55

106 19 4
                                    

Author pov

Mingzu menghentikan larinya, mau bagaimana pun kedua kakinya tak akan sanggup mengejar kendaraan roda 4 yang melaju dengan kencang itu

Mingzu diam. Kakinya gemetar, tempo napasnya kacau, butiran air mata terus keluar dari ujung matanya

Mingzu kembali memaksa kakinya yang gemetar untuk kembali melangkah, tapi ia malah jatuh terduduk karna tak kuat menahan tubuhnya sendiri

Butiran air mata terus keluar dari ujung mata mingzu, tubuhnya ikut gemetar sekarang

"KAMU GAK BOLEH BAWA IBUUUU"mingzu

Langit berubah menjadi gelap, rintik hujan mulai turun, jalanan serta pepohonan yang tadinya kering sekarang mulai basah

Gemetar tubuh mingzu semakin kuat, mingzu duduk menunduk memeluk lututnya, butiran air mata tak henti hentinya keluar dari ujung matanya

Butiran air mata mengalir deras di pipi mingzu bersama dengan hujan yang juga turun semakin deras

Gemuruh petir mulai terdengar, keadaan langit hari ini buruk, sangat buruk. Sosok ayah tak seperti apa yang ada dipikiran mingzu, sosok ayah tak sama seperti apa yang selama ini mingzu bayangkan

Sosok ayah bukan cinta pertama untuk mingzu

Mingzu masih berada pada posisinya, duduk menunduk memeluk lutut dengan tubuh gemetar yang melemah dan air mata yang terus mengalir serta rintik hujan yang juga tak kunjung reda

Dunia mingzu terasa begitu hancur hari ini, ini terasa begitu menyakitkan. Harusnya ia memang tak menemui pria itu

Xinlong berlari menghampiri mingzu, memeluk mingzu dengan erat, sangat erat

Dugaan buruknya benar, keadaan langit yang tak baik itu menyampaikan pesan yang benar adanya. Mingzu sedang tidak baik baik saja

Gemuruh petir masih terdengar jelas, keadaan langit benar benar buruk, tak ada satupun celah bagi matahari untuk muncul. Begitu juga dengan keadaan mingzu, ia buruk sangat buruk

Xinlong menangkup wajah mingzu, kemudian mengusapnya. Di tatapnya ke dua netra itu, keduanya masih terlihat indah beberapa waktu lalu, tapu kenapa kali ini keduanya terlihat berbeda?

Xinlong masih diam menatap mingzu. Ia baru menyadarinya, tatapan dari kedua netra ini begitu menyedihkan, begitu menyedihkan hingga siapapun yang menatapnya seolah bisa ikut merasakan kesedihannya

"Aku disini mingzu, aku disini"xinlong mengusap wajah mingzu

"Maafin aku ya"xinlong

Mingzu diam menatap xinlong dengan tubuh gemetar, matanya juga sulit dibuka dengan sempurna karna rintik hujan yang turun serta air mata yang membuat kedua matanya memanas

"Xinlong...."mingzu dengan suara gemetar

"Aku ngerasa semesta benci aku"mingzu

Xinlong menggeleng, butiran air mata ikut keluar dari ujung matanya. Tidak mingzu, semesta tak pernah membenci mu

"Semesta justru sangat menyayangi kamu mingzu"xinlong

"Mereka bahkan ikut serta menangisi kesedihan kamu"xinlong

"Mereka tak pernah membiarkan kamu bersedih sendirian"xinlong

"Semesta sangat menyayangi kamu mingzu"xinlong

Mingzu menghela napas panjang, napas panjang yang gemetar. Dadanya terasa sesak, tubuh mingzu semakin melemah

"Xinlong..."mingzu

"Aku boleh bilang capek?"mingzu

Xinlong kembali mengusap wajah mingzu, menyingkirkan surai basah yang meutupu wajah mingzu kemudian mengangguk

Rasanya sakit sekali mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut mingzu

"Boleh mingzu, boleh"xinlong

"Boleh"xinlong mengangguk

Xinlong membawa mingzu kedalam pelukannya, mendekap gadis itu erat. Butiran air mata juga masih terus keluar dari ujung mata xinlong

"Aku capek..."mingzu

"Aku capek xinlong"mingzu

"Rasanya sakit"mingzu

Xinlong mengeratkan pelukannya, butiran air mata masih terus keluar dari ujung matanya

"Maaf mingzu"xinlong

"Maaf"xinlong

Menangis dan mengeluh lah mingzu, tak akan ada yang melarang mu untuk itu






























Nuraga || He Xinlong

Nuraga || He Xinlong [COMPLETE ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang