19. Brengsek

52.7K 3.3K 180
                                    

Tanggal merah, adalah salah satu hari yang paling ditunggu-tunggu oleh para pelajar dan pekerja. Karena selain saat weekend, saat tanggal merah lah mereka dapat berleha-leha.

Seperti hal nya Laura. Siang ini, Ia hanya mengenakan celana panjang dan hoodie yang senada, rambut nya di cepol asal, wajah nya pun polos, tanpa polesan apapun, kecuali lip tint sedikit, agar tidak terlihat pucat.

Kebetulan, hari ini, Bi Ijen pun libur, jadi tidak ada yang memasak di rumah, alhasil Laura memutuskan akan membeli makanan ringan dan mie instan ke supermarket dekat rumah.

"Sepi banget," gumam Laura.

Ini adalah hari libur, tapi jalan terasa sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Biasanya akan ada banyak orang ke luar untuk bersenang-senang.

Tanpa menghiraukan sekeliling nya, Laura mulai keluar dari kawasan komplek, Ia berjalan riang menelusuri jalan, seperti anak kecil yang disuruh membeli gula ke warung.

"LAURA!"

Deg. Sebuah suara yang memanggil namanya, berhasil membuat langkah Laura terhenti, gadis itu berdiri diam di sisi jalan yang sepi dan hening, Laura merasa familiar dengan suara tersebut.

Perlahan, Laura membalikkan tubuh nya ke belakang, kedua mata nya tiba-tiba membola, melihat sosok cowok yang baru saja turun dari motor nya, dan sekarang, cowok itu sedang berjalan mendekati dirinya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Kak Rigel?" gumam Laura terkejut.

"Hai, udah lama kita gak ketemu," sapa Rigel setelah berhadapan dengan Laura.

Yap, dia adalah Rigel, ketua geng Malvoska. Sahabat sekaligus partner Prince.

Rigel memang menyapa Laura, tapi kedua manik nya yang tajam, seperti tidak menyapa nya, melainkan seperti membakar Laura. Bagaimana tidak, Rigel menatap Laura seakan ada dendam yang belum juga terbalas.

"Kak Rigel ngapain di sini?" tanya Laura dengan nada terkejut.

"Ck, lo gak mau tau kabar gue?" decak Rigel.

"Gue tanya, Kakak kenapa di sini?"

"Masalah, kalau gue ada di sini?"

Bibir Laura terkatup, benar juga, Rigel berhak ada di sini, karena itu adalah jalan umum, bukan jalan pribadi. Tapi, yang membuat Laura heran, kenapa Rigel ada di kawasan komplek nya, sedangkan yang Ia tau, rumah Rigel itu sangat jauh dari sini.

"Kayak nya, omongan lo dulu itu cuma bullshit," kekeh Rigel dengan nada tajam.

"Maksud nya?" tanya Laura tidak mengerti.

"Jangan pura-pura gak ngerti," dengus Rigel.

Sorot mata Rigel tajam menatap Laura, Ia menatap gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki, Laura hanya memakai baju rumahan, tapi gadis itu masih terlihat cantik dan mempesona.

Melihat wajah bingung Laura, Rigel berdecak pelan. "Waktu itu, Lo bilang gak mau dulu pacaran."

Mengerti dengan arah pembicaraan Rigel, sontak Laura menelan ludah nya tanda sadar. Ia bahkan mengerjapkan mata nya beberapa kali, merasa terkejut.

"Dan, sekarang, lo pacaran sama Prince, temen gue."

Tanpa sadar, Laura meremas hoodie bagian samping yang Ia pakai, kenapa Laura merasa bersalah? padahal Ia tidak melakukan kesalahan.

"Kak, itu-"

"Lo tau, gue masih suka sama lo," potong Rigel cepat.

"Hah?"

Rigel menatap Laura dalam, cowok itu sebenarnya masih menyimpan perasaan spesial untuk Laura. Kenapa Ia bisa suka? itu karena, dulu mereka satu sekolah, sebelum Laura pindah ke SMA Merah Putih.

Sudah hampir 6 bulan, Rigel berusaha mendekati Laura dulu, tapi gadis itu selalu menolak nya, dengan alasan tidak mau berpacaran dulu, ingin fokus belajar. Tapi, lihatlah, sekarang Laura malah pacaran dengan Prince, yang notabenya adalah teman nya.

Rigel adalah cowok playboy, yang memegang teguh prinsip, Ia harus selalu mendapatkan cewek yang Ia sukai.

"Gue suka sama lo."

"Kak...."

Perlahan, Rigel semakin mendekati Laura, membuat Laura memundurkan kaki nya. Laura memang pernah menolak Rigel, tapi Ia tak menyangka Rigel masih menyukai nya.

"Kak please," ujar Laura pelan.

Sungguh, Laura merasa terpojok, bahkan kakinya sudah terantuk pembatas trotoar. Ia sebenarnya berani kepada Rigel, tapi, sadar diri, sekarang Ia ada di jalan sepi seorang diri, jika nanti terjadi hal yang tidak diinginkan, maka Laura tidak akan bisa melawan.

"Selama ini, gak ada cewek yang berani nolak gue. Dan lo seenteng nya bilang mau fokus belajar dan gak mau dulu pacaran, padahal sekarang lo udah pacaran sama cowok lain, cih."

Rigel meludah ke samping Laura. Ia merasa terhina dengan penolakan Laura. karena selama ini, tidak pernah ada cewek yang menolak nya, Rigel selalu mendapat semua yang Ia inginkan.

