15 | Kellan

12 5 0
                                    

"POKOKNYA setelah ini kita sarapan, habis itu lanjutin perjalanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"POKOKNYA setelah ini kita sarapan, habis itu lanjutin perjalanan. Nggak usah buru-buru kayak kemarin. Pertemuannya habis isya, kan? Kita juga nggak dikejar lagi. Mungkin sekarang anak buah ayahnya Ares udah balik ke Jakarta. Gimana kata kamu?"

"Aku, sih, setuju aja. Toh, kita udah nyantai ini. Kamu dan Ares juga harus sarapan, karena kamu nggak bisa pagi-pagi perut kosong dan jangan sampai asmanya Ares kambuh lagi gara-gara dingin. Kalau semuanya udah mandi, kita beres-beres, terus berangkat."

"Tapi sarapannya jangan di jalan, ya. Kita mampir ke tempat makan dulu, dine-in di situ."

"Ya, maksud aku juga gitu. Eh, di kantin bisa sarapan nggak, sih?"

Kellan mendengar Reiya dan Cheska bercakap dari depan tenda sembari duduk menghadap matahari terbit-penawar udara pagi usai hujan di kaki gunung. Dia memperkirakan setelah ini mereka akan mencarinya, bertanya soal kantin. Namun sebelum itu, cahaya pagi di depannya masih mencuri perhatiannya, memancing pertanyaan itu lagi. Kellan menyukai pemandangan ini, menikmatinya, selalu mencarinya saat dia mendaki, dan tak akan pernah bosan dengannya. Masalahnya, apakah semburat keemasan dari balik siluet gunung dan awan ini cukup kuat membuatnya mengabdi di jalan alam? Atau itu hanya pelepas penat, dan dia tak keberatan jika hanya sesekali melihatnya? Haruskahmeski sepanjang ingatannya dia hanya bersemangat dengan kegiatan bertualangdia mengekori Jagad Respati, memakai sepatunya, melewati jejak yang sama? Atau selama ini dia justru memilih hidup dalam mimpi seseorang, bukan mimpinya sendiri?

"Kellan!" seru Reiya, badannya tak lagi memunggungi. "Di kantin bisa sarapan, nggak?"

Kellan mengedikkan pundak. "Belum pernah. Tapi kalau mau di luar juga nggak apa-apa."

Reiya berbalik, sedangkan Cheska yang ikut menoleh masih bergeming. Kemarin malam berlalu seperti mimpi yang kelewat nyata dan Kellan sungguh berharap percakapan mereka lucid dream semata. Akan tetapi, dari cara Cheska memandangnya seakan menembus slayer yang sampai sekarang mengalungi lehernya, semua itu betul terjadi.

Cheska tersenyum. Sangat tipis, nyaris tak kentara. Kellan tak membalasnya-terlalu cepat dan bingung untuk merespons. Dia membiarkan Cheska memalingkan wajahnya.

Wasiat Jagad Respati. Sampai di Batu. Bertemu Pak Kurniawan. Itu prioritasnya dan prioritas mereka berempat, termasuk Cheska.

Dari undakan bawah, Ares menaiki tangga dengan handuk tersampir di bahu dan tangan yang memegang kantong keresek. Reiya yang berjarak paling dekat memanggilnya, menyampaikan hasil diskusinya bersama Cheska tentang sarapan. Ares hanya mengangguk dan menggaruk kepala hingga rambut basahnya semakin jabrik ke atas. Saat dia melewati Reiya menuju tenda, Cheska meneriakinya, membuat Ares menengok lagi.

"Bisa juga lo mandi di MCK, Res?" goda Cheska, senyumnya amat lebar.

"Berisik," jawabnya datar, tidak menyentak maupun menyamakan dengan nada candaan.

Menanti MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang