FITUR dalam ponsel Kellan berhasil tersambung pada sistem audiovisual mobil. Sebelumnya, Ares turut mengaktifkan peta digital agar mudah dilihat saat dibutuhkan. Cheska baru saja kalah sehingga kursi belakang masih menyisakan ribut-ribut kecil. Sejenak Ares teringat seseorang yang juga senang berargumen, seperti Reiya. Sial, ini bukan waktu yang tepat untuk mengusik kenangan—terlebih ketika raga dan pikirannya tak sekukuh yang Ares coba citrakan di awal, sejak semua rekan seperjalanannya mengetahui identitasnya.
Jempolnya menggulir layar ponsel—yang tampilannya juga muncul di layar head unit, mencari daftar putar dalam kolom Library akun Kellan. Ares bisa saja memakai daftar putar kurasinya sendiri, tetapi dia juga penasaran musik seperti apa yang sering Kellan pilih dan susun. Satu lagu saja dapat memberitahu banyak hal.
Alis Ares semakin bertaut semakin akun Kellan ditelusurinya jauh.
"Kel, lo kagak punya playlist?"
"Hm, ya. Biasanya gue pakai playlist orang," katanya jujur. "Bikin aja kalau mau."
"Boleh, tuh." Cheska menyambar, mungkin sudah ikhlas jawaban 'Lampu'-nya tak berkaitan dengan "Rona'. "Playlist khusus ke pondok di Batu. Wuih, kayak lagi pelesir aja."
Menyusun daftar putar tidak dapat semudah itu. Harus ada keterkaitan antarlagunya. Nuansa apa yang mau didapat telinganya kali ini? Cukupkah komposisi balad dan lagu mengentaknya? Apa liriknya masih satu tema, atau justru kontras? Bagaimana dengan reverb yang dipakai di tiap lagu, apakah bisa kohesif? Kira-kira mana yang harus ditempatkan lebih dulu, lagu dengan level lead vocal kuat, atau yang dominan sub bass?
Kellan, Cheska, atau Reiya bukan teman satu band-nya. Mereka bukan Naida. Sebaiknya kali ini Ares membuang idealismenya dan memasukkan apa pun yang penumpang mobil ini suka.
"Yang lain pada punya playlist, nggak? Tolong kirimin link-nya ke WA Kellan," pintanya.
"Gue sama kayak Kellan, suka pakai yang udah ada," balas Cheska.
"Kirim aja. Nanti gue gabung."
Tak lama, ponsel Kellan berdenting dua kali. Nama Reiya dan Cheska muncul di pemberitahuannya. Kiriman dari Cheska diperiksanya lebih dulu.
Ares memikirkan punk rock saat melihat kemeja flanel Cheska, rambutnya yang panjang terurai, serta suaranya—contohnya Avril Lavigne di era awal kemunculan. Maka, mendapati daftar putar Oldies Greatest Hits adalah kejutan tersendiri. Bibirnya mengulum senyum—selain kaget prediksinya salah, diam-diam Ares juga senang menyanyikan lagu-lagu klasik modern semacam Hello atau Careless Whisper.
"Jadul ya, lo. Pantes suka marah-marah kayak nenek-nenek," selorohnya.
"Lo yang bikin gue kayak nenek-nenek." Cheska menekankan di kata 'lo'.
Dibukanya pesan dari Reiya lalu dikunjunginya tautan yang diterima. Reiya ini, entahlah. Dia beruntung terbantu dengan melemahnya pembatas diri Ares—kegugupannya jadi berkurang saat mereka berinteraksi. Yang benar saja. Memangnya masih ada orang Jakarta yang ber-aku-kamu? Top 40, K-Pop, penyanyi Indonesia jebolan ajang pencarian bakat, paling itu yang akan Ares temukan di daftar putarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Mentari
General Fiction「"Alam sudah memberi kita banyak hal sejak jutaan tahun lalu. Alam selalu menyediakan, tapi apa yang manusia perbuat pada alam?"」 Setelah tujuh tahun menghilang, seorang aktivis lingkungan ternama dikabarkan mewasiatkan sebuah pondok miliknya kepada...