Apalagi mengetahui jika Laura sudah memiliki pacar, membuat Rigel semakin panas.

Mata Laura terpejam sebentar, Ia meremas kedua tangan nya, jika sudah begini, Laura mau tak mau, harus melawan.

"Kak, urusan kita udah selesai. Gue dengan jelas, nolak lo, dan seharusnya lo ngerti, kalau gue gak suka sama lo," ucap Laura berusaha tenang.

"Apa lo bilang?"

Rahang Rigel mengeras, wajah nya memerah mendengar penuturan Laura yang lagi-lagi, mengenai ego nya sebagai cowok.

Tangan kanan Rigel terangkat, Ia mencengkram dagu Laura lumayan keras, membuat Laura mendongakkan wajah nya.

Laura pun otomatis menahan tangan Rigel, Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Rigel dari dagu nya, tapi nihil, Ia sama sekali tidak berhasil, karena tenaga Rigel lebih besar.

"Kak, lepas!" sentak Laura.

"Urusan kita belum selesai, sampai gue berhasil nikmatin tubuh lo yang seksi," bisik Rigel tepat di depan wajah Laura.

Deg. Laura membeku di tempat, Ia terpaku dengan bisikan Rigel yang sudah kelewat batas, bahkan tangan Laura yang memberontak pun terhenti sesaat, saking terkejut nya dengan ucapan Rigel, yang sudah merendahkan martabat nya sebagai perempuan.

PLAK....

Kekuatan Laura kembali, Ia menyentak tangan Rigel, lalu menampar pipi cowok itu yang sudah melecehkan nya, berani-berani nya dia, membayangkan sesuatu yang mustahil terjadi.

Laura bersumpah, hal itu takkan pernah terjadi!

"Dasar brengsek!" maki Laura tertahan.

Laura menatap Rigel emosi, Ia sudah tau jika Rigel adalah cowok brengsek, dan itu menjadi salah satu alasan Laura menolak nya.

Berbeda dengan Rigel, Ia hanya menyentuh pipi nya, lalu terkekeh pelan, sambil menatap Laura.

"Tamparan lo aja nikmat honey," kekeh Rigel.

Dajjal, batin Laura.

Tidak ingin berlama-lama dengan Rigel, si cowok brengsek, Laura segera memutar tubuh nya. Tanpa sepatah kata pun, Ia langsung melenggang pergi, meninggalkan Rigel yang tertawa seperti orang gila.

"TUNGGU AJA, LO BAKAL KETAGIHAN NANTI!"


***


Di rumah, saat ini, Laura sedang membuka sebungkus mie instan, sudah hampir 5 jam, Ia berdiam diri di kamar nya, setelah siang tadi bertemu dengan Rigel di jalanan.

Laura sangat kesal dengan Rigel, bahkan Ia tidak makan apapun dari tadi siang saking kepikiran terus menerus ucapan Rigel, yang telah meleceh kannya secara verbal.

Karena tidak ingin maag nya kambuh, akhirnya Laura keluar menuju dapur, Ia harus mengisi perut nya dengan sesuatu, karena jika tidak, maka perut nya akan sakit, karena makan telat.

"Brengsek!" maki Laura.

Mie yang baru di buka nya, langsung Ia remas, sampai mie itu bubuk dan berjatuhan ke lantai, Rigel masih berada di otak nya.

"AKHHH!"

Tiba-tiba, tubuh Laura tersentak kaget, Ia sangat terkejut, karena ada tangan yang melingkar di tubuh nya secara tiba-tiba, apalagi Ia sedang melamun tadi, membuat nya semakin kaget.

"Ini aku," kekeh Prince.

"PRINCE!"

Laura membentak Prince, tapi sang empu nya malah tertawa pelan, sambil mengendus leher mulus Laura yang terekspos. Prince merindukan Laura.

"Maaf sayang," bisik Prince.

Laura melepaskan pelukan Prince, Ia memutar tubuh nya menghadap cowok itu, lalu tanpa disangka, Laura langsung memeluk Prince, menenggelamkan wajah nya di dada Prince.

Prince sedikit terkejut, tidak biasanya Laura akan bertindak lebih dulu apalagi manja, tapi tak ayal, Ia membalas pelukan Laura dengan erat.

"Tumben peluk duluan," gumam Prince dengan nada senang.

Laura hanya diam, Ia malah semakin menenggelamkan wajah nya di dada Prince.

Entah kenapa, Prince memiliki firasat tak enak, segera saja Ia melepas pelukan Laura, menangkup pipi chubby gadis nya, lalu menatap nya penuh kelembutan, membuat Laura terhanyut dalam tatapan Prince.

"Kenapa, hmm?" tanya Prince.

"Gapapa."

"Kok wajah nya murung sih?" ucap Prince tak percaya.

"Iyalah, orang kamu ngagetin. Terus gak ketuk pintu dulu, main masuk aja ke rumah orang, udah kayak maling aja," alibi Laura.

"Gapapa dong, ini kan rumah nya mertua."

Prince menyisir rambut nya ke belakang angkuh, apalagi Ia mengedipkan sebelah matanya, menggoda Laura, membuat gadis itu bergidik ngeri.

"Dih, pede banget Mas."

"Cieee, udah panggil Mas aja nihh."

"Ihhhhh, apa sih," rengek Laura.

"Sini-sini, Mas peluk kamu sayang," ujar Prince manis.

Merasa malu, Laura kembali menyembunyikan wajah nya pada dada bidang Prince, membuat Prince terkekeh, merasa gemas dengan tingkah Laura.


***
.
.
.
.

Prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang