22. 🤍💨

46.7K 2.9K 45
                                    

"Lau, tunggu dulu!"

Dengan perasaan gusar, Prince mengejar Laura yang terus menyentak tangan nya saat Prince mencekal gadis tersebut, wajah Prince terlihat khawatir dan gelisah, menyadari Laura marah, setelah melihat layar ponsel milik Cleo tadi di rooftop.

Mereka saat ini, sedang menyusuri koridor kelas 11, yang lumayan sepi.

"Laura!"

Prince melangkah maju, lalu berdiri tepat di hadapan Laura dengan tangan yang sudah memegang kedua bahu Laura, membuat langkah gadis itu terhenti.

"Apa sih?" kesal Laura.

"Dengerin dulu ihh."

Bibir Prince maju sedikit, Ia merajuk kepada Laura, karena Laura terus mengabaikan dirinya dari tadi, dan Laura hanya menaikkan sebelah alisnya, tanda menanyakan ada apa?.

"Tadi itu bukan aku yang liat, cuma si Cleo sama Gino, aku gak ikutan, orang hp nya juga punya si Cleo," adu Prince.

Kedua tangan Laura menyilang di dada, menatap Prince tak percaya, membuat Prince mengacak-ngacak rambut nya kasar.

"Beneran, gak bohong!"

Prince mencubit telinga nya agar Laura percaya, bahkan Ia menaikkan salah satu kaki nya, sampai membuat tubuh nya oleng.

"Oke," ujar Laura.

Perlahan, Prince menurunkan kaki dan tangan nya, menatap Laura penuh binar.

"Udah gak marah?" tanya Prince.

"Kata siapa?" tanya balik Laura dengan wajah datar.

Kening Prince mendadak mengkerut mendengar nya, Ia pikir Laura sudah tidak marah, tapi raut wajah Laura malah mengatakan sebaliknya.

"Jangan marah sama Prince, Lau."

Nada bicara Prince meninggi, Ia jadi kesal karena Laura yang marah dan mengabaikan dirinya, Prince tidak suka itu.

Laura menatap Prince lurus, Ia mendengus pelan, beginilah Prince, jika Ia sedang marah, makan Prince akan balik marah, karena merasa tak terima, bukan nya membujuk Laura.

"Kenapa kamu yang marah?" tanya Laura.

"Kamu yang buat aku marah, Lau! aku udah bilang, jangan pernah cuekin aku."

Laura menghela nafas pelan, "Udahlah, aku mau ke kelas."

"Tunggu dulu, bilang kalau udah gak marah, baru boleh ke kelas," desak Prince.

Ingin sekali Laura mencakar-cakar wajah tampan Prince, tapi niat itu segera Ia hilangkan, Laura menghirup udara lalu menghembuskan nya, berusaha sabar.

"Aku udah gak marah."

Kening Prince berkerut, Ia menatap Laura dengan pandangan tak terbaca, membuat Laura berdecak sebal.

"Lau udah gak marah sama Pwinci, puas?"

Perlahan, senyum hadir di wajah tampan Prince, Ia merentangkan kedua tangan nya, memeluk Laura erat, dan Laura hanya bisa pasrah.

"Pwinci sayang Lau," bisik Prince.


***


Pulang sekolah, Prince mampir terlebih dahulu ke rumah Laura. Lumayan, ngapel. Prince semakin leluasa saja mengapeli Laura, karena kedua orang tua gadis nya tidak ada di rumah, tapi jangan lupakan selalu ada Bi Ijen yang mengawasi merela bak elang.

"Duduk dulu, aku mau ambilin minum," titah Laura.

Prince menurut, Ia duduk di sofa ruang tamu, menunggu Laura yang mengambil air dari dapur untuk dirinya.

"Bangsat!" maki Prince.

Tangan Prince mengusap dada nya, jantung nya berdebar hebat, mata nya melotot ke arah belakang nya, dimana ada Luca si kucing kesayangan Laura, sedang duduk di kepala Sofa, sejajar dengan kepala nya.

Luca menyenggol Prince menggunakan bokong nya tanpa sengaja, saat Luca naik ke atas sofa. Dengan santai, Luca duduk di samping kepala Prince, seolah Prince hanyalah teman nya.

"Ngapain lo duduk di situ?" ketus Prince.

"Dasar gak tau sopan santun," sambung nya.

Sungguh, Prince sangat membenci Luca, lihatlah kucing itu malah santai menjilat-jilat kaki depan nya, sambil menatap Prince remeh.

"Dasar jelek! pesek!" hina Prince.

"Ehhh, mau kamu apain si Luca!"

Dari arah dapur, terlihat seorang gadis masih memakai seragam, datang terburu-buru dengan segelas air dingin di tangan nya.

Laura melotot melihat Prince yang akan mendorong Luca jatuh dari atas sofa, berani sekali dia menyakiti Luca nya, batin Laura.

"Gak ngapa-ngapain kok," balas Prince cepat.

"Terus, kamu tarik-tarik ekor nya, buat apa?" tanya Laura tak santai.

"Ihh, itu, si pesek mau jatuh, jadi aku tarik ekor nya, biar gak jatuh," alibi Prince.

Jujur saja, Prince memang berniat mengusir makhluk jelek itu dari hadapan nya, tapi sebelum rencana nya berhasil, Laura keburu datang, dan menggagalkan rencana Prince. Buru-buru Prince mencari alasan, Ia tidak ingin Laura marah seperti beberapa hari lalu, hanya karena Ia menceburkan Luca ke dalam kolam renang.

Laura menatap Prince dengan mata menyipit, merasa curiga. Ia perlahan mendekat, meletakkan air dingin tersebut ke atas meja.

"Awas aja, kalau kamu nyakitin Luca," ancam Laura dengan nada pelan.

"Iya elah, kucing gini mah banyak di pasar," dumel Prince.

"Gak ada ya! Luca cuma ada di sini," sanggah Laura.

"Sayang, kucing modelan jelek kayak dia banyak."

"Terus aja hina Luca, ayo terus."

"Ehhh, engga heheheh."

Laura mendudukkan bokong nya di sofa sebelah Prince, tadinya Ia akan pergi ke kamar untuk ganti pakaian, tapi Laura tidak bisa meninggalkan Prince berdua dengan Luca, karena takut Prince akan berbuat macam-macam.

"Itu minum," titah Laura.

"Iya, makasih ya calon istri."

"Ihh, siapa juga yang mau jadi istri kamu."

"Apa kamu bilang?"

Tangan Prince kembali meletakan gelas berisi air dingin itu ke atas meja, lalu menghadap Laura dengan tatapan tajam khas nya, yang mampu membuat Laura mengatupkan bibir.

"Denger! kamu bakal jadi istri aku nanti. Kamu gak boleh nikah sama cowok lain, hanya aku. Kalau kamu berani nikah sama cowok lain, sebelum sah, aku bakalan dorong dia ke jurang ya-"

"Mulut nya!"

Laura menepuk pelan bibir Prince, bisa-bisa nya dia akan membunuh suami nya, bisa-bisa Laura akan menjadi janda sebelum malam pertama.

"Makanya, jangan berani nikah sama cowok lain!"

"Hmm, kalau kamu yang nikah sama cewek lain aja gapapa," dengus Laura.

"Enggak! aku gak bakal nikah sama cewek lain, cuma kamu yang ada di hati aku."

Diam-diam, Laura mengulum senyum, baper sekaligus geli dengan pembicaraan mereka yang sudah membicarakan pernikahan.

"Udah ah, geli tau!"

"Gapapa yang, ini kan demi masa depan kita."

"Tau ah."

Laura menyenderkan punggung nya ke sofa, Ia menaikan kedua kaki nya ke sofa, lalu bersila, tak lupa ada bantal yang menutupi paha nya.

"Apaan sih ini?" sewot Prince.

Dari tadi, Prince merasakan geli di kepala bagian belakang, beberapa kali Ia mengusap kepalanya, tapi saat kesabaran nya sudah menipis, akhirnya Prince menoleh ke belakang, ternyata ada Luca.

Luca dari tadi, menjilat-jilat kepala Prince, seolah Prince adalah saudara nya.

Sontak kedua mata Prince melotot, Ia mengusap kepala nya, sedikit basah, mungkin dari air liur Luca.

"KUCING GAK TAU DIRI!"

Prince berdiri, Ia meraih tisu yang ada di atas meja, lalu membersihkan sisa-sisa ludah Luca dari rambut nya.

"Sialan," maki Prince tertahan.

"Hahahaha."

Tawa Laura menggema di ruang tamu, Ia bahkan sampai menepuk-nepuk bantal yang ada di pangkuan nya, ngakak dengan ekspresi santai Luca, dan ekspresi marah Prince.

Bisa-bisa nya, Luca menjilat rambut kepala Prince.

"Lau ihhh, basah," rajuk Prince.

"Sini."

Prince mendekat kepada Laura, Ia duduk di atas karpet, tepat di bawah Laura, memeluk kaki Laura yang menjuntai ke bawah, tapi sorot mata nya tetap mengarah kepada Luca.

"Meowwww...."

"Dasar kucing jelek!"

Tawa Laura terhenti, Ia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala nya pelan. Dengan telaten, Laura membersihkan bekas jilatan Luca.

"Kotor gak?" tanya Prince.

"Enggak kok, cuma basah," kekeh Laura.

"Isshhh!"

"Gapapa ih, cuma dijilat kucing juga."

"Cuma kamu bilang? jijik tau!"

"Iya-iya, maafin Luca ya. Dia itu udah anggap kamu temen, jadi jilat-jilat."

"Ogah banget temenan sama kucing, kayak gak ada manusia lain aja di bumi."

Lagi-lagi, Laura menggelengkan kepala nya pelan, Ia merasa gemas dengan Prince dan Luca.

"Harus mandi kembang tujuh rupa," gerutu Prince.


***


Setelah menghabiskan waktu bersama Prince sampai sore hari, Laura kembali ke kamar nya, untuk membersihkan diri, karena tadi, Prince sama sekali tidak membiarkan Laura jauh dari pandangan nya.

Langkah Laura mengarah pada nakas kecil di samping ranjang, Ia menaruh asal handuk kecil khusus rambut ke atas ranjang, lalu meraih kotak berukuran sedang.

Ia meletakkan kotak berwarna hitam itu ke atas pangkuan nya, kemudian membuka nya, manik indah milik Laura langsung disuguhkan dengan sebuah tas mewah.

"Dior?" gumam Laura.

Perlahan, Laura mengeluarkan tas tersebut, Ia meneliti tas Channel kecil berwarna putih yang sangat indah tersebut. Itu adalah tas keluaran terbaru.

Tapi tak lama kemudian, Laura meletakkan tas itu kembali ke dalam kotak. Ia tidak minat.

"Bukan barang mewah yang Laura mau, tapi yang Laura mau, Mama dan Papa pulang," gumam Laura dengan nada sedih.

Beginilah hidup nya, kedua orang tuanya seakan tidak peduli kepada nya, mereka hanya akan mengirimkan barang mewah, tanpa menjenguk nya.

Padahal besok sudah jadwal mereka untuk pulang, tapi mereka tetap sibuk dengan pekerjaan.

"Banyak orang yang mendambakan hidup gue, padahal, mereka gak tau hidup gue yang sebenarnya. Hanya ada kesepian dan kesendirian."

Laura memang sedih. Tapi, setelah pindah sekolah, Laura tidak terlalu sedih, karena sekarang Ia sudah memiliki Prince dan Caca yang ada di sisi nya

"Laura sayang Mama dan Papa."

***
.
.
.
.

Prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang