"JADI, kita telepon Pak Kurniawan?"
Antrean di gerbang tol Salatiga lebih panjang daripada yang Kellan sangka, melihat sebelumnya jalanan begitu lengang. Entah karena mobil lain melambat-lambatkan demi pemandangan Merbabu di depan, entah karena masalah teknis, atau seperti dia—yang terdiam sejenak setelah mendengar Cheska mengutarakan itu kembali.
Kellan menyiapkan kartu tolnya. Beruntungnya baik Ares, Reiya, maupun dirinya selalu menyimpan kartu tol dengan baik dan tidak meninggalkannya di dalam mobil. Dia benar. Pasti ada hal yang menandakan dunia masih berputar sesuai poros, jantungnya masih berdetak teratur, dan gravitasi masih bekerja bahkan dalam kekacauan rencana. Sesuatu yang konstan, meski sekecil kartu tol, dapat membuatnya tenang. Dan dia selalu mencari hal itu kapan pun keadaan bertambah buruk, mengingatkannya bahwa apa pun bisa kembali normal.
Ya. Kellan harus bertahan. Panik, resah, dan berang bercampur di dasar ulu hatinya, tetapi dia bertahan. Menjadi kakak dari tiga adik sudah cukup melatihnya. Dia harus tenang.
"Kel?"
"Oh? Ya," jawab Kellan. "Kita telepon beliau."
"Kapan?"
Kellan memindai kartu, menutup jendela, lantas melajukan mobil hingga deru halusnya terdengar dan terasa di bawah kakinya sebelum menanggapi lagi. "Kamu belum bilang setuju kalau kita kasih tahu Pak Kurniawan tentang Ares."
"Saya sepakat," ucap Cheska tergesa. "Tapi karena tadi Reiya nelepon—"
Cheska beralih ke ponselnya setelah dering pesan menginterupsi. Kellan menunggu seraya menyetir dengan kecepatan konstan. Konstan. Seperti swarestorasi alam. Daun-daun gugur, tetapi kelak tumbuh hijau yang baru. Salju hadir dan membekukan, tetapi hangat datang kemudian dan melahirkan warna-warni bumi. Itu yang sering dikatakan Jagad. Alam selalu punya cara untuk bertahan, dan kita bagian dari alam.
"Ares." Cheska bergumam. "Dia nge-WA, tapi typing-nya kayak Reiya karena pakai 'aku'."
"Apa katanya?" tanya Kellan.
"Dia tanya apa kita udah ngelewatin rest area KM 456." Kepala Cheska menengok kanan-kiri. "Sebelah mana, sih? Apa kita udah kelewat?"
"Bilang aja kita udah keluar gerbang tol Salatiga." Kellan memastikannya dengan mendelik pada peta digital. "Coba tolong kamu cari rest area selanjutnya, biar kita ketemu di situ."
Cheska menjawab 'siap' lalu melakukan yang dipinta. Jemarinya menggeser layar ponsel Kellan, kemudian mengetik, kemudian menggeser dan memperbesar lagi. Jalanan masih sepi hingga jaraknya dengan mobil lain terbilang renggang. Dengan kecepatan yang tepat, Ares pasti bisa menyusulnya. Tak lama, keadaan berubah biasa kembali.
"Ada," ujar Cheska. "Mau di mana? Ada yang darurat sebentar lagi. Habis gerbang tol Boyolali, ada di KM 575, Tol Solo-Ngawi. Atau mau yang sekalian pas sampai Jatim?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Mentari
General Fiction「"Alam sudah memberi kita banyak hal sejak jutaan tahun lalu. Alam selalu menyediakan, tapi apa yang manusia perbuat pada alam?"」 Setelah tujuh tahun menghilang, seorang aktivis lingkungan ternama dikabarkan mewasiatkan sebuah pondok miliknya kepada...