22 ~ Mall

66 7 0
                                    

"Maaf, tapi Jelita nggak bisa terima lamaran ini." ujar Jelita memecah keheningan yang terjadi di ruang tamu kediaman Xavier. Disana terdapat keluarga Double A, ibu Jelita, dan tentu saja tuan rumah, keluarga Xavier.

"Apa alasan lo nolak lamaran ini?" tanya Alano menuntut jawaban dari Jelita. Lelaki itu tampak menahan amarahnya saat mendengar penolakan ini. Alano tahu jika hal ini akan terjadi, tetapi seharusnya wanita hamil itu menerima lamarannya. Dengan begitu, Jelita tak akan menerima cemoohan dari orang-orang karena hamil di luar nikah dan reputasi keluarganya akan terjaga.

"Alasan? Seharusnya lo tau alasan gue nolak." Jelita menatap tajam Alano. Tidak kah lelaki itu berpikir bahwa apa yang dilakukannya pada Jelita adalah hal sulit di maafkan? Ah, lelaki itu bahkan tak mengucapkan kata maaf sekali pun saat kejadian itu terjadi. Dan dengan tidak tahu malunya, dia melamar Jelita saat tahu wanita itu hamil anaknya. Bukankah seharusnya lelaki itu bertanggung jawab saat hari dimana kehormatan Jelita terenggut. Tetapi apa? Alano malah menghina Jelita.

"Jel--"

"Dengar..." Jelita memotong ucapan Alano. "Gue muak lihat wajah lo yang sama sekali nggak nunjukin rasa bersalah. Saat lo ketemu gue pun setelah kejadian itu, lo nggak pernah ucapin kata maaf sama sekali. Ya... itu bagus sih, karena dengan itu gue nggak perlu maafin lo." Setelah mengatakan itu, Jelita berjalan menuju bangunan berisi dua kamar yang berada di samping kiri mansion.

Bangunan itu sengaja di buat untuk tempat beristirahat Jelita dan Acha jika menginap di sana. Bangunan itu di buat saat Jelita masih berada dalam kandungan sebelum akhirnya pindah ke perumahan yang berada di pusat kota.

Kay yang melihat itu segera menyusul Jelita dengan bantuan tongkat untuk menahan keseimbangannya. Tiga hari yang lalu, gadis itu baru saja keluar dari rumah sakit. Sebenarnya Kay memaksa ingin pulang karena tidak betah berlama-lama di rumah sakit.

"Jeli..." Kay duduk di samping Jelita yang sedang menatap taman bunga dari jendela kamarnya.

"Kay, harusnya lo jangan banyak gerak." Jelita membantu Kay untuk menyamankan duduknya.

"Kay tau Jeli nggak bakal semudah itu untuk menerimanya. Ya... Perbuatan Alano emang nggak bisa semudah itu untuk di maafkan dan Alano juga nggak pernah ucapin kata maaf. Tapi Jel..." Kay menghela napasnya kemudian melanjutkan ucapannya. "Jika Alano dengan tulus minta maaf ke Jeli dan memang benar-benar ingin bertanggung jawab, apa Jeli akan mempertimbangkannya?" Jelita terdiam kemudian kembali menatap keluar jendela.

"Tergantung seberapa tulus dia sama gue. Gue nggak mau dia hanya bertanggung jawab karena gue hamil anaknya. Kalau itu terjadi, gimana kedepannya kehidupan yang akan gue jalani jika nikah sama dia yang hanya bertanggung jawab ke anaknya aja?" Jelita terdiam sejenak. "Dia bisa aja ceraikan gue saat anaknya lahir. Lo tau, gue ingin nikah sekali seumur hidup dengan orang yang benar-benar menerima gue apa adanya dan menyayangi juga menghormati nyokap gue. Itu impian gue." Kay mengusap pelan bahu wanita hamil itu.

"Kay ngerti. Semoga impian Jeli segera terkabul."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FIRST LOVE // 02 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang