BARU kali ini, Ares bersumpah dia bisa tuli karena sunyi. Rasanya seperti membuka mata saat mati lampu di malam hari, yang saking hitamnya sampai membuat ragu dirinya sendiri—apakah dunia yang gelap, atau dia yang kehilangan penglihatan? Dia menajamkan pendengarannya. Tidak, telinganya baik-baik saja. Udara yang dipenuhi kecanggungan dan kecemasan dan ketidakpastian inilah yang menyumpal bunyi-bunyian dari sekitar.
Sampai Cheska terbatuk.
Reiya berbisik, "Tadi itu—"
Ares berdeham. Cukup keras. Reiya terdiam.
Cheska menaruh mi di hadapannya. "Kalian lihat juga—"
Saat Ares ingin berdeham lagi, Reiya mendahuluinya. Cheska merapatkan bibir.
Baik, semuanya jelas. Semuanya paham. Mereka melihat, mereka mengerti, dan mereka tak akan berkata apa-apa tentang itu sampai Kellan sendiri yang memulai. Ares cukup puas dengan konsensus telepati semacam ini. Kemudian, dia sadar, mereka bertiga harus melakukan sesuatu saat Kellan kembali. Setidaknya sepakat untuk berpura-pura.
Ares berujar pelan. "Kalau nanti dia—"
Cheska yang berdeham sekarang. Pembahasan resmi ditutup.
Sejujurnya, Ares terkejut. Kellan memiliki sesuatu yang kebanyakan pria berupaya keras mendapatkannya: wibawa sekaligus sahaja. Ares terlampau muak mendapati jiwa-jiwa lembek yang ditutupi setelan Brioni dan sepasang Magnanni demi sekantong respek, sembari menipu diri bahwa tak akan ada yang menyadari betapa sia-sianya usaha itu. Selantang-lantangnya Mars berteriak memerintah dalam jaket tabrak motif Gucci dan Air Jordan tak sepasang, terkecuali kacung-kacungnya, tak ada manusia yang bisa dibodohi ketika label 'pecundang' masih terpampang jelas di dahinya.
Tidak halnya Kellan. Baginya aura itu pasti anugerah bawaan. Pakaikan dia kemeja paling polos dan alas kaki paling sederhana, maka Kellan tetap terlihat tegap, terhormat, disegani. Barangkali dia pun tahu itu, dan itu sebabnya dia menutupi kekurangan parasnya itu. Ares bahkan tak sadar Kellan punya tanda lahir itu sebelum malam ini. Entah riasannya yang bagus atau Ares yang tak begitu awas, atau mungkin gabungan keduanya.
Gelas mi di genggamannya menyisakan hangat dari isinya yang tinggal seperempat. Bawang daun dan potongan wortel kering mengambang di kuah rasa bakso. Ares menghirupnya sekali teguk. Selagi menengadah dan kerongkongannya dialiri kuah, matanya turut memperhatikan gugus bintang yang membentuk kalajengking raksasa, satu titik kemerahan di tengahnya membalas Ares dengan kerlipan.
Sepi ini lama-lama tambah bedebah saja.
"Oi," panggil Ares, membuat Cheska dan Reiya menoleh. Dagu mereka seakan bertubrukan dengan ujung lidah api dari sudut ini. Ketika Ares mendapat perhatian mereka, otaknya mencari pertanyaan. "Lo lagi pada ngapain waktu dapat e-mail itu?"
Cheska mengunyah dulu, matanya melirik ke atas. "Lagi istirahat dari skripsian. Pas banget habis lihat berita Jagad di Delik."
"Lo?" dagu Ares mengedik ke arah Reiya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Mentari
General Fiction「"Alam sudah memberi kita banyak hal sejak jutaan tahun lalu. Alam selalu menyediakan, tapi apa yang manusia perbuat pada alam?"」 Setelah tujuh tahun menghilang, seorang aktivis lingkungan ternama dikabarkan mewasiatkan sebuah pondok miliknya kepada...