Rere mendengus untuk yang kesekian kalinya. Seharusnya dia tidak mengambil shift malam lagi. Sekarang dirinya harus berjuang melawan kantuk dan siaga menghadapi kejahatan malam yang bisa datang kapan saja. Akhir-akhir ini banyak isu beredar bahwa perampok sedang mengincar minimarket 24 jam. Oleh karena itu manajernya meninggalkan taser, ponsel darurat, dan alat pelindung diri lainnya.
Rere segera menegakkan punggungnya saat mendengar pintu terbuka. "Selamat datang, selamat berbelanja," sapanya sesuai dengan standar operasional pelayanan. Seorang pria berusia sekitar 50an tahun masuk bersama seorang wanita muda yang usianya sepantaran Rere.
Rere tahu karena Rere mengenalinya. Wanita yang mengenakan mini-dress berbahan satin dan memakai aksesoris berkilauan itu Queena Rasyid. Dia tampak menggandeng pria berdagu lancip itu dengan mesra.
Mereka tidak menghiraukan sapaan Rere dan langsung menuju rak-rak barang yang mereka cari. Rere pura-pura sibuk mengatur display kaleng susu formula di belakangnya sambil mengawasi Queena dan pria yang Rere duga adalah salah satu 'om' nya.
Pria berwajah genit itu tampak tidak asing. Mungkin dia salah satu pejabat negara yang sering muncul di media masa atau televisi. Namun, Rere tidak terlalu peduli dengan latar belakang pria itu. Ia hanya penasaran mengapa Queena bisa memiliki nyali sebesar itu untuk keluar tengah malam begini bersama pria yang kemungkinan sudah berkeluarga.
Queena tertawa manja setiap pria itu membisikan sesuatu dengannya. Rere tidak tahan dan memilih untuk memalingkan wajahnya lagi ke layar mesin kasir. Tak lama kemudian mereka berada di hadapan Rere. Queena menyerahkan barang belanjaannya. Beberapa makanan ringan, minuman ringan, dan sekotak kondom.
Rere berusaha untuk tampak biasa saja. Toh ini bukan pertama kalinya ia bertemu seseorang yang benar-benar membeli benda satu ini. Hanya saja melihat orang yang ia kenal melakukannya dirinya agak merasa aneh.
"Totalnya Rp. 52.600, mau pulsanya sekalian, Kak?"
Queena yang tadinya tampak tak acuh kini memperhatikan wajah Rere. Keringat dingin mulai membasahi punggung, Rere terlalu cepat percaya diri bahwa Queena tidak mengenalinya.
Rere tetap tersenyum meski dalam hati ia berharap Queena sedang mabuk dan tidak mengenalnya sama sekali. Sayangnya meski bau alkohol menyengat dari diri gadis itu, Queena tampak masih sangat sadar.
"Lo, anak ITP, kan?" ujarnya menyebut nama kampus dan membuat Rere semakin tegang. Tidak ada pilihan lain selain mengangguk. Queena jelas ingat semua orang yang ada di kampus.
Di luar dugaan, Queena tersenyum ramah. Ia menyerahkan lima lembar uang seratus ribu. "Keep the change, anggap aja ini uang tutup mulut, dan lo tahu apa yang gue maksud." Queena melirik om-nya yang menunggu di luar mini market sambil merokok. Setelah itu dia menatap tajam sembari membawa barang belanjaannya menyusul si om.
Rere tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa memandang diam uang di meja kasir. Apa yang harus dilakukannya dengan uang itu?
"Please bilang kalau lo beneran ambil uangnya?!" Nadia mengguncang pundak Rere heboh saat Rere menceritakan kejadian itu padanya di keesokan hari.
"Mau dikembaliin juga, orangnya keburu pergi, tapi gue merasa sedikit terhina sih, jujur." Rere menguap lebar. Karena shiftnya baru selesai jam 5 pagi sementara ia harus pergi ke kampus jam 8 pagi. Rere hanya sempat memejamkan matanya selama 2,5 jam.
"Kalau gue ada di posisi lo, gue juga bakal merasa terhina. Emangnya harga diri gue cuma seharga angsulan kondom? Ya kali!" Nadia mendengus sambil melipat tangan di dada. Rere terlalu lelah untuk menanggapi ucapan bodoh Nadia barusan, jadi ia memilih untuk menyandarkan kepalanya ke dinding sambil menunggu antrian konsultasi bersama Hansen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
Romance[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...