aku ketemu orang tua kamu dengan penampilan seperti ini?"
"Mereka pasti suka, lagi pula ini acara formal kok," jawab Rio. Rere pun tersenyum lembut. Rio ikut memutar tubuh menghadap cermin dan merapikan setelan jasnya.
"Sudah siap?" ujarnya menyodorkan tangan pada Rio. Rere menaruh tangannya di tangan Rio dengan yakin. Mereka pun siap berangkat menuju tempat acara.
Acara yang dimaksud adalah acara peringatan berdirinya grup perusahaan keluarga Rio. Perusahaan yang sebagian besar bergerak di bidang perbankan dan keuangan itu sudah berdiri selama 50 tahun lamanya. Rere melakukan riset kecil-kecilan semalam. Setelah menemukan informasi-informasi ini, Ia bisa membayangkan tamu-tamu seperti apa yang akan datang ke acara yang diselenggarakan di ballroom hotel mewah.
Tangan Rere menjadi dingin. Ia tidak pernah datang ke acara seperti ini. Acara paling mewah yang pernah ia datangi adalah ulang tahun ke 20 Nadia tahun lalu. Acara yang ia sebut mewah itu pun diselenggarakan di kolam renang rumah Nadia sendiri. Rere terkejut saat petugas valet membuka pintu mobil. Dalam hati ia mengingatkan dirinya untuk tidak bersikap ceroboh.
Ia berusaha bersikap seperti perempuan kelas atas. Berjalan dengan stiletto dengan tenang, dagu terangkat, senyum tipis. Sebenarnya ia hanya mencontoh cara Rio bersikap. Rere merasa dirinya ternyata cocok juga jadi orang kaya. Walaupun dirinya di dalam hati meronta-ronta ingin cepat pulang dan berganti pakaian nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
عاطفية[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...