28. SIAPA ALEXANDER?

982 129 81
                                    

Zahra menata makanan di dalam rantang putih bermotif bunga. Perempuan itu berniat untuk menjenguk Aisyah sekalian membawakan Albara bekal, karena dari kemarin laki-laki itu belum makan.

Setelah selesai, wanita itu langsung beranjak keluar, sebelum nya Zahra sudah memesan taksi online. Perempuan itu berjalan menghampiri taksi yang sudah menunggu nya di depan gerbang rumah.

"Ke rumah sakit Cempaka putih nggeh pak"

Supir taksi tersebut mengangguk, "siap neng"

Zahra duduk di bangku belakang sambil membuka ponsel nya, melihat apakah ada pesan dari Albara? Kosong, tidak ada satu pun pesan masuk dari laki-laki itu padahal status nya online.

Zahra: kang, kulo sedang perjalanan ke rumah sakit, tak bawakan makanan kesukaan njenengan.

5 menit.

10 menit.

Bahkan hampir lima belas menit, tidak ada jawaban apapun dari Albara. Zahra menatap ponsel nya, hampa. Semangat yang ia bangun sejak pagi perlahan retak, semoga saja saat sampai di rumah sakit semangat nya tidak pecah.

"Mungkin kang Bara sibuk" gumam Zahra.

***

RS. Cempaka Putih.

Zahra berjalan menyusuri gedung rumah sakit tersebut, menuju ke ruangan 54 sesuai yang di tunjukkan suster.

Jantung Zahra seakan mau meledak, melihat pemandangan di depan mata nya. Mendadak tubuh nya terasa berat untuk di gerakkan, air mata nya mengalir sendiri dari sumber nya, demi apapun hati Zahra rasanya seperti di tusuk belati tajam bahkan lebih dari itu.

Wanita bergamis abu-abu tua dengan jilbab hitam tersebut, menangis tanpa suara di depan pintu ruangan 54. Bagaimana tidak? Laki-laki yang berdalih mencintai nya seorang, kini mencium berkali-kali tangan perempuan yang terbaring lemah di atas blankar.

Zahra mengusap perut nya, "nggak apa-apa, kita masuk saja ya, Gio? Kasihan ayah kamu belum makan dari kemarin" monolog nya sendiri.

Zahra menghapus bersih sisa air mata nya, lalu mengetuk pintu dan mengucap salam. Tidak ada jawaban dari dalam ruangan, perempuan itu memutuskan untuk masuk saja, toh di dalam ada suami nya bukan orang lain.

"Kang Bara," Zahra menepuk pelan bahu Albara membuat laki-laki itu menoleh ke belakang. Perempuan itu tersenyum ramah, namun Albara hanya menunjukkan wajah datar nya.

"Ngapain kesini?"

Deg!

Zahra tersenyum paksa, "ini kang, tak bawakan bekal kesukaan njenengan. Kan kemarin njenengan belum makan"

"Bawa pulang aja, gue nggak nafsu" jawab Albara, malas. Dia tidak tahu, dampak dari perkataan nya itu membuat hati Zahra sakit tiada tara.

"Tapi kang, njenengan kan belum makan dari kemarin. Makan sebentar saja ya? Nanti njenengan sakit kalo telat makan" tutur Zahra, lembut.

"Ck, maksa banget sih! Gue bilang nggak ya nggak! Siapa sih yang suruh lo repot-repot bawa bekal kesini segala? Ngerusak mood!"

Air mata Zahra seketika mengalir deras, mata nya menatap sayu ke arah laki-laki yang berdiri di depan nya, "kulo cuma nggak mau njenengan sakit kang, ngapunten kalo merusak mood njenengan"

"Nggak usah nangis, gitu aja kok nangis. Cengeng banget sih" decak Albara, kesal.

Zahra mengusap air mata nya, sedangkan Albara kembali duduk dan menatap lekat wajah cantik perempuan yang tengah terbaring lemah tersebut. "Aisyah belum sadar ya kang?"

"Mata lo buta? Udah tau belum sadar pake tanya lagi. Berisik tau nggak"

Zahra memejamkan mata, merasakan nyeri yang menjalar dalam dada nya. Air mata nya kembali jatuh, tidak tau kah Albara kalau saat ini diri nya sedang cemburu? Ah, mana mungkin!

Tidak ingin berlama-lama, Zahra pun pamit pulang, "kulo pulang dulu nggeh kang? Njenengan jangan lupa makan dan sholat. Ini bekal nya tak taruh nakas, nanti kalau njenengan pulang, rantang nya jangan lupa di bawa"

"Hm"

"Assalamualaikum" Zahra mencium tangan Albara dengan takzim, jika biasanya laki-laki itu akan mengecup kening nya, namun kali ini hal tersebut tidak berlaku.

"Waalaikumussalam" jawab nya.

***

Zahra menangis di sepanjang jalan, ia kira Albara akan berbalik dan mengantar nya pulang. Namun, itu hanya kira-kira tak mungkin menjadi nyata. Tendangan Gio dalam perut nya, membuat Zahra tersadar akan kenyataan.

Perempuan itu mengelus perut, bayi dalam rahim nya yang akhir-akhir ini aktif menendang. Senyuman Zahra terbit, ia senang merasakan bayi nya aktif, hanya Gio satu-satu nya penyemangat yang Zahra miliki.

"Gio lapar ya? Kita makan di warung sana ya?"

Tiba-tiba..

TIN!

Zahra menoleh kebelakang, nampak sebuah mobil sport mewah berhenti di belakang nya. Tak lama kemudian, turunlah seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi dan kacamata hitam yang bertengger di hidung nya.

Zahra mengernyit, dia tidak asing dengan pria tersebut. Tapi dimana ia bertemu?

Pria tersebut melepas kacamata yang ia kenakan, iris biru laut menyorot ke arah Zahra. Sedangkan perempuan itu masih diam ditempat sambil mengingat-ingat pria di depan nya.

"Kamu anak muda yang waktu itu?" Pertanyaan tersebut membuyarkan lamunan Zahra.

Wanita itu mendongak, "anda..."

"Pak Alex?"

Pria itu mengangguk, sekilas pandangan mata nya turun menatap perut Zahra yang membesar kemudian naik kembali menatap perempuan tersebut, "apakah kau tidak membawa kendaraan?"

Zahra menggeleng sebagai jawaban.

"Kalau begitu saya antar kamu ke rumah. Saya yakin kamu akan capek karena kamu sedang hamil tua"

"Terima kasih pak, tapi saya rasa itu tidak perlu" tolak Zahra, halus.

"Wajah kamu terlihat sedikit pucat. Ayo saya antar pulang, kamu tidak perlu khawatir saya bukan orang jahat"

"Tidak perlu pak, nanti merepotkan anda" tolak nya lagi.

"Kasihan bayi yang ada dalam perut kamu, nak. Dan kelihatan nya kamu juga belum sarapan pagi. Ikutlah ke rumah saya, di sana banyak makanan yang berkhasiat untuk ibu hamil"

"Tapi--"

"Jangan keras kepala, nak. Pikirkan bayi mu"

Zahra bingung, baru pertama kali ini dia bertemu dengan seseorang yang sangat peduli dengan nya, pria paruh baya di depan nya ini hampir sama dengan Yanto-ayah angkat Zahra.

"Baiklah pak, terima kasih atas bantuan nya"

Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit, akhir nya sampailah Zahra di sebuah rumah megah dan mewah yang pasti nya bagunan tersebut milik pria paruh baya yang sedang mengemudikan mobil nya.

"Makan lah yang banyak, di rumah ini banyak makanan yang bagus untuk ibu hamil" ujar Tn. Alex setelah keluar dari dalam mobil. Sepuluh orang pelayan langsung menayambut kedatangan Tuan nya.

"Kalian kembali lah bekerja, anak muda ini biar sama saya"

"Siap Tuan." Seusai kepergian sepuluh pelayan tersebut, Zahra mulai masuk kedalam rumah mewah itu bersama Alexander pasti nya.

Zahra tertegun melihat bermacam-macam senjata seperti pistol dan sejenis nya, dari ukuran kecil hingga terbesar berjejer rapi di tembok ruangan. Entah itu pistol mainan atau pistol sungguhan, Zahra tidak tau.

Untuk apa senjata sebanyak ini? Pikir Zahra.

Siapa sebenarnya Tuan Alexander?

***

SPAM 50 KOMENTAR!

ALBARA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang