KELLAN menyambar ponselnya dan mematikan sambungan telepon.
Ada apa lagi? Cheska yakin dia mengucapkannya dalam hati, tetapi wajah Kellan terkesiap seakan baru saja diteriaki. Mulutnya terkatup rapat dan matanya nyalang ke depan meski tak kehilangan fokus mengemudinya. Apa ada masalah? Bukankah mereka akhirnya terhubung ke Pak Kurniawan? Bisakah sejenak saja rencana mereka mulus tanpa kejutan?
"Suaranya lebih muda," komentar Kellan, nadanya waspada. "Nomornya betul?"
Cheska meraih ponsel itu lagi dari tangan Kellan yang terbuka. "Cuma itu penelepon di call log yang nggak masuk daftar kontak kamu."
"Terus siapa?" Kellan mengacak-acak rambutnya. "Terakhir Pak Kurniawan telepon, saya masih ingat gimana suaranya. Ini suara anak muda—bukan, lebih tua lagi, tapi yang jelas bukan Pak Kurniawan. Lebih cempreng dan kurang medok."
Pikiran Cheska berotasi antara betapa detailnya Kellan menilai suara seseorang, posisi mereka di tol sekarang, dan yang terpenting, kemungkinan identitas penelepon barusan. "Bisa jadi itu kerabatnya, Kel. Kita husnuzan dulu aja. Mau coba telepon lagi?"
Kellan melemaskan bahu dan lengannya, mengangguk-angguk. "Ya. Ya, boleh. Kayaknya saya aja yang terlalu paranoid."
Cheska menghubungi nomor itu lagi setelah memeriksanya. Nol-delapan-dua-satu sekian sekian, ya, masih yang itu. Kali ini tak butuh waktu lama untuk telepon itu diangkat penerimanya. Suara maskulin yang sama kembali menyapa 'halo', membuat dadanya berdegup gugup. Dia dan Kellan saling menoleh, mengangguk, memantapkan diri.
"Halo? Dengan Pak Kurniawan?" tes Kellan. "Ini Kellan, Pak."
"Oh!" seru sang penerima. "Anak yang diundang ke acara malam ini, ya?"
Anak? Sudah tujuh tahun dari hilangnya Jagad Respati—dan entah berapa lama dari ditulisnya wasiat itu—dan mereka masih dibilang anak? Cheska mengernyit. Mata dan kening Kellan juga seakan menyiratkan pikiran yang sama dengannya, tetapi dia memilih meneruskan percakapan. "Ya, betul. Maaf, ini dengan siapa, ya?"
"Saya anaknya."
Mereka ber-oh bersamaan tanpa suara. Kellan bertanya lagi, "Anak Pak Kurniawan?"
"Ya, nama saya Rudi. Waktu itu Bapak pernah pinjam HP saya buat telepon sih, tapi nomornya nggak disimpan. Sekarang sampean sudah sampai mana?"
Panggilan dari Rudi mengingatkan Cheska bahwa dia benar-benar sudah beratus kilometer dari rumah. Bukan Anda, kamu, atau Akang. Sampean. Dia resmi memijak bumi baru dengan langit yang berbeda untuk dijunjung. Usai menilik peta sekilas, Kellanmembalas, "Kami—kami sudah di Tol Solo, mau masuk Ngawi, Mas Rudi."
"Oh, berangkatnya barengan, toh? Berempat, kan? Sama Ares juga?"
Mas ini tahu Ares?
"I—iya, Mas. Tapi kami lagi nggak di satu mobil." Kellan ternyata memutuskan jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Mentari
General Fiction「"Alam sudah memberi kita banyak hal sejak jutaan tahun lalu. Alam selalu menyediakan, tapi apa yang manusia perbuat pada alam?"」 Setelah tujuh tahun menghilang, seorang aktivis lingkungan ternama dikabarkan mewasiatkan sebuah pondok miliknya kepada...