02. Dua Rahasia

19.8K 2.7K 514
                                    

Pukul sepuluh lebih mereka tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kota yang dijukuki kota pahlawan ini termasuk ke dalam kota dengan suhu terpanas di Indonesia, maka tidak heran jika sinar mataharinya lebih terasa menyengat dibanding kota asal mereka masing-masing. Sebelum meninggalkan dermaga, sekali lagi, mereka pandangi kapal yang terdiam lelah setelah berlayar semalaman. Kapal yang sudah mendengar beragam cerita dari ribuan nyawa yang pernah dihantarkannya.

Rasa pegal belum juga hilang dari badan mereka sehingga Jendral mengajaknya untuk duduk di bangku pelabuhan yang panjang. Mereka meluruskan kaki dan meng-kretek-kan persendian hingga berbunyi.

"Huaahhhhhh...." Taksa menguap lebar-lebar, kedua tangannya dikepalkan ke udara.

"Lo kalo nguap ditutup mulutnya jangan kayak kuda nil!" Sang Kembarannya langsung menegur.

Taksa tersenyum bego. Bayu tertawa ringan. Si Tesla ini asik juga anaknya, batin Bayu.

"Abis ini kemana?" Tanya Adinata pada angin. Tapi Renjani langsung menjawab. "Kita ke stasiun Bungurasih, habis itu ke Malang."

"Pake bis?" Hema yang lelah bertanya.

"Pake delman! Ya menurut lo?!" Rafa yang tengah menyandarkan badannya ke bangku langsung sewot.

"Tunggu apalagi berarti? Kita langsung kesana?" Jendral memastikan.

"Entar dong, masih capek nih," keluh Kinar yang tampak tak berdaya. Duduk selama 14 jam membuat energinya nyaris terserap habis.

"Jajan dulu boleh gak?" Widya bersuara saat perutnya juga ikut bersuara.

Sebagai yang dituakan, Meru menjadi orang pertama yang berdiri. "Kita keluar aja, sekalian nunggu bis damri sambil nyari makan."

Setelahnya tidak ada lagi percakapan. Mereka berjalan beriringan, sedikit mengambil perhatian dari orang-orang sekitar. Mungkin karena setelan yang mereka kenakan tampak seperti manusia-manusia tangguh. Carier besar, sepatu kuat dan celana yang banyak sakunya tapi kosong isinya.

Di pinggir jalan, pedagang jajanan terhitung banyak. Mereka menyebar, menghampiri stand pedagang sesuai seleranya setelah Meru menentukan titik kumpul mereka dan mewanti-wanti agar tidak pergi terlalu jauh. Disaat semua sibuk memikirkan perut, mata Bayu melihat Tesla masih berdiri di dekat tiang listrik sembari mengacungkan HP-nya ke udara---mencari sinyal. Lelaki itu pun bergegas mendekati.

"Mau ngabarin siapa? Sibuk bener," celetuk lelaki itu.

Tesla tersentak. "Ah ini.. Nyokap. Biasalah suka rewel."

"Nyokap atau Ayang?"

"Ayang? Sejenis bakteri apa tuh?"

Bayu tertawa, ada perasaan senang saat Tesla merespon dirinya dengan kalimat itu. Sebab secara tersirat, Tesla baru saja mengatakan kalau dia tidak sedang dengan siapa-siapa. "Lo gak jajan?"

"Lagi dibeliin sama Taksa," pemudi berkaos lengan pendek itu memasukan ponselnya kembali ke dalam saku celana. Sinyal providernya sama sekali tidak tersedia. Sebab entah mengapa juga, dia mulai tertarik dengan keberadaan Bayu disini. "Ngomong-ngomong lo bukan asli Jawa ya?"

"Gue Bekasi, sama kayak Bang Meru."

"Pantesan!" Kata Tesla. "Logat lo berdua gak ada medhok-medhoknya. Beda sama Jani sama Lea."

"Tapi meskipun bukan produk Jawa, tetep manis kan gue?" Bayu menaikan turunkan alisnya.

Lagi, Tesla tertawa kecil hingga matanya hilang. "Manis sih, tapi tetep manisan gue kemana-mana."

"Berarti kalau gue panggil lo Nona Manis gak papa?" Goda Bayu menyenggol lengan Tesla hingga keduanya tertawa bersama.

"Gue tertarik sama lo," suara itu, mampu didengar oleh Tesla. Juga oleh Semesta yang menjadi ruang mereka. Bayu tersenyum kecil. "Kalau gue pengen kenal lebih dalam, boleh?"

JENGGALA [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang