"Huek..huek"
Albara terjaga karena mendengar suara itu dari sebelah kamar nya. Ia menyikap selimut nya, lalu berjalan menuju kamar Zahra. Tanpa permisi, Albara langsung masuk ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu.
"Masih mual?"
Zahra berjingkat kaget, "astagfirullah, njenengan sejak kapan berdiri di situ kang?"
Albara tidak mengidahkan pertanyaan Zahra yang menurut nya tidak penting. Laki-laki itu berjalan mendekat, satu tangan nya menyentuh perut rata milik Zahra, sedang yang satu nya merangkul pundak gadis itu.
Zahra terkejut akan perlakuan Albara, kedua tangan Zahra terangkat, memegang tangan besar laki-laki itu yang mengusap lembut perut rata nya.
"Gue buatin air lemon hangat ya, biar gak mual?"
"Ta-tapi, njenengan mboten capek tah kang? Kan baru pulang kerja"
"Nggak. Ayo ke dapur" Albara menuntun pelan gadis itu, padahal Zahra tidak sakit kaki. Dia hanya mual.
Zahra bingung dengan perubahan sikap Albara. Sejak kapan laki-laki dingin itu berubah menjadi seseorang cowok yang lembut, penyayang, dan perhatian? Entah malaikat apa yang merasuki jiwa nya.
"Kang, perasaan di rumah nggak ada lemon deh" ujar Zahra sambil menatap Albara yang sejak tadi juga menatap nya.
"Tadi saat perjalanan pulang dari kantor, gue lihat ada yang jual lemon. Teringat lo yang mual-mual terus, ya sudah gue belikan lemon sekalian sama mangga muda nya"
Senyuman Zahra langsung merekah. Ini adalah awal yang baik untuk rumah tangga nya, Zahra yakin hati batu laki-laki itu, bisa luluh seiring berjalan nya waktu. Dan waktu itu telah tiba.
"Duduk di sini, biar gue buatin" Albara mengusap rambut panjang Zahra, lalu mengecup lembut puncak kepala gadis itu. Jantung Zahra seakan-akan hampir copot dari tempat nya.
Gadis itu berkali-kali mencubit pipi nya sendiri, ini bukan mimpi, ini nyata. Albara benar-benar luluh dan berubah 180 derajat dari sikap sebelum nya.
Zahra menetralkan nafas saat Albara berjalan menghampiri diri nya. Gadis itu selalu menjaga sikap agar tetap sopan di depan suami apapun yang terjadi. Karena memang hal tersebut yang selalu di ajarkan kepada nya.
"Nih, minum dulu biar nggak mual-mual lagi" Albara menyodorkan minuman itu pada Zahra, lalu duduk di kursi sebelah nya.
"Nggeh, terima kasih kang" Zahra meneguk nya sampai tandas, tidak lupa membaca basmallah.
"Gimana? Enak nggak?"
"Alhamdulillah. Enak kang, manis-manis asam. Njenengan tidur saja, ini biar kulo yang bersihin" Zahra bangkit dari kursi nya, namun tiba-tiba Albara menarik tangan nya, membuat gadis itu menoleh.
Laki-laki itu mengambil alih galas di tangan Zahra, "malam ini, lo tidur di kamar gue"
"Tapi kang--"
"Nggak baik nolak perintah suami"
***
"Halo, Ma?"
"Bara, Bi Tutik pulang kampung, saudara nya sakit. Mama sendirian nih, kamu dan Zahra seminggu ini nginep ya di rumah Mama"
Senyuman Albara tiba-tiba merekah, entah apa yang sedang ia pikirkan, "emang Alana nggak ada di sana?"
"Alana ke Amerika, ada pertukaran pelajar. Papa kamu baru saja ke Bandung. Mama sendirian tau di rumah. Kamu kesini sekarang ya Bara."
"Bara mau ke kantor Ma, urusan kemarin malam belu--"
"Jadi kamu lebih mentingin kantor dari pada Mama?!"
"Bukan gitu maksud Bara, Ma. Ini kan, Bara mau ke kantor, ada urusan penting. Jadi, Bara nggak bisa nemenin Mama untuk saat ini, tapi ada Zahra kok. Nanti, Bara akan antar Zahra ke rumah Mama sebelum berangkat ke kantor" jelas cowok itu sambil mengusap dada.
"Ya sudah cepetan ya!"
"Iya, Ma"
"Eh iya, tapi kalian mau kan, nginep di rumah Mama selama seminggu?"
"Iya Ma, Bara dan Zahra bakal nginep di sana"
"Baiklah. Anak batu Mama, sudah lumayan pintar sekarang"
Albara mendengus, "kalo gitu Albara tutup ya, Ma. Mau siap-siap"
"Ya"
"Kenapa dengan Mama kang?"
Albara mendongak menatap Zahra, "lo siap-siap sekarang. Seminggu ini, kita nginep di rumah Mama. Mama kesepian karena Bi Tutik pulang kampung, Papa ke Bandung, dan Alana pertukaran pelajar ke Amerika"
"Nggeh kang, kulo tak siap-siap sekarang"
"Ra,"
Zahra kembali berbalik menatap laki-laki itu, "Nggeh, kenapa kang?"
"Jangan lupa, bawa sampo Zwitsal yang ada di kamar mandi lo itu"
Zahra mengernyit bingung, "loh kenapa di bawa kang?"
"Karena gue suka wangi bayi di rambut lo"
Deg!
***
"Zahra, sini deh. Mama ada sesuatu buat kamu"
Zahra berjalan menghampiri wanita paruh baya itu, "nggeh Ma? Sesuatu apa?" Tanya gadis itu bingung.
"Sesuatu yang sangat bersejarah lah, Ra."
"Sesuatu yang sangat bersejarah?" Beo Zahra, bingung.
"Ayo ikut Mama," Diana menarik tangan Zahra, berjalan menuju kamar wanita itu.
Diana membuka lemari yang ada di ujung ruangan, sedangkan Zahra duduk di pinggiran kasur sesuai perintah sang Mama. Tak lama kemudian, wanita paruh baya itu berjalan dengan setumpuk kain di tangan nya.
"Itu apa Ma?" Tanya Zahra, penasaran.
Diana tersenyum lebar, lalu membeber kain yang dia bawa, "ini itu daster Zahra. Dulu, setelah Mama menikah sama Papa kamu, Mama selalu pake ini setiap malam"
"Kalo pake itu, apa Mama mboten masuk angin?" Tanya Zahra sambil menunjuk daster tanpa lengan tersebut.
"Nggak lah, Zahra. Daster ini banyak kasiat nya tau, kamu harus coba pokok nya. Daster ini sangat bersejarah"
"Kasiat nya apa Ma?"
"I-iya kamu rasakan saja sendiri. Kasiat nya nggak main-main loh Zahra, dosa kamu bisa rontok dan bikin seluruh anggota keluarga bahagia" jelas Diana sambil tersenyum lebar.
"Beneran Ma? Tapi, bagaimana cara nya?"
"Kamu tinggal pake aja setiap malam, tapi jangan langsung tidur, tunggu Albara pulang"
"Terus Zahra harus ngapain lagi Ma?"
Diana tersenyum senang, ternyata ini sangat mudah dari apa yang dia bayangkan. Wanita paruh baya itu, menjentikkan jari nya, "ayo ikut Mama ke dapur, Mama buatkan jamu buat kamu"
"Jamu apa Ma?"
"Jamu ini sangat berkasiat Zahra. Kalo kamu nurut sama semua kata Mama, Insya Allah berkah. Jadi, kamu nurut saja ya?"
"Enggeh Ma, Zahra bakal nurut sama Mama" ucap gadis itu seraya tersenyum.
Diana tersenyum senang, sebentar lagi dia akan segera menimang cucu.
***
SPAM 35 COMMENT FOR NEXT PART!
SEMANGAT SPAM, wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARA✔
Teen Fiction● SPIN OFF ARSENIO ● "𝚃𝚎𝚛𝚗𝚢𝚊𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚗𝚊𝚛 𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚝𝚊 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐-𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐. 𝙼𝚎𝚗𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊𝚒 𝚜𝚎𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚑𝚊𝚛𝚊𝚙𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚑𝚊𝚍𝚒𝚛𝚊𝚗 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚒𝚝𝚞 𝚜𝚊𝚔𝚒𝚝."-𝓝𝓪𝓯𝓲𝓼𝓪 𝓐𝔃-𝓩𝓪𝓱𝓻𝓪. L...