KUNCI mobil Ares resmi berpindah ke tangan Cheska.
Seusai makan siang di atap mobil bersama Ares, Cheska meminum air mineralnya di kursi pengemudi. Lantas, digosokkannya telapak tangan ke paha untuk menyingkirkan keringat dingin. Dihelanya napas. Dia bisa. Selain Mazda kotak antik Kakek yang sekarang rongsok, dia juga sering diminta tolong bibinya untuk membawa Hyundai Atoz matic beliau. Dia bisa.
"Bisa?"
Respons 'Hah' Cheska mengagetkan balik Kellan yang barusan bertanya. Dia menelan ludah sebelum mengangguk. "Bisa."
"Kalau ragu, biar sama saya lagi aja."
Cheska melambaikan tangan pertanda 'tidak'. "Nggak apa-apa. Saya cuma lagi kondisiin diri. Saya belum pernah nyetir jauh-jauh, soalnya."
Di samping itu, Cheska juga tidak mau dituntut macam-macam jika sampai terjadi kesalahan. Ares mungkin bisa langsung memperbaikinya, tetapi rasa bersalah itu akan terus ada. Apa Cheska berlebihan? Dia hanya berkendara dari Palimanan ke Semarang, lewat tol pula. Tidak akan lama. Mereka pasti sudah tiba di kota itu tak lebih dari dua jam kemudian.
Sebelum menoleh ke depan lagi, Cheska melirik Ares yang menempati kursi belakang bersama dengan Kellan. Sebetulnya, jika mobil ini penyok pun, Cheska yakin saja Ares tak akan begitu mempermasalahkan. Senyum itu masih ada di wajahnya bahkan setelah ponsel Cheska dikembalikan. Rasanya e-mail pekerjaan tidak akan membuat seseorang secerah itu, kecuali slip gaji. Dari pacarkah? Entahlah. Toh, nanti juga Cheska tak lagi memikirkannya.
Mesin dinyalakan, roda melaju. Cheska membawa mobil tumpangan mereka keluar dari rest area dan kembali menyatu dengan tol Pejagan-Pemalang. Sejauh ini mulus. Di kursi penumpang, Reiya menutup kembali bungkus wafer rasa stroberi, mengelap tangannya, lantas mengeluarkan ponsel dari tas kecilnya.
"Hm, guys," bukanya, "kita harus omongin ini."
Kellan dan Ares memajukan badannya. Cheska memasang telinga.
"Jadi, kemarin malam aku udah reservasi kamar lagi buat di Semarang. Tapi setelah aku cek, ternyata hotelnya masih bagian dari Wiratama Group."
"Terus lo batalin, kan?" sambar Ares.
"Ya. Baru aja," jawab Reiya tenang. "Tapi itu artinya kita nggak punya tempat singgah malam ini, kecuali kita bisa cepat memutuskan sekarang."
Cheska hendak bertanya, tetapi Kellan lebih dulu mengutarakan, dan ternyata sepemikiran. "Gimana hotel lain yang bukan dari jaringan Wiratama?"
"Ada, sih. Banyak. Tapi aku nggak mungkin asal pilih, kan? Sekarang aku lihat-lihat dulu, mumpung masih di jalan. Atau ada yang punya saran?"
Cheska terbagi antara harus menjaga kecepatan—jalan tol lengang selalu menggiurkan untuk memacu lebih kencang—dan berpikir akan menginap di mana setelah ini. Dia belum pernah ke Semarang. Dia menggeleng, dan sepertinya Kellan juga Ares tak punya ide apa-apa. Reiya kembali pada ponselnya, mengetik dan menggulir layar. Sepanjang beberapa menit yang cukup panjang, tak ada suara terdengar kecuali dari lagu yang tengah diputar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Mentari
General Fiction「"Alam sudah memberi kita banyak hal sejak jutaan tahun lalu. Alam selalu menyediakan, tapi apa yang manusia perbuat pada alam?"」 Setelah tujuh tahun menghilang, seorang aktivis lingkungan ternama dikabarkan mewasiatkan sebuah pondok miliknya kepada...