Bab 34

26.6K 1.1K 29
                                    

Pintu tertutup. Partikel debu tampak berterbangan di udara ketika Jose menyalakan lampu. Mulut Rere sedikit terbuka ketika ia melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Kamar bernuansa biru tua itu sangat khas dengan anak laki-laki yang suka belajar. Kasur berada di bagian tengah lalu meja belajar menghadap ke jendela luar. Sekelilingnya terdapat lemari baju yang sudah tampak usang dan rak buku separuh terisi. Tidak ketinggalan poster-poster mengenai sains di sudut-sudut kosongnya. 

Yang membuat Rere tekikik sendiri adalah ia menemukan poster lawas Justin Bieber dengan rambut poni lemparnya itu di antara sertifikat penghargaan. Jose berusaha menutupi poster itu dengan tubuhnya. 

“Jangan mengejek.” Jose mengerucutkan wajahnya dan menatap sinis Rere. 

“Nggak usah malu, sayang, kan kamu emang sudah malu-maluin.” 

“Kurang ajar.” 

Rere justru tergelak. Jose memutar bola matanya malas. Ia membiarkan gadis itu puas-puas menertawakan masa lalunya. Rere kemudian duduk di meja belajar Jose. Ia mengusap meja kayu itu sambil menatap langit malam dari sela-sela gorden. 

“Apa karena kejadian di rumah sakit kamu jadi jaga jarak sama aku?” ucap Jose sambil menyandarkan tubuhnya di sisi jendela di samping meja belajar. “Maaf aku lancang, aku tahu kamu pasti benci sama keegoisan aku kemarin.” Jose melanjutkan. 

Rere tidak menoleh sedikitpun. Ia hanya menghela napas. “Aku nggak marah, tapi aku… aku takut, Jos. Kamu bakal pergi jauh, ya kita sudah sepakat buat menikmati waktu yang ada, cuman tetap aja kan kamu bakal pergi. Kalau misalkan terjadi sesuatu sama aku selama kamu pergi, terus kamu tiba-tiba nggak bisa dihubungin, kamu menghilang, kita nggak tahu, Jos.”   

Rere mengusap wajahnya frustasi. Jose pun mendekat dan mengusap punggungnya dengan lembut. “Aku ngerti. Tapi sayang ketakutan itu cuman ada di kepala kamu. Aku bukan orang yang begitu. Kalau terjadi sesuatu sama kamu aku pasti tanggung jawab.” Jose memutar kursi yang diduduki Rere menghadapnya. Kini mata mereka saling bertemu. Jose masih melihat rasa ragu itu di mata Rere. 

Jose pun menyentuh wajah Rere. Jemarinya dengan lembut mengusap pipi Rere. “Tanpa terjadi sesuatu pun, aku akan tetap tanggung jawab,” ucap Jose. Suaranya pelan dan lembut namun penuh keyakinan. Rere memandang wajahnya dalam diam. Sejenak kemudian Jose berlutut dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna putih tulang dari kantong celananya.

Rere sontak menutup mulut. Napasnya tercekat melihat prianya berlutut dengan satu kaki dan sekotak cincin di hadapannya. Jose menyodorkan cincin itu dengan senyum penuh percaya diri.  “Aku sudah dapat izin Ayah, Bunda, Papi, Mami, semua orang. Sekarang kamu yang tentukan. Rescha, Maukah kamu jadi pendamping hidupku selamanya?” 

Rere berdehem. Gadis itu berusaha meredakan perasaan membuncah di dalam dirinya. Ia menegakkan punggung dan memasang wajah angkuh. “Hm, kasih alasan kenapa aku harus bilang mau?” 

Jose memutar bola matanya malas. Lalu ia mendesah lelah. “Oke. Pertama, karena kita saling membutuhkan. Aku butuh kamu di hidupku. Kamu butuh aku di hidupmu. Kedua, aku bisa kasih apapun yang kamu mau selagi itu masuk akal, aku bisa bawa kamu kemana aja, dan aku nggak akan mengekang kamu selama kamu tahu batasan. Ketiga… aku ganteng dan kaya.” 

Tawa Rere meledak seketika saat Jose menyebutkan alasan ketiga sambil memainkan alisnya. Rere bertepuk tangan. “Jadi mau atau nggak? Pegal loh begini terus,” protes Jose kemudian. 

“Mau!” seru Rere riang. Jose pun tersenyum lebar. Ia melepas cincin emas putih dengan mata berlian itu dari tempatnya. Rere menyerahkan tangan kanannya untuk Jose sematkan cincin tersebut di jari manisnya. Jose berdiri. Rere menyambutnya dengan pelukan erat. 

Chillin' Buddy [🔞21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang