Nay mengepalkan tangannya saat melihat video yang di kirim oleh kakaknya, Nevan. Wajah gadis itu tampak memerah saat tahu siapa lelaki yang membuat sahabatnya terluka. Bukan hanya luka fisik tapi mental juga.
"Alano sialan! Gue nggak bakal biarin lo hidup dengan tenang!" Nay segera bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Kay yang baru saja selesai memakan sarapannya.
"Nay!" Panggil Kay, tapi kembarannya itu tetap pergi keluar dari kantin rumah sakit.
"Nyebelin banget sih!" Gerutu Kay sembari menyusul Nay setelah membayar makanannya juga Nay.
"Nay! Berhenti! Kay bilang berhenti sekarang Nay!" Teriak Kay. Nay pun berhenti dan berbalik menatap kembarannya.
"Nay kenapa? Ada apa sama Alano? Kenapa Nay mau bun--"
"Dia cowok brengsek yang buat Jeli terluka!" Kay terkejut.
"A...apa... Alano..."
"Ya! Dan gue nggak bakal biarin hidup bebas setelah apa yang dia lakuin ke Jelita!" Nay kembali melangkah kakinya keluar rumah sakit. Ia akan pergi menemui Alano dan menghabisi lelaki brengsek itu.
"Nay! Jangan pergi dalam keadaan marah kayak gini!" Kay mencekal lengan Nay.
"Kita harus berpikir dengan kepala dingin Nay. Kekerasan nggak akan menyelesaikan masalah." Kay berusaha menenangkan kembarannya. Nay terdiam. Ya, kekerasan memang tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi dengan hukum yang berlaku, bisa di selesaikan kan? Alano sudah mengatakan bahwa dia tak akan bertanggung jawab. Jadi biarkan hukum yang menyelesaikannya.
"Gue bakal lapor polisi."
"Nggak Nay! Kita harus diskusi dulu dengan Jelita. Dan, apa Nay nggak kasihan sama keluarga Rain? Reputasi keluarga mereka akan hancur. Menurut Kay lebih baik selesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Kay yakin keluarga Rain nggak akan biarin hal ini terjadi begitu saja. Mereka pasti akan memaksa Alano untuk tanggung jawab demi Jelita dan nama baik keluarganya." Nay menghela napasnya pelan kemudian mengangguk.
"Oke, tapi gue akan tetap hajar cowok brengsek i--"
"Nay! Kay! Jelita hilang!" Teriakkan dari dalam rumah sakit membuat kedua gadis itu terkejut.
Setengah jam yang lalu...
"Jelita..." Bima memegang bahu wanita itu yang tampak melamun saat mereka tiba di taman rumah sakit. Sebenarnya wanita itu sering melamun semenjak sadar kemarin. Wanita yang selalu mencairkan suasana itu kini hanya diam dengan pandangan kosong.
"Bawa gue pergi Bim... Gue nggak bisa kalau harus lihat Mama nangis dan kecewa sama gue. Gue ingin pergi..." Bima kini menumpukan lututnya di atas rumput taman. Kini ia berhadapan dengan Jelita yang masih nampak pucat. Lelaki itu memegang kedua tangan Jelita.
"Jel..."
"Kalau gue tetap di kota ini, kemungkinan besar gue akan ketemu cowok brengsek itu Bim... Tolong... Bawa gue pergi... Gue mohon..." Ini adalah kalimat terpanjang Jelita sejak sadar dari tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE // 02 LINE
FanfictionLOVE/1 Cinta pertama memang indah tapi sulit untuk bersama. Banyak rintangan yang harus di hadapi hingga berujung kebahagiaan ataupun kesedihan. __ Kay mencintai Jovan. Tapi Jovan tampak tak peduli dengan apa yang Kay lakukan untuk mendapatkan lela...