36 ~

143 5 0
                                    

Bianca menyeringai saat melihat wajah ketakutan juga kemarahan Jelita. Sungguh, Bianca merasa senang melihat hal itu.

"Bianca... Please... Jangan sakiti anak gue.." Air mata mengalir membasahi pipi Jelita kala melihat pisau di dekat leher Rafa yang sedang tertidur di gendongan Bianca. Tapi, Jelita berusaha untuk tenang setelah melihat kode bodyguardnya di balik jendela kamarnya. Ia hanya berharap Rafanya tidak kembali terluka.

"Jelita... Jelita..." Bianca tampak membuang pisau di tangannya kemudian menempelkan tangannya pada leher Rafa. "Lo tau? Dulu karena ibu lo, mama gue pergi. Dan sekarang karena lo, kasih sayang papa ke gue terbagi. Ah, nggak! Lebih tepatnya papa sekarang lebih sayang sama anak haramnya di banding gue!" Bianca menatap tajam Jelita.

"Lo salahin gue dan nyokap gue dengan apa yang terjadi dalam kehidupan lo?" Jelita mulai melangkah pelan ke arah Bianca. "Kenapa lo nggak salahin bokap lo? Harusnya lo salahin dia! Dia yang buat gue dan kehidupan lo hancur!" Teriak Jelita. Benar. Pria yang sayangnya ayah kandungnya itu yang harus di salahkan. Ia kembali mengingat buku harian ibunya yang ia baca seminggu lalu.

Di buku itu tertulis jika ayah kandungnya tak sengaja menodai ibunya karena frustasi tak bisa membatalkan pernikahan yang di atur oleh keluarganya dan sang ibu yang ingin mengakhiri hubungan mereka. Tak hanya itu, sang ayah sempat mengurung sang ibu selama satu bulan. Hingga, tiga bulan kemudian ibu Bianca datang ke rumah ibunya berada. Bukan untuk mengancam tapi membantu ibunya untuk pergi dari sang ayah.

Bianca tampak terdiam mendengar cerita yang belum ia dengar. Jelita menceritakan apa yang terjadi pada ibunya. Kini Jelita sudah berada dua langkah di hadapan Bianca. Wanita itu menatap bodyguard yang sudah melumpuhkan beberapa orang yang di bawa Bianca serta Jovita yang kini sudah berada di tangan bodyguard perempuannya.

Dengan cepat Jelita merebut Rafa dan mendorong Bianca, membuat gadis itu terjatuh dan segera di tangkap oleh salah satu bodyguard yang memang berada di belakang Bianca.
Suara tangisan Rafa terdengar. Jelita mengecup wajah Rafa kemudian membalikkan tubuhnya.

Deg!

Betapa terkejutnya ia saat melihat sang ibu juga ayahnya berada di ambang pintu tengah menatapnya dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Kamu baik-baik aja?" Alano yang memang sudah berada di sana segera mendekati Jelita dan memeluk wanitanya beserta anaknya. Jelita tersadar dari keterkejutannya saat merasakan pelukan di tubuhnya.

"Ayo." Jelita hanya mengikuti Alano yang kini merangkulnya dan membawanya keluar kamar menuju ruang keluarga.

Kini semua sudah duduk di sofa yang berada di ruang keluarga. Jelita duduk di apit oleh calon ibu mertuanya dengan Ren yang berada di samping wanita paruh baya itu dan Alano yang kini menggendong Rafa. Sedangkan kedua orang tua Jelita dudu di hadapan mereka dengan Bianca dan Jovita yang berdiri di belakang kedua paruh baya itu.

"Saya menerima bukti dari Nevan jika Bianca bukan hanya kali ini saja berusaha melukai Jelita dan Rafa." Ren mengeluarkan amplop berwarna coklat dari saku jasnya dan meletakkannya di meja.

"Maksud anda?" Brian melirik sekilas Bianca dan kembali menatap Ren.

"Ini bukti jika Bianca yang menyuruh seseorang untuk menabrak Jelita dan seorang suster yang melepas oksigen Rafa adalah Jovita." Semua terkejut mendengar hal itu. Brian segera membuka amplop itu dan melihat beberapa foto Bianca yang sedang memberikan uang pada pria dengan pakaian serba hitam. Tidak hanya itu, Brian juga menekan alat perekam suara yang berada di amplop itu. Terdengar suara gaduh serta suara Bianca dan Jovita yang merencanakan hal jahat untuk Jelita dan Rafa.

"Bianca, Vita! Apa yang kalian lakukan?!" Pria paruh baya itu menatap tajam dua gadis di belakangnya. Brian tentu saja marah. Anak dan keponakannya dengan teganya ingin mencelakai anaknya yang baru ia ketahui keberadaannya beberapa minggu ini serta cucunya... Bahkan dia kehilangan satu cucu karena ulah anaknya, Bianca. Brian berusaha untuk menenangkan dirinya dan kembali menatap ke depan.

FIRST LOVE // 02 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang