33 ~

59 3 0
                                    

"Ponakan gue lucu kan?" tanya Alana pada Gavin yang berada di sampingnya. Mereka kini sedang berada di depan jendela ruangan yang berisi beberapa inkubator. Salah satu inkubator itu berisi seorang bayi dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya.

"Hm... Ponakan lo lucu." jawab Gavin sembari melihat bayi yang tak lain adalah Rafandra itu dengan tatapan sedih. Ia teringat dengan sang ibu setelah melihat alat-alat penunjang hidup itu. Gavin menghela napasnya kemudian membalikkan badannya dan mendongakkan kepalanya ke atas berharap air mata tak akan keluar. Ia merindukan ibunya.

Alana yang melihat Gavin segera ikut membalikkan badan dan menepuk pelan bahu lelaki itu.

"Gav..." Gavin menoleh. Lelaki itu memberikan senyuman seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Alana hanya bisa membalas senyuman Gavin kemudian mengajak lelaki itu untuk berpamitan pada Jelita dan Alano karena mereka harus kembali ke kampus. Siang ini mereka ada kelas.

"Serius nggak apa-apa? Aku sedikit nggak tenang ninggalin kalian." Suara itu yang pertama kali Alana dan Gavin dengar saat memasuki ruang rawat Jelita.

"Ada apa?" tanya Alana yang membuat kedua pasangan itu menoleh.

"Alano harus ke kantor untuk ikut Om Ren rapat." jawab Jelita.

"Terus siapa yang jaga lo? Gue sama Gavin ada kelas siang ini. Apa gue nggak perlu masuk?"

"Hei! Jangan coba-coba bolos lo ya! Udah nggak apa-apa, kalian pergi aja. Lagi pula ada beberapa bodyguard Om Dev di depan rumah sakit, kalau gue butuh sesuatu pun tinggal panggil mereka atau suster." Si kembar dan Gavin saling menatap kemudian mengangguk.

Cup!

Jelita tersenyum saat Alano mengecup keningnya.

"Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku atau yang lain." Jelita mengangguk. Ketiganya pun berpamitan dan pergi meninggalkan Jelita yang terduduk di atas ranjang rumah sakit.

Jelita melihat setiap sudut ruangan yang di tempatinya. Ia bosan. Ingin melihat anaknya tetapi ia masih harus di bantu untuk berjalan bahkan berdiri. Wanita itu pun mengambil ponselnya dan menekan salah satu nomor bodyguard wanita yang berjaga di depan rumah sakit.

"Halo nona, apa ada yang bisa saya bantu?"

"Bisa kau membantu ku untuk melihat Rafa?"

"Tentu saja nona, saya akan segera kesana."

"Terimakasih."

Jelita pun mematikan sambungan dam menunggu bodyguard itu. Tak lama kemudian wanita dengan pakaian serba hitam datang dan membantunya untuk duduk di kursi roda kemudian mereka menuju ruang dimana anak Jelita di rawat.

"Wah... Anak nona sangat tampan."

"Ya, dia mirip Alano."

Keduanya hanya memperhatikan Rafa dan seorang suster yang sedang memeriksa alat-alat penunjang hidup di tubuh anaknya.

Hingga tiba-tiba tatapan keduanya membulat saat sang suster mencabut selang oksigen. Sang bodyguard segera menghampiri pintu ruangan itu dan Jelita berteriak memanggil Dokter.

Sang pelaku segera menoleh dan membulatkan matanya terkejut. Dia terlihat ketakutan dan terlihat melirik ke sekitarnya. Berusaha mencari jalan keluar.

Dugh! Dugh!

"Sial! Pintunya terkunci!" Geram sang bodyguard. Dia pun berusaha mendobraknya sembari memberi tahu rekannya melalui earpiece. Tak lama kemudian datang beberapa orang berpakaian hitam juga terdapat orang dengan seragam khas Dokter.

"Ada apa?"

"Tuan kecil! Seorang suster melepas oksigennya." Sang bodyguard wanita segera menghampiri Jelita yang menunjukkan raut ketakutan dan membiarkan rekannya mendobrak pintu ruangan itu.

FIRST LOVE // 02 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang