17. Apartemen

62K 3.8K 117
                                    

"Duduk, Lau," titah Prince.

"Ini apartemen kamu?" tanya Laura.

Bukannya menurut, Laura malah berdiri di sebelah sofa minimalis setelah masuk ke sebuah apartemen yang lumayan besar, Ia menatap ke segala penjuru ruangan, memperhatikan semua isi apartemen.

"Iya," balas Prince seadanya.

Prince sibuk mengobrak-abrik lemari kecil yang menggantung di dinding dekat dapur, Ia bahkan sampai mengeluarkan semua isi nya dengan terburu-buru, karena tidak juga menemukan kotak P3K.

"Sini duduk."

Setelah menemukan benda yang di cari, Prince menepuk sofa di sebelah nya yang kosong, agar Laura segera duduk di samping nya. Laura pun menurut, gadis itu duduk tepat di sebelah Prince yang sedang memangku kotak P3K.

"Kamu dulu aja yang di obatin," ujar Laura.

"Kamu dulu," tolak Prince.

"Luka kamu lebih parah, bibir nya sampe berdarah gitu," ujar Laura tak tega.

"Gapapa, sini."

"Kam-"

"Diem, nurut," sentak Prince tanpa sadar.

Bibir Laura langsung terkatup rapat, gadis itu menatap Prince. Padahal, Laura hanya khawatir kepada Prince yang luka nya lebih parah, tapi cowok itu malah marah.

"Maaf, aku cuma mau obatin pipi kamu dulu, takut nanti bengkak, bakal tambah sakit," ujar Prince lembut dengan nada menyesal.

Manik hitam Prince menatap Laura sayu, Ia tidak tega melihat pipi dan pergelangan Laura yang memerah. Sungguh, hati Prince sekarang sedang campur aduk, rasa marah nya masih bersisa di hati, ditambah rasa bersalah, karena gara-gara dirinya, Laura menghadapi kejadian tadi.

"Ya udah," putus Laura pelan.

Akhirnya, Laura menyisir rambut nya ke belakang telinga, menyodorkan pipi kiri nya yang merah ke arah Prince.

Prince langsung mengompres pipi Luara menggunakan es batu yang dibalut oleh handuk kecil, agar pipi Laura tidak membengkak, tak lupa Ia pun mengoleskan salep pada pergelangan tangan gadis nya.

Sedari tadi, wajah Prince datar tanpa ekspresi, tapi Ia sangat telaten dalam mengobati Laura.

Sesekali, Laura melirik Prince, Ia meringis kecil karena Prince yang berwajah datar sedatar-datar nya itu tidak bersuara sama sekali.

"Udah?" tanya Laura.

"Hmm."

"Mau kemana?"

Melihat Prince bangkit dari duduk nya, Laura segera mencekal tangan Prince, membuat niat nya yang akan pergi terhenti.

"Sini dulu, obatin luka nya," titah Laura.

"Gak usah," tolak Prince.

"Gak boleh gitu, nanti infeksi," tegur Laura.

"Biarin luka nya infeksi, bia-"

"Duduk Prince!" tegas Laura.

Laura menarik tangan Prince lumayan kencang, membuat cowok itu mau tak mau terduduk kembali, masih dengan wajah datar nya.

Senyum kecil hinggap di wajah cantik Laura, Ia menggelengkan kepala nya kecil, di saat seperti ini, Prince masih saja keras kepala.

"Liat aku," perintah Laura.

Setelah membasahi handuk kecil lain yang bersih, Laura segera mengelap darah yang sudah mengering di sudut bibir Prince dengan lembut, agar tidak meninggalkan bakteri.

"Sakit gak?"

Kepala Prince menggeleng pelan, Ia hanya menatap Laura dalam tanpa menghiraukan rasa sakit di wajah nya.

"Tinggal di olesin salep deh," ucap Laura ceria.

Dengan ceria, Laura mengambil sebuah salep dari dalam kotak P3K, mengoleskan sedikit pada tangan nya, lalu di oleskan pada sudut bibir Prince yang terluka.

Tak lupa Laura pun mengoleskan salep pada punggung tangan Prince yang terluka.

"Udah," lapor Laura.

"Kenapa diem aja, hmm?" lanjut Laura.

Laura tersenyum lembut, Ia menangkup pipi Prince dengan kedua tangan nya, menatap cowok itu dengan mata sabit nya yang indah.

"Ehh, kok nangis?" kaget Laura.

Di sudut mata Prince keluar air mata, tidak terlalu banyak, hanya setetes, tapi itu berhasil membuat Laura panik, karena selama ini, Prince itu kasar, pemaksa, dan keras kepala, tapi sekarang malah menangis.

"Maaf. Maafin aku, karena aku, kamu jadi luka," ujar Prince pelan dengan nada menyesal.

"Iya, aku gapapa kok," balas Laura cepat.

"Gapapa apanya? pipi kamu merah."

"Beneran gapapa, inikan cuma merah gak berdarah," kekeh Laura.

"Jangan ngomong kayak gitu!" bentak Prince marah.

Bagaimana Prince tidak marah, Laura malah membawa-bawa darah, melihat pipi Laura merah saja, Prince sudah kesal dan marah, apalagi jika Laura berdarah, mungkin Prince akan gila.

"Iya-iya Pwinciiiiii," gemas Laura.

"Maafin Prince," ucap Prince lagi.

"Iya, udah di maafin."

Bukan nya merasa lega, Prince malah menyipitkan matanya menatap Laura, seakan tak percaya, membuat gadis itu menghela nafas pelan.

"Serius, dimaafin kok, lagian kamu gak salah," ujar Laura.

Raut wajah Prince mengendur, yang tadinya tegang jadi biasa saja.

"Peluk!"

"Sini, aku peluk, bayi gede aku."

Laura merentangkan kedua tangan nya, menyambut Prince ke dalam pelukan nya yang hangat, Ia mengusap lembut punggung Prince yang sedang menelusupkan wajah nya di leher nya.

Perlahan senyum Laura memudar, sedari tadi, Ia dapat dengan jelas melihat wajah sedih dan menyesal dari Prince, dalam mata nya, Laura melihat penyesalan yang begitu besar. Baru kali ini, Laura melihat Prince seperti itu.

Ini bukan sepenuh nya salah Prince, tapi salah cowok-cowok tadi yang tiba-tiba menghadang jalan mereka.

Laura sebenarnya ingin mengomel, karena Prince malah meladeni mereka, tapi melihat wajah sedih nya, Laura jadi tidak tega.

"I love you," bisik Prince.

"I love you too," balas Laura tanpa sadar.

"Hah? apa? kamu ngomong apa?"

Prince melepaskan pelukan mereka, Ia menampilkan wajah terkejut sekaligus antusias, kedua tangan nya bahkan sudah memegangi tangan Laura.

"A-apa?"

Mendadak Laura jadi gugup, Ia tadi sedang melamun, saat Prince mengatakan I Love You, Ia refleks menjawab nya, atau memang berasal dari hati nya? Laura tidak tau.

"Ishh, cepet bilang lagi," rajuk Prince.

Wajah sumringah Prince berubah menjadi cemberut, Ia melengkungkan bibir nya ke bawah, kesal karena Laura malah seperti itu.

"Tadi kamu denger?" tanya Laura.

"Iya."

"Ya udah kalau denger, gak perlu di ulang," ketus Laura.

"Kok gitu sih?" sewot Prince.

"Terserah aku."

Raut wajah Prince semakin berubah, Ia mengerutkan kening nya merasa kesal, belum lagi tangan nya yang bersidekap dada, seraya menatap Laura tak terima.

Padahal Prince hanya ingin mendengar kata-kata mutiara itu lagi, memang nya susah untuk mengatakannya? pikir nya.

"Mau peluk lagi gak?" tanya Laura sedikit jutek.

Kedua tangan Laura kembali terbuka lebar, hanya ini satu-satu nya cara agar Prince tidak membahas nya lagi.

"Mau!" ketus Prince.

Tanpa membuang waktu, Prince kembali memeluk tubuh wangi milik Laura, Ia menenggelamkan wajah nya pada rambut dan leher gadis nya, menghirup aroma memabukan yang berasal dari tubuh Laura.


***


Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, keadaan di apartemen sangat sepi dan hening, karena dua sejoli itu tertidur saat berpelukan tadi, mungkin karena merasa lelah.

"Eughh...."

Perlahan, kelopak mata Prince terbuka, Ia menggeliat kecil dalam pelukan Laura, posisi mereka saat ini adalah saling memeluk di atas sofa yang lumayan lebar.

"Cantik," puji Prince.

Tanpa melepas pelukan nya, Prince menatap wajah Laura yang berada tepat di depan nya, hanya berjarak 10 cm. Ia meneliti seluruh wajah Laura.

Kulit nya mulus, alis nya sudah terbentuk alami tanpa di gambar, hidung nya kecil tapi mancung, pipi chubby, dan bibir yang tebal merona.

"Lau milik Prince," kikik Prince.

Merasa terganggu, akhirnya Laura terbangun, Ia mengusap-usap kening nya pelan, merasa sedikit pusing karena tidur di sore hari.

"Mmm, udah bangun?" tanya Laura dengan nada serak.

"Iyaa," balas Prince dengan nada seperti anak kecil.

"Ini jam berapa?"

"Lima."

Kedua mata Laura akhirnya terbuka sempurna, lalu Ia memutarkan kedua bola mata nya, menyadari jika Prince dari tadi menatapnya tanpa berkedip.

"Cantik banget sih," puji Prince.

"Dari lahir," balas Laura malas.

"Mmm, gemes."

"Lepas ihhhh!"

Karena rasa gemas yang tidak dapat dibendung, Prince tanpa aba-aba mengigit-gigit kecil pipi chubby Laura yang baik-baik saja, membuat Laura merasa risih dan memberontak.

"Prince!"

"Abisnya gemesin," cengir Prince.

Laura merubah posisi nya menjadi duduk, Ia mengusap-usap pipi nya yang baru saja di gigit. Bisa-bisa nya Prince menggigit pipi nya selayaknya moci

"Bau jigong ni," gerutu Laura.

Bukannya marah, Prince malah cengengesan, Ia tersenyum lebar sampai mata nya menghilang.

Laura menatap datar ke arah Prince, lihat lah sekarang, siapa yang lebih menggemaskan? dirinya yang berwajah datar atau Prince yang sedang menyengir lucu, memperlihatkan deretan giginya yang rapi, dan jangan lupakan matanya yang menyipit seperti bulan sabit.

Dasar gak tau diri, padahal lebih gemesin dia, batin Laura.


***
.
.
.

Cerita ini akan Author upp lagi ya

Bagi yang mau baca kelanjutan nya, silahkan tunggu🤗🤗
.
.
.

Prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang