Saat kaki itu tidak melangkah lagi, hembusan angin menerpa wajah lelah mereka. Menerbangkan helaian anak rambut tanpa di sengaja. Suhu yang semula hangat kian dingin seperti berbalut salju. Berkali-kali mereka mendongak, hanya untuk mendapati arakan awan kelabu yang menutupi bulan. Tanpa sadar, mereka saling berpegangan pada tangan satu sama lain. Menghangatkan tubuh yang dihantui ketakutan.
"Kita harus apa?" Bisik Jendral pada Meru. Mereka semua sudah mengelilingi pohon raksasa yang tampak membatu namun menyeramkan itu.
Meru juga tidak tahu. Terlalu bingung untuk memulai. Saat dia melirik ke arah Renjani, gadis itu juga menggeleng kecil. Sesungguhnya, Renjani juga tidak bisa melihat apapun disana. Semua kosong. Hanya ada semacam abu gelap dan hitam yang sesekali muncul lalu hilang lagi.
Sampai tiba-tiba dari arah belakang, mereka mendengar suara tapal kuda dan roda yang berderu diatas tanah. Suara asing itu perlahan mendekat dan berhenti. Anak-anak manusia itu memutar badan dan langsung dihadapkan dengan seorang lelaki tampak seperti raja dengan kereta kencana emas dan kuda hitamnya yang tinggi.
Ini bukan mimpi. Ini sebuah pemandangan yang tidak bisa dipercaya, tapi sedang mereka alami.
Lelaki itu turun dari singgasananya. Dengan wajah datar dan tangan yang dilipat ke belakang, dia menatap satu persatu mata mereka dengan tatapan laser membunuh tajam. Semua jantung berdegup kencang tiada tanding.
"Nuwun sewu, maaf sebelumnya kalau kedatangan kami mengganggu waktu sampeyan," Meru bertutur setenang mungkin. Dia juga manusia biasa. Tentu saja merasa takut. "Tapi kedatangan kami bertujuan baik, kami ingin meminta maaf atas kesalahan yang sudah kedua teman kami lakukan di tempat ini."
"Jadi siapa yang akan ditumbalkan?" Tanya lelaki itu penuh sarkas. Panggil saja di Raja karena pakaian yang dia kenakan seperti terbuat dari helaian kain berwarna emas dan dikepalanya terpakaikan mahkota.
"Tidak---"
"Saya." Serobot Tesla memotong jawaban Meru. Bahkan gadis itu sudah melepas genggaman tangannya agar bisa maju. Mendahului teman-temannya yang menatap dengan pupil mata membesar.
"Lo apa-apaan?!" Taksa menariknya lagi ke belakang dengan sekuat tenaga. Mencekal lengan gadis itu, tak peduli dengan ringisan Tesla yang kesakitan. Sebab, dia sama sekali tidak sudi jika sang Adik harus berkorban separah ini.
"Lepasin Sa. Gue mau menebus kesalahan gue sendiri." Tesla menatap mata runcing sang Kakak dengan mata yang berkaca-kaca. Tekad dalam dirinya sudah bulat. Dia sudah banyak merepotkan orang lain, penderitaan ini harus segera diakhiri meski nyawa sendiri yang harus menjadi taruhannya.
"Kita semua udah sepakat, gak akan ada yang ditumbalin! Lo jangan ingkar dari kesepakatan itu!" Bentak Taksa dengan suara tertahan.
"Percuma. Nyatanya maaf kita nggak nyelesain masalah ini." Tukas Tesla cepat. Berhasil membungkam Taksa karena benar adanya. Permintaan maaf yang tulus itu benar-benar tidak digubris oleh sang Raja.
Air mata sudah menggenang di pelupuk gadis itu, sekali kedip sudah pasti akan jatuh. "Dia tetep minta apa yang dia inginkan. Jadi udah, kita nggak bisa ngulur waktu lagi."
"Terus gimana sama gue? Gimana sama Bunda? Lo mau ninggalin kita?" Suara Taksa goyah gemetar.
"Bunda masih punya elo. Bahagiain dia, dan ikhlasin gue ya?"
Taksa memalingkan wajah dengan mata yang sudah memerah. Sesak ikut memporak-porandakan isi hatinya. Dia paling tidak bisa melihat sorot permohonan milik Tesla yang seperti ini. Kekuatannya seperti dihilangkan, dirampas untuk kemudian dimanfaatkan ketika lengah. Lalu dengan mudah, gadis itu melepaskan tangan Taksa yang mencekalnya. Dia berniat untuk maju lagi, tapi genggaman Kinar yang berdiri di sampingnya membuat langkah itu tertahan untuk kedua kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENGGALA [Sudah Terbit]
Fanfiction"Ketidaktahuan lebih mematikan daripada kematian itu sendiri." ****** Di tanah sakral Jawa, Satu puncak, Tiga cinta, Empat kesalahan. Alam, manusia dan malapetaka. Yang hilang lekas bergabung, yang pulang lekas tenang.