3 | Reiya

103 21 4
                                    

JANGAN sampai gagal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JANGAN sampai gagal.

Reiya memeriksa riasannya lagi lewat kaca spion tengah. Lipstiknyamatte finishagak pudar karena mencicipi bubur rajungan, tetapi masih bisa ditoleransi. Wing liner-nya tajam, alisnya pun tetap rapi. Dia terkejut menemukan blush-nya masih bersemu coral pink di bawah kilau highlighter, lalu memutuskan akan merekomendasikannya jika ditanya.

Dibetulkannya letak kalung rose quartz-nya. Sempurna. Ini kesempatannya.

Setelah mengunci Avanza mamanya, Reiya menyisiri ruang parkir sebelum memasuki Arrivederci. Seharusnya Kellan memaklumi keterlambatannya karena Reiya sudah mewanti-wanti dari awal. Ditambah kemacetan akhir pekan, mau tak mau Reiya sampai lebih lama dari perkiraan. Bisa tiba tanpa tersasar saja Reiya sudah bersyukur.

Baru saja dia hendak melewati pintu masuk, ponselnya bergetar. Reiya menerima panggilan masuk itu, tentunya setelah menggerutu.

"Di mana lo, Kak?" sahut suara dari seberang.

Reiya menghela napas. "Di jalan. Kenapa, sih? Bukannya gue udah izin satu rumah mau pergi seharian ini, ya?"

"Gue udah chat lo berkali-kali, tahu. Mama nanyain tas yang biasa buat ke supermarket."

Seirin memang merepotkan. Tote bag saja harus diributkan seperti ini. Reiya yakin Irin menelepon hanya untuk mengganggunya. "Tinggal pakai yang suka lo bawa ke sekolah itu aja susah amat, sih? Kenapa nggak lo keluarin dari mobil tadi pagi kalau tahu Mama butuh?"

"Yeee, kalau gue tahu juga udah diambil, kali. Nih, sekarang Mama ngomelnya ke gue, kan."

"Ya udah, terus mau gimana? Gue udah telat, nih. Nanti lagi, ya."

"Telat ke mana, sih? Bukannya bilangnya ke kondangan? Lo lagi di mana sih, aslinya?"

"Bogor."

Jeda yang tercipta membuat Reiya mengira adiknya itu sedang terbengong-bengong. Kemudian, tawanya pecah. Irin melanjutkan, "Mau ketemu mantan lo, ya?"

Reiya baru ingat, salah satu mantannya yang satu jurusan di Ilmu Gizi berasal dari kota ini. "Ya udah, lo mau apa? Roti unyil Venus?"

Irin tergelak lagi. "Memangnya gue emak-emak? Tiger Sugar, dong."

"Kopi Kenangan," tawar Reiya.

"Bittersweet by Najla," ucap Irin lagi.

"Chatime, sekalian lewat pas pulang."

"Kok jadi turun gini, sih? Bittersweet ya, nggak mau tahu."

Panas telah mencapai ubun-ubun Reiya, meski sekelilingnya masih terasa sejuk pascahujan ringan. "Minta ke Kak Naya aja sana, yang jelas udah kerja. Gue tetap beliin Chatime. Titik." Reiya mendengar keluhan Irin, tapi didiamkannya. "Udah ah, gue tutup. Bye."

Menanti MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang