04 ~ Terluka

197 23 0
                                    

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Plak!

Nay mengunyah permen karet dengan santai seakan tak terganggu dengan pemandangan di depannya. Gadis itu malah tampak menikmati tontonan di hadapannya. Seorang lelaki dengan rambut hitam legam nya tengah di pukuli oleh dua gadis cantik. Lelaki itu tampak tak sadarkan diri dengan tubuh yang terikat di sebuah pohon.

"Ah, harus nya kita nggak usah bius dia. Gue jadi nggak bisa dengar suara kesakitan cowok brengsek ini!" ujar Jelita kesal.

Dua orang pria yang di tugaskan untuk menculik lelaki yang tak lain adalah Jovan tampak bergidik ngeri mendengar ucapan teman nona nya itu.

"Bodoh! Jovan jago bela diri. Kalau nggak di bius, yang ada lo sekarang babak belur!" Jelita cemberut. Ucapan Alana itu memang benar.

"Ayo balik. Kay pasti lagi cari-cari gue." Nay menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul setengah enam sore, dan itu adalah jam pulang ekstrakurikuler seni yang di ikuti Kay.

"Terus nih cowok gimana?" Nay tampak terdiam sesaat kemudian mengeluarkan ponselnya dan menggerakkan jarinya di layar datar itu.

"Taksi online sebentar lagi datang." Kedua sahabatnya hanya mengangguk singkat kemudian menunggu taksi online itu tiba.

"Bawa dia ke gedung apartemen Xavier." ujar sang bodyguard kepada supir taksi online setelah memasukkan tubuh babak belur Jovan ke dalam mobil. Sang supir mengangguk kemudian menjalankan mobilnya setelah mendapat bayaran.

"Sudah selesai nona. Mari, silakan masuk nona." Nay mengangguk kemudian masuk ke dalam mobil yang di kendarai bodyguard nya setelah ia berpamitan kepada dua sahabatnya yang mengendarai motor masing-masing.

" Nay mengangguk kemudian masuk ke dalam mobil yang di kendarai bodyguard nya setelah ia berpamitan kepada dua sahabatnya yang mengendarai motor masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nona."

Kay yang sedang duduk di halte yang cukup jauh dari sekolah, mendongakkan kepalanya dan menatap dua orang dengan wajah yang mirip di hadapannya.

"Kenapa kalian menghampiri Kay? Bagaimana jika ada yang melihat?" Kay menatap sekelilingnya, gadis itu tampak menghembuskan napas lega saat halte yang di tempatinya sepi.

"Kami hanya ingin menjaga nona dari dekat. Di sini cukup sepi." ujar salah satu bodyguard Kay. Kay hanya mengangguk.

Perlu diketahui, Kay dan Nay memiliki masing-masing dua bodyguard pribadi. Bodyguard Kay bernama Lian dan Rian, mereka kembar. Sedangkan bodyguard Nay bernama Jack dan San. Keempat Bodyguard itu berusia dua puluh tiga tahun.

Bodyguard si kembar biasanya hanya menjaga dari jarak yang cukup jauh. Orang tua mereka begitu khawatir jika anak-anak mereka lepas tanpa pengawasan. Terutama ayah mereka, pria paruh baya itu bahkan memberikan alat untuk mengirim sinyal bahaya berupa jam tangan untuk keempat anaknya. Meski tiga dari empat anak mereka tidak di perkenalkan kepada publik, tetapi tetap saja tak ada yang tahu kapan bahaya akan datang.

Setelah menunggu selama sepuluh menit, sebuah mobil hitam berhenti di hadapan mereka. Kay segera bangkit dan berjalan menuju pintu belakang penumpang. Sedangkan kedua bodyguard Kay berjalan menghampiri motor masing-masing yang terparkir tak jauh dari halte.

Di sebuah ruangan dengan warna serba putih, tampak seorang lelaki sedang terbaring di atas ranjang dengan wajah yang penuh lebam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah ruangan dengan warna serba putih, tampak seorang lelaki sedang terbaring di atas ranjang dengan wajah yang penuh lebam. Beberapa saat kemudian, mata yang terpejam itu kini terbuka dan berusaha untuk menyesuaikan pandangan nya pada cahaya di ruangan itu. Setelah matanya terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih serta indra penciuman nya menangkap bau obat-obatan.

Ceklek!

Pintu ruangan itu terbuka dan muncul seorang pria paruh baya dengan setelan formal. Pria paruh baya itu berjalan mendekati lelaki yang masih menatap langit-langit ruangan itu.

"Jovan." Jovan, lelaki yang terbaring itu masih tetap menatap ke atas mengabaikan keberadaan pria paruh baya itu.

"Dad akan panggilkan dokter." Pria paruh baya yang merupakan ayah Jovan itu menekan tombol di belakang kepala ranjang yang di tempati Jovan. Tak lama seorang dokter dan suster masuk dan memeriksa keadaan Jovan.

"Tidak ada luka serius, pasien hanya butuh istirahat dan teratur dalam mengobati lukanya. Pasien sudah bisa pulang hari ini." Ayah Jovan mengangguk kemudian berterima kasih. Sang dokter pun pamit undur diri diikuti oleh suster di belakangnya.

"Ikut dengan Daddy ke rumah. Mommy mu khawatir saat mendengar keadaan mu. Mommy tak bisa kesini karena adik mu sedang sakit."

"Adik? Sejak kapan aku punya adik?" Balas Jovan dengan dingin tanpa mengalihkan tatapannya.

"Jovan!" Kini Jovan menatap ayahnya dengan dingin.

"Apa? Memang benar, aku tak punya adik. Jadi siapa yang Dad sebut tadi?" Ayah Jovan mengusap wajahnya kasar kemudian berbalik membelakangi Jovan.

"Beni akan membantu mu ke mobil." Setelah mengatakan itu, ayah Jovan melangkahkan kakinya menuju pintu, tapi tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Jovan. Pria paruh baya itu membalikkan badannya.

"Aku tidak akan pulang. Dad bisa pulang dan mengurus anak kesayangan dad. Lagi pula, sejak kapan Dad peduli padaku?" Jovan menarik selimut dan menutup matanya. Ayah Jovan yang melihat itu menghela napasnya dan kembali melanjutkan langkahnya. Memang, ia tak pernah memberi perhatian besar pada putranya itu. Ia hanya memberi perhatian pada pelajaran dan sekolah Jovan. Bahkan bisa di bilang ia menekan putranya itu agar menjadi seseorang yang sempurna dalam segala bidang. Ia lakukan itu karena Jovan merupakan pewaris dari perusahaan keluarga nya yang saat ini berada di bawah kuasa nya. Jovan sudah ia ajarkan tentang semua pekerjaan sebagai pemimpin perusahaan, terkadang putranya itu ikut dengannya ke acara yang di selenggarakan rekan bisnisnya. Ia bersyukur karena putranya itu tak pernah mengeluh atau menolak perintah nya.

Saat di luar, Ayah Jovan meminta asistennya untuk menjaga anak lelakinya itu.

Ayah Jovan hanya bisa berharap agar anak lelakinya itu segera menerima kehadiran anak perempuannya, meskipun mereka berbeda ibu.

Ayah Jovan hanya bisa berharap agar anak lelakinya itu segera menerima kehadiran anak perempuannya, meskipun mereka berbeda ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minal aidzin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan batin 🙏

Maafkan aku karena cerita ini masih banyak kekurangan, terimakasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini...

Thank you 🤍

FIRST LOVE // 02 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang