33. Bocah tampan

5.4K 591 116
                                    

Zero menggeram saat jemari Amora menyentuh rahangnya. Ia sangat menyukainya.

Cih, rasakan itu. Lagian mana mungkin dia jatuh cinta sama gue. Ketemu aja baru tadi pagi bruh monolognya.

Amora juga yakin kalau yang Zero rasakan adalah rasa obsesi. Obsesi huh? bulu kuduknya merinding.

"Aku sudah jatuh sejatuh jatuhnya padamu Amora. Aku jatuh cinta padamu, aku jatuh dalam pesonamu, aku jatuh dalam suara indahmu, aku jatuh dalam perlakuanmu saat ini."

"Gak mungkin Zero, kalau begitu kenapa kamu tidak merasakan apapun dengan perempuan diluar sana?"

"Entahlah, mereka hanyalah hama yang harus dibasmi. Kamu tahu? Mereka selalu mendekatiku bak lintah," ucapnya dengan jijik.

"Tapi kamu tidak mendekati aku seperti itu. Tapi justru aku yang akan mendekatimu, Amora." jelasnya.

"Berhenti membual Zero, aku tidak percaya apa yang kamu katakan. Jatuh cinta pandangan pertama? Cih, aku tidak percaya sama sekali. Tapi kalau kamu suka padaku aku percaya. Tapi kalau untuk cinta? No." jelas Amora seraya melepas tangannya dari wajah Zero.

Kedua mata Zero yang tadi menatap lembut Amora sekarang menatap tajam.

"Terserah padamu baby. Percaya atau tidaknya kamu, kamu tidak akan bisa keluar dari genggaman Zero Eskavander Romano. Kamu milikku, selamanya akan tetap seperti itu. Tidak akan ada yang bisa menjadi pendampingmu selain aku, baby." Zero berucap sambil mengelus rambut Amora dengan sayang.

Zero kembali memeluk Amora dan mencium wangi Amora dengan rakus.

Jadi gak ada celah buat gue kabur? Daddy? Mommy? batinnya sedih.

"Amora, aku ingin tidur temani ya?" ucapnya dengan nada anak kecil.

Amora melongo namun tak urung ia mengangguk.

"Baiklah ayo,"

Zero segera naik ke atas ranjang, diikuti Amora disebelahnya. Zero segera menelusupkan wajahnya ke leher Amora mencari kenyamanan disana.

Zero masih bergerak tidak nyaman. Ni orang et dah monolognya. Bagaimana tidak? Zero terus bergerak tidak mau berhenti.

"Emh, elus Mora.." rengeknya.

"Iya-iya."

Amora mengelus rambut halus nan lembut milik Zero. Zero mulai merasa nyaman, matanya sayu. Dan tidak lama Zero menuju alam mimpinya.

Amora terus mengelus kepala Zero. Setelah dirasa Zero tidak terusik, Amora bangun dan menyelimuti tubuh Zero dengan lembut.

Amora berdiri disisi ranjang menghadap Zero. Bila Amora perhatikan Zero tampan tidak, sangat tampan. Alisnya tebal dan rapi seperti disulam, hidungnya mancung, iris matanya sangat tajam saat sudah terbuka, mata hijaunya itu sangat nyaman untuk ditatap Amora. Jangan lupakan bulu mata lentiknya itu. Bibirnya tebal berwarna merah muda. Dan rahangnya sangat tegas. Definisi laki-laki sempurna.

Namun bagi Amora itu semua tidak ada apa-apanya kalau laki-laki itu tidak bisa menghargai wanita, selalu bermain wanita, ataupun gemar gonta-ganti wanita. Ewh.

Amora masih menatap Zero dari sisi ranjang. Tidak ada kemauan Amora untuk beranjak.

Zero Eskavander Romano. Nama itu yang mengklaim dirinya sebagai milik laki-laki itu.

Dibesarkan di Keluarga Romano tentu saja dia berkepribadian dingin, datar, kejam, irit bicara. Mau dilihat dari manapun sisi hangatnya kalah dengan sisi dinginnya.

Amora ♕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang