1 | Cheska

146 25 4
                                    

DEBAM ponsel Cheska yang jatuh kalah lantang dengan detak jantungnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DEBAM ponsel Cheska yang jatuh kalah lantang dengan detak jantungnya.

Pandangannya nanar, pikirannya hampa alih-alih mengkhawatirkan gawai lawasnya itu atau biayanya jika rusak. Kesiur angin berembus lewat jendela kamar, membalap napasnya sendiri. Darah dalam tubuhnya mengalir kencang, nyaring dan liar, mengitari telinga dan mencekat tenggorokan. Surel itu seolah balas menatap dari layar yang menyala.

Ini gila. Kacau. Lelucon paling tidak lucu yang pernah ada.

Nalarnya kembali. Pesan spam tidak mungkin menimbulkan panik sehebat ini. Namun, tentu saja itu bukan surel asli, karena penipuan zaman sekarang sudah makin canggih, dan semua bisa diatur secara acak dan otomatis. Kebetulan saja alamat miliknya tertera di medsos untuk kepentingan kuliah. Kalau tidak, bisa jadi bukan dia sasarannya. Tentu saja.

Seandainya Cheska tidak membaca berita sampah itu sebelumnya.

"Ches, bisa tolong ke dapur sebentar?"

Cheska mendengar Ibu, tetapi kakinya terpancang. Jika sekarang dia mengambil ponselnya dan membuka lagi portal berita hiburan itu, menyimaknya baik-baik sembari mengabaikan salah tik yang ada, lalu mencocokkannya dengan isi surel, mungkin ini semua memang masuk akal. Mungkin, inilah rezeki tak terduganya. Pertanyaannya, bagaimana dia bisa yakin kalau sang pengirim surel manusia sungguhan, bukan kecerdasan buatan? Otaknya macet tiba-tiba. Bukan, pasti rumor. Rumor sama dengan gosip. Tak bisa dipercaya.

"Ches?"

Suara Ibu yang meninggi mengejutkannya. Cheska mengerjap. "Ya, Bu."

"Masih sibuk skripsian? Boleh ke sini sebentar?"

Cheska menimang-bawa, tidak, bawa. Akhirnya dia menyambar ponsel yang tergeletak di atas tikar, bergegas menuju dapur, lalu mendatangi Ibu yang sedang membuka tutup kukusan. Aroma pisang kukus melingkupi penciumannya, menggodanya untuk mengambil satu. Wanginya juga mengingatkannya bahwa dia sedang berada di tempat teramandi samping Ibu, di dalam dapur, di dekat salah satu penganan kesukaannya. Gemetarnya berkurang.

"Maaf, Bu. Udah beres, kok." Cheska memulai. Dimasukkannya ponsel ke dalam saku kemeja flanelnya. "Ada apa?"

Ibu berbalik. Tangan kirinya memegang capitan. "Ini Ibu baru selesai, nanti kalau udah agak hangat, tolong antarkan satu piring ke Kakek, ya. Sisanya bawa aja ke meja depan TV."

Cheska menyingkap rambutnya yang menghalangi pandangan. "Oke."

"Kamu udah selesai? Katanya salah data."

"Bukan, Bu, salah ngolah datanya. Datanya, sih, aman-aman aja, cuma pas mau dihitung ada tahapan yang ke-skip, jadi diulang lagi. Tapi udah betul sebagian, kok."

"Terus tadi kenapa lama pas dipanggil? Masih ngerjain?"

Cheska sudah menyelesaikan setengah dari bab lima skripsinya sekitar tiga puluh menit lalu sebelum memutuskan rehat. Dibukanya media sosial hanya untuk menemukan tautan dengan nama idola masa kecilnya itu: Jagad Respati. Ide mendapatkan warisan tiba-tiba juga menggelikan, sehingga Cheska ingin tahu apa betul sosok itu yang dimaksud. Cheska menghabiskan lima menit untuk tergelak sebelum dihentikan notifikasi surel.

Menanti MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang