"YA, oke. Makasih banyak, ya. Nanti aku kabari lagi kalau udah ada balasan dari Pak Kurniawan. Lewat chat aja. Ya. Sama-sama."
Embusan napas Kellan di tiap jeda panggilan semakin lama semakin berat saja. Telepon pertama diangkat seorang gadis bernama Cheska, yang memanggil dirinya 'saya', maka dia pun ber-saya-kamu. Suaranya yang serak-basah sempat membuatnya mengira Cheska seorang laki-laki, dan sampai saat ini dia masih merasa bersalah. Untungnya Cheska terdengar santai, berkata sudah banyak yang mengiranya pria dari telepon, sehingga Kellan kembali membicarakan tujuannya. Cheska sepakat untuk bertemu akhir pekan ini. Kebetulan pula mereka satu domisili, membuat segalanya lebih lancar.
Gadis kedua tidak tinggal di Bogor. Dia berasal dari Jakarta Selatan, tetapi kuliah di Depok. Dia meminta dipanggil Reiya saja. Karena Reiya ber-aku-kamu, Kellan mengganti pula panggilannya, meski dia paling jarang memanggil dirinya sendiri 'aku'. Reiya juga terdengar cukup sibuk, sudah lulus tinggal wisuda, dan sepertinya berperangai ceria. Dia bisa datang ke kafe yang disebut Kellan nanti Sabtu, tapi meminta keringanan jika terlambat sejenak karena harus menghadiri satu acara dulu. Kellan menyetujuinya.
Kellan tak membuang waktunya ketika surel itu dia terima. Dia menelepon Pak Kurniawan seperti yang tertera, lantas mendapati seorang pria paruh baya yang mengucapkan banyak terima kasih padanya. Selain tanggal malam pertemuan penerima warisan, Kellan juga mengantongi tiga nama—Cheska, Sereia, Antares. Nomor kontak Cheska berasal dari teman sekampusnya yang dulu satu sekolah dengan Cheska, tentunya setelah Cheska bersedia. Ini tergolong mudah, mungkin karena tempat tinggal mereka. Kesempatan memiliki kenalan yang berhubungan juga besar. Alamat surel Cheska juga paling cepat ditemukan di internet.
Reiya pernah menjadi narahubung suatu acara besar kampusnya, maka nomor ponselnya pun dapat ditelusuri. Setelah konfirmasi lewat chat, Kellan baru meneleponnya.
Dan kini, kontak terakhir, Ares.
Sambil mencoba santai di kursi ruang tamu favoritnya, Kellan mengecek nomor yang berderet di layar ponsel, memastikan tidak ada yang salah tik, dan berdoa agar dia tidak pula salah bicara. Mereka bertukar pesan lewat pesan pribadi Twitter. Ares sendiri yang memberinya nomor ini tanpa embel-embel kata apa pun. Linimasanya tidak terlalu ramai, lebih banyak retweet video viral dan berita dari akun musik ketimbang pendapatnya sendiri. Kellan mengetukkan kakinya. Dia tidak perlu segugup ini, bukan? Namun bisa jadi ini wajar, karena dia tak bisa memprediksi bagaimana sosok Ares sebenarnya. Atau karena seluruh urusan telepon-menelepon ini. Atau tentang Jagad Respati.
"Halo."
Suaranya rendah, pikir Kellan. Masih lebih dalam suaranya sendiri. Kellan teringat vokalis band rock 80-an begitu mendengar Ares bicara. "Halo? Dengan Ares?"
"Lo Kellan?"
Oke, sekarang gue-lo. "Ya, gue Kellan, yang nge-DM lo barusan. Gue mau tanya kelanjutan yang udah gue tulis di DM. Lo udah cek e-mail, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Mentari
General Fiction「"Alam sudah memberi kita banyak hal sejak jutaan tahun lalu. Alam selalu menyediakan, tapi apa yang manusia perbuat pada alam?"」 Setelah tujuh tahun menghilang, seorang aktivis lingkungan ternama dikabarkan mewasiatkan sebuah pondok miliknya kepada...