Sesampainya di apartemen, perlahan Prince membaringkan Laura di atas ranjang milik nya yang cukup besar, bahkan cukup untuk tiga orang tidur.
Laura terlihat masih lemas dan syok, Ia hanya diam menatap Prince dengan pandangan yang sulit diartikan, wajah nya masih pucat dan lesu, tapi untung saja tubuh nya sudah tidak bergetar seperti tadi.
"Mau kemana?"
Saat Prince membalikkan tubuh nya seperti akan pergi, Laura segera mencekal tangan Prince, mencegah nya pergi, karena jujur saja, rasa takut di hati Laura masih terasa. Laura mau ditemani, tak ingin ditinggal.
Prince kembali memusatkan perhatian nya kepada Laura, lalu tersenyum tipis. Sebenarnya Prince perasaan di dada Prince masih berkecamuk, tapi Ia berusaha tersenyum kepada Laura, agar gadis itu merasa tenang dan aman.
"Bawa es batu, buat kompres pipi kamu," balas Prince.
"Gak usah, aku gapapa."
"Tapi, nanti pipi nya bengkak, ter-"
"Di sini aja ya, temenin aku."
Helaan nafas berhembus dari bibir Prince, melihat wajah lesu Laura, Prince jadi tidak tega untuk meninggalkan nya. Alhasil, Ia menganggukkan kepala setuju, tangan nya pun membalas genggam tangan Laura
"Dia nyentuh kamu?" tanya Prince tiba-tiba.
Prince duduk di sebelah Laura, Ia mengusap-usap pipi Laura menggunakan tangan nya yang bebas, dengan pandangan yang tidak pernah beralih dari gadis tersebut.
Senyum di wajah Prince menghilang, digantikan dengan wajah datar tanpa ekspresi, membuat Laura meringis dalam hati. Pasti Prince merasa jijik pada nya, karena sudah di sentuh oleh Rigel.
"Kenapa gak jawab, hmm?"
"Dia s-sentuh aku," ujar Laura pelan terkesan ragu.
Bibir Laura melengkung ke bawah saat melihat ekspresi kecewa di wajah Prince, sudah Laura duga, Prince akan merasa jijik pada diri nya ini. Laura sudah ternodai, pikirnya.
"Dimana?"
"Apa?"
"Dia sentuh kamu."
Prince menatap Laura dalam, Ia tak pernah mengalihkan atensi nya dari wajah cantik Laura yang pias.
Perlahan, tangan kanan Laura terangkat, Ia menyibakkan rambut nya ke belakang, menahan rambut nya menggunakan tangan, memperlihatkan lehernya yang putih mulus.
"Di sini."
Laura memberi isyarat dengan mencondongkan leher nya ke arah Prince, memberitahu nya jika Rigel sudah menyentuh dirinya di leher.
"Terus?"
"Udah, cuma di sini," tunjuk Laura.
Prince menghela nafas lega, untung saja hanya di leher, tapi tetap saja darah Prince mendidih mengetahui ada cowok lain yang berani menyentuh Laura, bahkan selama ini Prince selalu menahan dirinya untuk menyentuh Laura.
"Ahhh..." desah Laura.
Tiba-tiba keluar desahan kecil dari bibir Laura, tangan nya yang bebas meremas kaos bagian depan yang dipakai oleh Prince, mata nya terpejam merasakan hisapan di leher nya. Ia sungguh terkejut dengan Prince yang tiba-tiba memajukan wajah nya untuk mencium leher nya.
Dengan penuh perasaan dan kelembutan, Prince mengecup dan menghisap leher Laura yang terekspos, bahkan tangan nya sekarang sudah berada di tengkuk Laura, menahan kepala gadis itu agar tidak menjauh.
"Prince," cicit Laura.
Remasan tangan Laura di baju Prince semakin kuat, Ia tak bisa menjauh kan leher nya karena Prince menahan tengkuk nya, ditambah Laura juga sudah lemas tak bertenaga.
Sekuat tenaga Laura menahan desahan nya.
"P-price, udah," ujar Laura pelan disertai leguhan.
Merasa puas, Prince menjauhkan wajah nya dari leher Laura. Ia tersenyum kecil menatap leher gadis nya yang merah, Prince berhasil membuat tanda di sana.
"Bekas dia udah ilang," ujar Prince manis.
Blush. Pipi Laura terasa panas, semburat-semburat merah mulai menjalar di seluruh wajah nya, jantung nya bahkan sudah berdebar dua kali lipat lebih cepat. Apalagi sekarang Prince menatap nya dengan tatapan yang membuat Laura salah tingkah.
"Sekarang yang ada tanda dari aku Lau," lanjut Prince
Melihat pipi Laura yang memerah, tangan Prince tergerak untuk mengusap nya, Ia pun menyunggingkan senyum menawan milik nya.
"Gapapa, kamu jangan khawatir lagi ya. Aku janji mulai sekarang, gak akan ada lagi orang yang bakal nyakitin kamu."
"Prince...."
Laura menatap Prince dengan tatapan penuh haru, Ia pikir Prince akan menjauhinya, tapi Prince malah memperlakukan Laura dengan manis, dan itu, berhasil membuat hati Laura tenang dan nyaman.
"Kenapa sayang?"
"Makasih. Cuma kamu yang ada di sisi aku."
Laura menubruk tubuh Prince, Ia memeluk Prince sangat erat, melingkarkan kedua tangan nya pada leher Prince, menenggelamkan wajah sembab nya di dada Prince, dengan air mata haru yang perlahan mengalir.
Biarlah Papa nya tidak ada, sekarang, Tuhan sudah mengirimkan Prince kepada Laura.
Prince terkekeh, Ia membalas pelukan Laura tak kalah erat, sesekali, Ia mengecupi puncak kepala Laura dengan sayang.
Setelah mendapati pesa dari Laura yang berisi kalimat 'Tolong' dan melihat panggilan tak terjawab dari Laura. Prince yang awalnya sedang nongkrong dengan Gino dan Cleo langsung tancap gas menuju rumah Laura.
Betapa terkejut nya dia, saat melihat Laura yang akan dianiaya oleh Rigel, sahabat nya sendiri, dan Rigel pun sudah tau jika Laura adalah pacar nya.
Prince merasa dikhianati.
"I love you," bisik Prince mesra.
"I love you," balas Laura pelan.
Senyum di wajah Prince semakin mengembang, Ia sangat senang karena sekarang Laura sudah sering mengatakan cinta padanya, menandakan jika Laura sudah memiliki perasaan kepada Prince.
Sekarang, Laura sudah tak peduli jika Papah nya tidak ada, mau Laura menangis sampai sakit pun Papah nya itu pasti tidak akan pulang, karena pekerjaan nya yang banyak.
"Tapi, emang nya aku boleh nginep di sini?" tanya Laura.
Tanpa melepas pelukan nya, kepala Laura mendongak, dagu nya menempel pada dada Prince, dan Prince pun menunduk, membuat dagu nya hampir menempel pada pada kening Laura.
Jarak wajah mereka sangat dekat, hanya terhalang beberapa senti saja.
"Boleh dong, kamu mau tinggal di sini selama nya juga boleh," kekeh Prince.
"Gak ah, aku cuma mau nginep," balas Laura tersenyum manis.
"Gemesss."
Cup, cup, cup. Tanpa memberi jeda sedikit pun, Prince mengecupi seluruh permukaan wajah Laura, Ia tak membiarkan satu inci pun terlewati untuk di kecup mesra, karena Ia merasa gemas dengan gadis nya.
Sedangkan Laura, Ia hanya menerima dan sesekali tertawa pelan karena merasa geli.
"Udahhhh," rengek Laura.
"Tapi, aku masih gemes, gimana dong?"
"Tapi aku gelii ihhh."
"Sekali lagi aja ya," rajuk Prince.
"Gak mau!"
"Kok gitu sih?"
Laura kembali menyembunyikan wajah nya pada dada Prince, terkekeh geli karena Prince terus saja menghujani dirinya dengan ciuman. Bahkan sekarang, Prince sedang mengecupi rambut Laura yang wangi.
Terima kasih Tuhan, sudah mengirim Prince ke kehidupanku, batin Laura.
Jagalah Laura untukku Tuhan, batin Prince.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, setelah mengobati pipi Laura dan menemani nya untuk tidur, Prince keluar, lalu duduk di kursi balkon. Ia menyunut rokok untuk menemani malam nya.
Prince tidak bisa tidur, Ia terus kepikiran dengan kejadian tadi. Jika saja, Prince telat datang ke rumah Laura, maka Ia tidak tau apa yang akan terjadi pada Laura.
Prince selalu merutuki dirinya yang tidak bisa memastikan keadaan Laura agar tetap aman.
Asap mengepul di balkon apartemen yang memperlihatkan suasana kota di malam hari. Prince menyalakan ponsel nya, menekan tombol berlambang telepon, lalu menempelkan ponsel tersebut ke telinga.
"Lo udah urus dia?"
"Udah, dia pingsan, gara-gara lo yang pukulin dia tadi, dan sial nya baju gue kena darah nya."
"Ck, lemah."
"Ya iyalah oncom, lo udah kayak orang kesetanan tadi pas hajar si Rigel, gue pastiin idung nya patah."
"Salah dia sendiri."
"Ya, ya. Lo mau nyusul ke sini? gue sama Cleo di sini."
"Gak. Gue gak bisa ninggalin Laura."
"Okey, gue ngerti. Lo jaga Laura aja, biar kita yang urus si Rigel."
"Thanks."
Tutttt....
Sambungan telepon itu terputus, Prince melempar pelan ponsel nya ke atas meja. Lalu menyenderkan punggung nya pada kursi, menghisap rokok di tangan nya, kemudian menghembuskan nafas yang sudah menyatu dengan asap rokok ke udara.
Meskipun Prince duduk tenang, tapi di dalam otak nya, Ia sedang memikirkan kira-kira apa yang harus Ia lakukan untuk membalas Rigel, yang sudah berani menyakiti dan menakuti gadis nya.
"Udah gue duga, lo brengsek," gumam Prince.
Salah satu sudut bibir Prince terangkat. Meskipun, Rigel adalah ketua nya, tapi tidak ada rasa takut sedikit pun dalam diri Prince kepada Rigel. Selama ini, Ia patuh pada perintah Rigel, hanya karena Ia menghormati nya.
Dan untuk masalah Malvoska, Prince tidak takut bila akan di hajar mereka karena sudah membuat Rigel Sang ketua tak berdaya. Karena, jika sudah berhubungan dengan keluarga terutama Laura, maka Prince tidak akan takut pada apa pun.
"Tunggu aja pembalasan gue."***
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince [END]
Teen FictionSeluruh Cerita Tersedia [CERITA SUDAH TAMAT] Prince Baskara, cowok yang terkenal dingin dan kasar terpesona oleh Laura Abraham, si anak baru. Dengan pergerakan cepat Prince mendekati Laura, mengklaim gadis itu sebagai milik nya. "Hello, Laura." "Lo...