44. Kecewa

31.4K 2.3K 79
                                    

"Selangkah lagi saja kamu berjalan, Papah akan semakin marah dan menghukum kamu!"

Sakit rasanya saat Laura baru pulang ke rumah sudah di marahi oleh Adam, Ia tidak tau jika Adam sudah pulang, karena memang dua hari ini, Laura tidak memakai ponsel, Ia fokus untuk menata kembali kepercayaan diri dan mental nya akibat kejadian lalu.

Mengabaikan ancaman Adam, Laura tetap melanjutkan langkah kakinya, membuat Adam semakin marah, bahkan rahang pria paruh baya itu mengeras, dengan kedua tangan mengepal kuat, Ia tak suka jika Putri nya membangkang.

Dengan langkah cepat, Adam menghampiri Laura, lalu mencekal tangan putri nya tersebut, membuat Laura mau tak mau menghentikkan langkah nya.

"Berani lawan Papah?" geram Adam.

"Sshh...." ringis Laura.

Laura menatap tangannya yang dicekal oleh Adam, wajahnya terlihat kesakitan, karena jujur saja cekalan Adam di tangannya lumayan kuat, ditambah Adam sekarang sedang emosi, jadi Ia tak bisa mengontrol tenaga nya.

"Pah, lepasin tangan Laura," pinta Laura dengan nada yang mulai gemetar.

Takut, marah, dan kecewa menjadi satu dalam hati Laura. Ia bahkan tak mau menatap mata Sang Papah, membuat Adam semakin marah saja.

"Kamu udah berubah jadi anak nakal Laura."

Perlahan Laura menaikkan tatapannya, Ia menatap Adam yang sedang menatapnya dengan mata yang dipenuhi bara api.

"Papah gak ngajarin kamu buat nakal begini, mau jadi apa kamu kalau suka keluyuran malem-malem? bahkan Bibi aja gak tau kamu kemana!" bentak Adam.

"Pah, please jangan sekarang," mohon Laura lelah.

Sekuat tenaga Laura berusaha menahan air mata yang siap turun kapan saja, Ia sungguh lelah hari ini, yang Ia inginkan adalah istirahat yang nyaman.

Bukannya merasa iba, Adam malah semakin mencengkram tangan Laura, Ia sungguh kecewa dengan Laura yang berubah, yang Ia tau selama ini Laura adalah anak baik dan penurut, tak seperti sekarang.

"Papah gak nyangka kamu seperti ini, apa selama Papah gak ada kamu udah biasa begini? seperti anak yang tidak dididik oleh orang tua-"

"Cukup, Pah!" seru Laura memotong ucapan Adam.

Merasa tersinggung dengan perkataan Adam, Laura mengerahkan segala tenaga nya untuk menyentak cekalan Sang Papah, lalu mengusap kedua pipi nya kasar, karena ternyata air mata nya sudah jatuh.

"Cukup Pah! kenapa Papah selalu nyakitin hati Lau? apa Papah gak bisa tanyain kabar Lau aja, daripada tuduh-tuduh Lau kayak gini?"

"Laura!"

"Dan ya, yang Papah ucapin emang bener, Laura dari kecil ga diajarin sama Papah untuk jadi anak yang baik, karena apa?" jeda Laura, "karena Papah selalu pergi, entah itu keluar kota atau pun keluar negeri buat kerja."

Laura menatap Adam dengan tatapan yang sulit diartikan, Ia menghirup udara dalam-dalam, karena entah kenapa dada nya terasa sesak sekarang, bahkan kedua matanya sudah memerah menahan tangis, kedua tangannya pun mengepal kuat di sisi tubuh nya.

"Papah selalu ninggalin Laura sendirian!" lanjut Laura pilu.

Tiba-tiba, wajah kasar Adam melunak melihat mata Laura yang dipenuhi kesedihan, Ia seakan tersadar dengan apa yang baru saja Ia lakukan, Ia sudah terlalu kasar kepada Laura, putrinya tercinta.

"Laur-"

"Kenapa Papah gak pernah nanyain kabar Laura? sekalipun Papah pulang, Papah cuma nanya prestasi Laura aja, Papah gak pernah nanyain keadaan Laura gimana, bahkan Papah sama sekali gak tau, apa aja yang udah Laura lewatin tanpa kehadiran Papah sama Mamah di sisi Laura."

Prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang