Tanah luas yang berisi beberapa gundukan dengan nisan di atasnya menjadi pemandangan beberapa orang yang baru saja menginjakkan kakinya ke tempat itu. Termasuk Kay. Gadis yang memakai pakaian serba hitam itu melangkah mendekati dua orang lelaki yang sedang berjongkok di sebuah gundukan yang masih basah. Nay, Alana, dan Arion berjalan di belakangnya dengan pakaian yang sama seperti Kay. Setelah sampai mereka pun ikut berjongkok bersama dua lelaki itu.
"Gavin." Panggil Kay pada lelaki yang terus mengeluarkan air mata tapi tanpa terisak sembari menatap nisan di hadapannya. "Kami turut berdukacita. Semoga ibu mu tenang dia atas sana." Lanjut Kay saat tak mendapat respon apapun dari Gavin.
Mereka berempat pun melantunkan doa dan memberi kata-kata semangat untuk Gavin. Dan Gavin, lelaki itu mengangguk dan mengucapkan terimakasih.
Setelah beberapa saat, Nay dan Arion pun pamit pergi. Sedangkan Kay masih ingin disana dengan Alana yang menemaninya.
"Kalian pulang aja. Gue masih ingin disini." Lirih Gavin yang kini sudah berhenti menangis.
Kay menatap Jovan dan lelaki itu mengangguk. Jovan mengerti, Gavin butuh waktu untuk sendiri dan menerima semuanya. Maka dari itu Jovan berdiri dan membantu Kay untuk berdiri juga."Kita akan nunggu lo di parkiran." Setelah itu Jovan dan Kay pergi sedangkan Alana masih terdiam di tempatnya dan memberi kode untuk keduanya pergi terlebih dahulu.
"Kalau lo mau nangis lagi, nangis aja sepuas lo. Di sini cuma ada gue sama lo." Alana menepuk bahu Gavin yang berada di sampingnya. Seketika tangisan Gavin tumpah, kini di iringi isakan.
Alana yang melihat itu segera menepuk-nepuk pelan bahu lelaki itu. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menguatkan lelaki itu. Mereka bahkan baru bertemu beberapa jam yang lalu.
Tiba-tiba saja lelaki itu menarik Alana masuk kedalam dekapannya dan menumpukan dagunya di bahu gadis itu. Alana tentu saja terkejut dengan tindakan lelaki itu. Ingin melepaskan dekapan Gavin, tetapi tak ia lakukan karena lelaki itu semakin terisak dan mengeluarkan semua kesedihannya. Alana menghela napasnya kemudian menepuk-nepuk pelan punggung lelaki itu.
"Lo nggak sendirian. Disini ada Jovan, keluarga Jovan, ada gue dan teman-teman yang lain. Jangan ngomong kalau lo sendirian di dunia ini." ujar Alana saat lelaki itu berkata dia sendirian di dunia ini setelah kepergian ibunya.
Jelita terduduk di tangga teras rumahnya dengan tangan yang terangkat untuk merasakan air hujan yang mengguyur bumi hari ini. Hari sudah malam dan dirinya tidak bisa memejamkan mata. Sudah berbagai cara ia lakukan agar mengantuk. Mulai dari membaca buku, berhitung, dan terakhir berjalan-jalan ke setiap sudut rumahnya. Tetapi tetap saja, kantuk tak hadir sehingga ia berakhir di teras rumahnya memandangi langit malam yang menurunkan hujan.
"Bima..." Lirih Jelita saat mengingat Bima yang tidak muncul atau menghubungi siapapun selama dua Minggu ini. Lelaki itu menghilang begitu saja.
"Lo dimana Bim..." Jelita menghela napasnya. Jujur saja ia merindukan lelaki itu. Selama beberapa bulan, Bima selalu ada di dekatnya dan saat lelaki itu hilang, dirinya merasa kesepian. Ia seperti sudah terbiasa dengan hadirnya lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE // 02 LINE
FanfictionLOVE/1 Cinta pertama memang indah tapi sulit untuk bersama. Banyak rintangan yang harus di hadapi hingga berujung kebahagiaan ataupun kesedihan. __ Kay mencintai Jovan. Tapi Jovan tampak tak peduli dengan apa yang Kay lakukan untuk mendapatkan lela...