40 || Ketulusan

180 36 0
                                    

❃❃❃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❃❃❃

MIMPI itu kembali menghampiri Leora, membawanya ke istana tanpa nama yang sempat ia datangi dalam alam bawah sadar. Dia bisa merasakan wangi iris dan mawar yang memenuhi atmosfer di sekelilingnya. Tercium memikat dengan sentuhan laurel yang segar.

Sayup-sayup deting itu terdengar nyata, menggetarkan hati ketika dawainya ditarik kuat-kuat. Ketika dia hendak menuju ke sumber suaranya seperti sebelumnya, binatang berbulu emas itu tiba-tiba menghadang jalannya. Surai lebatnya digoyangkan dengan megah saat ia bangkit dari lantai, mendekati Leora dengan langkah yang perlahan.

Leora terhenti, merasa ciut oleh binatang yang ukurannya berkali-kali lipat lebih besar dari tubuhnya. Singa itu mengaum rendah sambil menunjukkan cakar tajamnya, perlahan semakin mendekat layaknya seorang raja yang penuh wibawa. Untung saja tidak ada bahaya menakutkan karena singa itu justru menggosok-gosokkan kepalanya kepada Leora.

Leora sedikit berjingkat, takut-takut untuk membelai bulunya yang tebal. Namun, hatinya merasa lebih tenang setelah menangkap kelembutan yang tersimpan di balik mata coklatnya yang besar. Dia kemudian mengelusnya lembut dengan hati yang tetap, memperlakukannya seperti kucing besar yang jinak. Saat mereka masih asyik bermain bersama, panggilan itu terdengar lebih nyata.

"Putri!"

Sedikit demi sedikit pancaindranya mulai kembali. Kesadaran Leora perlahan terbangun ketika sesuatu yang halus itu teraba di telapak kakinya. Dia kemudian membuka mata beratnya, melihat hewan kecil itu sudah menduduki kakinya.

"Selamat pagi, teman kecil. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Leora sambil mengelus pelan terwelu yang menggoyangkan kedua telinganya itu.

Dia kemudian beralih kepada Helota yang sudah menunggunya di sisi ranjang. "Putri, air mandinya sudah siap."

"Baiklah, siapkan pakaianku dan beberapa persembahan juga."

"Anda tidak ingin menemani Ratu Dimitra di aula?"

"Aku perlu melakukan sesuatu yang lebih penting daripada sekadar duduk tanpa kepastian," jawab Leora dengan senyum kecilnya lalu menggendong gemas terwelunya. "Kita akan jalan-jalan sebentar."

Cadmea memang kembali ramai sejak sayembara itu dimulai karena banyak pendatang yang penasaran dengan jalannya persaingan ini. Kira-kira siapa yang bisa menaklukkan singa itu dan memenangkan tangan putri Thebes? Mereka sangat menantikan jawaban itu meskipun harus memakan waktu yang cukup lama.

Hari berlalu dengan lambat. Setidaknya itulah yang Leora rasakan sejak para peserta sayembara berangkat ke Gunung Helikon. Sehari terasa seperti seminggu dan seminggu terasa seperti sebulan. Dia jadi tidak yakin bisa menghadapi sebulan yang akan terasa seperti setahun lamanya, apalagi dalam penantian yang belum jelas kabarnya. Meskipun demikian, dia harus melewati perjuangan yang berat ini untuk mereka.

Leora yang mengenakan himation biru itu berbaur dengan hiruk-pikuk pasar Thebes sambil menenteng sekeranjang delima. Beberapa dayang mengekor di belakangnya, memastikan mereka tidak kehilangan tuan putrinya di antara keramaian. Ketika ia melintasi kios-kios roti yang tercium harum di depan, langkahnya terhenti saat mendengar suara keributan. Terlihat di sana, seorang gadis kecil dengan rambut liar sedang dikerumuni oleh sekelompok wanita pasar yang berbicara dengan nada tinggi dan penuh tuduhan.

THE HEART OF PHOEBUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang