14 | Cheska

16 5 0
                                    

ASMA alergi—Cheska mengenali gejala yang dialami Ares itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ASMA alergiCheska mengenali gejala yang dialami Ares itu.

Dibongkarnya tas Ares sesampainya mereka di tenda. Masa bodoh barang-barang mahalnya jadi berserakan, yang penting Cheska harus lekas menemukan inhaler. Dia akhirnya mendapati sebuah pouch transparan di kantong tas bagian depan yang memperlihatkan strip obat-dapat. Dibukanya pouch itu dan diambilnya inhaler, lantas diserahkannya langsung ke genggaman tangan Ares.

Ares memakainya. Bahunya naik-turun menyesuaikan deru napas.

"Ada obat lain? Salbutamol? Madu asma?" cecar Cheska selagi tangannya mengaduk-aduk isi pouch transparan Ares.

Ares menggeleng, telunjuknya mengetuk inhaler yang menyumpal mulutnya. Cheska paham; kemungkinan besar Ares menggunakan atau membawa benda itu saja. Walau begitu, dia tetap mencari apa pun yang sekiranya dapat membantu kondisi Ares. Sekilas pikirannya melayang pada satu murid yang sering dia tangani selama tiga tahun PMR di SMA, yang tiap agenda menginap selalu membawa tas kecil berisi inhaler, obat khusus, serta madu.

Rintik air menciptakan bunyi yang semakin lantang di atap tenda. Merasa tak ada lagi yang bisa digunakan, Cheska membuka satu sleeping bag menggelarnya, lantas membukanya. "Res, Masuk. Kellan, kamu bawa selimut?"

"Gue udah nggak apa-apa," kata Ares di sela batuk-batuk kecil.

Cheska menoleh ke belakang. Kellan tergagap sejenak sebelum menjawab, "Saya bawa jaket cadangan. Kalau kamu mau."

"Kenapa kamu nggak bilang alergi dingin kamu bukan masuk angin sih, Res?" sentak Reiya. "Dikejar orang, asma, terus apa lagi yang kamu sembunyiin?"

Sunyi. Sepintas, Cheska melihat Kellan menaikkan slayer-nya. Cheska juga punya hal yang tidak dia beritahukeinginan menemui Ayah, atau Jagad Respati, atau kerabatnya Jagad, jika perkiraannya benartetapi tak ada nyawa yang dipertaruhkan jika dia tak melakukannya. Dia sudah melihat flare-up asma yang lebih parah daripada ini.

"Gue udah lama nggak kambuh." Ares beralasan. "Terakhir enam tahun lalu."

Reiya menanggapinya dengan embusan napas. Sementara itu, Kellan meraih tasnya dan mengeluarkan sebuah jaket bertudung, mengulurkannya pada Reiya yang diberikannya lagi pada Cheska. Cheska mengambilnya.

"Yang penting sekarang Ares mulai membaik. Nih, Res. Pakai buat selimutin kaki lo," cetus Cheska sembari merentangkan jaket Kellan ke pangkuan Ares. "Hujannya gede, nggak? Kira-kira kalau minta air panas ke kantin, bisa nggak, ya?"

"Paling di sana saya pinjam payung," jawab Kellan. "Buat minum?"

"Bukan, buat uap. Nanti ditetesin minyak kayu putih. Biar jalan napasnya nggak kering." Cheska menerangkan. "Ya udah, berarti"

Deru hujan yang tiba-tiba datang menghentikan kata-kata Cheska. Ributnya bagaikan air bah yang langsung ditumpahkan dari langit. Mulutnya bahkan masih terbuka saat menoleh ke langit-langit tenda yang berisik. Yang benar saja. Reiya dan Kellan pun terdiam seakan tak punya reaksi lain yang menggambarkan keterkejutan mereka.

Menanti MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang