5 | Kellan

48 16 0
                                    

"KENAPA harus Bandung?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KENAPA harus Bandung?"

Kellan berjengit di kursi penumpang depan. Suara Cheska yang bertanya menimpa statis radio mobil, tapi bukan hanya itu yang mengejutkannyaCheska juga menyentak dari belakang dengan kakinya. Akal budi Kellan akan menganggapnya ketidaksengajaan andai dia dikelilingi orang yang dikenal. Seperti radio yang sudah kehilangan sinyal itu, meski hanya sejangkauan tangan dari tombol on/off dan Ares sendiri tampak tak peduli, rasa canggung membiarkannya menyala kerisik.

Bunglon memerlukan 20 detik untuk berubah warna. Jagad pernah mengatakannya sebagai pengantar bagian perkenalan. Jika bunglon butuh waktu untuk beradaptasi, maka kita semua pun begitu. Kellan teringat Mih dan Pah yang bahkan masih meributkan remote TV setelah bertahun hidup rukun bersama, lalu dia mematikan radio diam-diam dan menoleh ke belakang.

"Cheska, tolong jangan ditendang-tendang kursinya."

"Eh, maaf!" Cheska seketika berhenti. Mukanya menghadap Reiya lagi. "Bukannya Tol Trans Jawa juga bisa lewat kota lain?"

Kellan kembali memutar tubuhnya ke depan setelah berterima kasih lewat senyum. Laju mobil yang meluncur mulus terasa hingga ke duduknya. Dia menyimak jawaban Reiya.

"Sebentar, kita semua udah setuju sama rencana paling terakhir, kan? Karena pertemuan ahli warisnya tanggal tiga Oktober, kita bagi jadi tiga hari dari tanggal satu ini. Sebetulnya kalau mau langsung pas hari-H, ya, bisa aja pakai kereta, tapi keburu capek sampai sana. Pesawat cepat, tapi mahal dan tetap harus naik kendaraan lagi. Terus, tetap bawa-bawa barang juga. Kalau mampir dulu, kan, kita bisa istirahat," ujar Reiya meyakinkan. "Aku juga udah booking kamar B&B untuk kita berempat, lho."

"Eh bukan, maksudnya kalau dipikir lagi, kenapa harus pilih kota Bandung? Nggak ke kota lain aja, gitu? Sumedang kek, Purwakarta kek."

"Mau ngapain lo di Purwakarta? Nyelam di waduk?" sambar Ares dari balik kemudi.

Cheska terbahak. "Iya juga, sih. Tapi gue mau Tahu Sumedang."

"Banyak di Bandung."

"Jadi Tahu Bandung, dong."

"Garing, lo." Ares menutup pembicaraan, kemudian mendapat jitakan pelan dari Cheska.

Kellan menoleh ke Ares di samping kanannya yang mengaduh lalu menyeringai. Rambutnya jadi makin berantakan karena ulah Cheska. Setelah itu, dia melihat Reiya yang menatap fokus pada layar ponsel sambil jemarinya bergerak-gerak. Matanya nyaris tak berkedip seakan sedang mencari sesuatu dan tak ingin kehilangan satu detik pun. Cheska kini merapat pada jendela, barangkali menyaksikan mobil-mobil yang berlalu di sisinya.

Ares dan Cheska langsung akrab saat mereka bertemu. Poin bagus sebetulnya, karena Kellandan mereka semuamembutuhkan kekompakkan ini agar rencana mereka berjalan tanpa hambatan. Dia sendiri pada Ares nyatanya biasa saja. Mereka belum bicara banyak, dan walaupun pasti ada perbedaan yang berarti, Kellan tak akan ambil pusing. Sejauh ini Reiya cukup mudah diajak kerja sama, dengan catatan semua harus masuk logika. Tidak masalah, Kellan memang merasa lebih terhubung dengan Reiya perihal diskusi, contohnya saat merumuskan sebagian besar rencana perjalanan ini. Dengan Cheska pun, bila diingat-ingat, hanya masalah kursi tadi. Selebihnya, dia kooperatif.

Menanti MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang