54

95 21 1
                                    

Author pov

Mingzu duduk diam di salah satu bangku taman, taman tempat ia akan bertemu dengan orang istimewa hari ini

Mingzu mengusap ngusap telapak tangannya yang dingin, ia gugup, jantung nya berdebar kencang

Mingzu masih mengusap ngusap ke dua tangannya, kemudian menghela napas panjang. Hari ini terasa tak nyata, apakah ia sedang bermimpi?

"Halo"mingzu

"Hai?"mingzu

"Selamat siang?"mingzu

"Halo ayah?"mingzu

"Aaaaah gw harus ngomong apa?"mingzu

Mingzu berdecak sebal, haah ia benar benar tak tau sapaan apa yang harus ia berikan?

Sampai saat ini mingzu bahkan masih tak tau reaksi apa yang harus ia berikan sekarang. Senang? Sedih? Marah? Mingzu benar benar tak tau

Haruskah ia mengeluarkan sebuah makian? Atau ia harus memberikan sambutan dan sapaan hangat?

Mingzu menepuk nepuk wajahnya, memastikan bahwa ia benar benar sedang terjaga dan tidak sedang bermimpi. Ia akan bertemu ayahnya hari ini

Mingzu kembali diam, tak ada satupun kalimat makian yang terlintas di otaknya. Ia hanya ingin tau kenapa ayahnya pergi? Mengapa ia meninggalkannya selama ini? Apakah ia merindukan mingzu? Hanya itu yang ingin mingzu tanyakan

Mingzu tersenyum, memikirkan seperti apa rupa ayahnya? Apakah ayahnya juga memiliki hobi berkeliling dan bercerita sama sepertinya? Dan....

Bagaimana rasanya pelukan seorang ayah?

Mingzu kembali tersenyum. Apakah setelah ini yang selama ini ia impikan akan terwujud? Menghabiskan waktu bersama, Merasakan bahwa seorang ayah benar benar cinta pertama seorang anak perempuan

Mingzu diam menatap ponselnya, memastikan sudah pukul berapa sekarang

Mingzu mengembalikan pandangannya ke arah depan, pandangannya tertuju pada seseorang lelaki dengan setelan jas rapi yang sedang berjalan ke arahnya

Mingzu terdiam kemudian langsung merubah posisinya menjadi berdiri tegap, sepertinya itu orang yang ia tunggu. Mingzu semakin gugup, debar jantungnya semakin kencang

Mingzu masih diam, tak ada satupun kata yang bisa ia ucapkan. Sosok itu benar benar ada di hadapannya sekarang, seseorang yang selama ini ia tanyakan keberadaannya

"Kamu zhang mingzu?"ayah

Mingzu mematung. Seseorang ini berbicara padanya, tapi kenapa ini terkesan sangat kaku? Apakah memang seperti ini percakapan seorang ayah dan anak?

"I-iya yah"mingzu

"Ay..."mingzu

"Jangan panggil saya dengan sebutan itu"ayah

"Saya gak akan pernah mau dengar itu dari mulut kamu"ayah

Rasanya seperti di tusuk dengan seribu pedang tajam. Mingzu terdiam, pertemuan ini tak sesuai dengan apa yang ia bayangkan, apakah ayahnya sedang bercanda sekarang?

"Saya tidak akan meminta maaf karna sudah meninggalkan kamu"ayah

"Karna kamu pantas untuk itu"ayah

"Kamu tau? Kamu adalah penyebab semua kekacauan yang terjadi"ayah

Mingzu masih diam, berusaha menahan tangisnya. Kenapa ini terasa begitu menyakitkan? Bukankah harusnya seorang ayah memerlakukan putrinya dengan baik? Bukankah seharusnya mereka melepas rindu sekarang?

Mingzu bahkan melupakan niat awalnya, ia melupakan semua pertanyaannya, ia melupakan sapaan hangat yang hendak ia berikan

"Semuanya berjalan dengan sempurna sebelum kamu ada"ayah

"Dan semua jadi berantakan karna kehadiran kamu"ayah

"Perusahaan saya bangkrut, istri saya di pecat, dan sekarang istri saya gila juga karna kamu"ayah

"Semuanya karna kamu"ayah

"Ibu saya gak gila"mingzu

Raut wajah mingzu berubah marah, tangannya mengepal kuat, ia tak suka jika ada yang menghina ibunya. Jika sudah mencakup masalah ibunya, mingzu tak akan tinggal diam

"Justru ibu saya harus pergi ketempat itu karna anda"mingzu

"Anda yang tiba tiba pergi meninggalkan saya dan ibu saya"mingzu

"Anda yang tiba tiba pergi tanpa memberi kabar"mingzu

"Hidup saya menderita karna anda"mingzu

"IBU SAYA MENDERITA JUGA KARNA ANDA"mingzu

/plak

Satu tamparan mendarat tepat di pipi mingzu, mingzu memegangi pipinya kemudian kembali menatap orang yang ada di hadapannya

"Ibu saya pasti sembuh"mingzu

"Tentu. Dia berada di pusat rehab yang jauh lebih baik sekarang"ayah

"Saya sudah pindahkan dia ke tempat yang jauh lebih layak"ayah

Mingzu terdiam. Tidak, laki laki ini tak boleh membawa ibunya pergi. Tangan mingzu kembali mengepal kuat, butiran air mata mulai keluar dari ujung matanya

"Gak. Kamu gak boleh bawa ibu"mingzu dengan suara bergetar

"Dia bukan ibu kamu. Dia istri saya"ayah

"Saya gak akan biarkan anda membawa ibu saya pergi"mingzu menggeleng

"Saya sudah pindahkan ia sejak lama"ayah

"Setelah ini semua akan kembali berjalan dengan sempurna"ayah

"Hidup saya dan istri saya, akan jauh lebih baik tanpa kamu"ayah

"Untuk semua penderitaan yang ada di hidup kamu..."ayah

"Saya gak peduli. Kamu pantas untuk semua itu"ayah

Pria itu diam menatap mingzu yang masih menatapnya dengan tatapan marah kemudian melangkahkan kaki nya pergi meninggalkan mingzu

"KAMU GAK BOLEH BAWA IBUUU"mingzu


























Nuraga || He Xinlong

Nuraga || He Xinlong [COMPLETE ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang