Di sebuah tempat yang minim akan cahaya, Tesla berlari kencang tak tentu arah mencari jalan keluar. Tidak ada yang mengejar sebenarnya, hanya saja gadis itu ketakutan sendiri kala berada dalam kegelapan. Berkali-kali Tesla terjatuh hingga sepasang lututnya terbentur batu dan mengeluarkan darah segar. Rambut yang tergerai dibiarkan acak-acakan, bulir keringat membanjiri wajahnya yang penuh ketakutan.
Bruk!
Kesekian kalinya, Tesla tersungkur. Nafasnya terengah kencang. Satu detik yang sama, dimana dia memutar kepalanya ke belakang, samar-samar dia melihat sebuah cahaya terang benderang dari seorang pria yang sedang tersenyum penuh luka kearahnya.
"Ayah..." Panggil gadis itu tidak menyangka. Senang bercampur malu hingga matanya berkaca-kaca saat sang Ayah berdiri persis di depannya. Lelaki yang semasa hidup berpangkat komandan itu tampak lebih gagah dalam balutan seragam tercintanya.
Setetes air mata dibiarkan jatuh. Tesla merasa dilucuti di tengah lapang. Dia sungguh malu bertemu dengan Ayahnya. Sebab Tesla yang sekarang, bukanlah Tesla yang dulu. Tubuhnya tidak lagi suci. Melekat dengan dosa yang begitu hina. Mahkotanya sudah tidak ada lagi. Hancur lebur bersamaan dengan hilangnya harga diri sebagai perempuan.
Dengan cepat, Tesla memeluk erat kaki sang Ayah. Memohon ampun sedalam-dalamnya. Karena saat Tesla mendongak, dia mendapati mata Ayahnya berkecamuk penuh luka yang menyakitkan. Gadis itu menangis tersedu-sedan, perasaannya campur aduk tak karuan. Sedih, marah, kecewa, benci pada diri sendiri berpusat pada satu titik.
"Ayah maafin Lala," suara Tesla bergetar hebat. Terisak kencang sebelum berkata penuh sesal. "Lala nggak bisa tepati janji Lala sama Ayah. Lala gagal jadi anak yang baik."
Gadis itu mendongak lagi. Menatap sang Ayah yang masih tak bergerak memberi respon. "Lala kotor Yah."
Jantung Ayah mencelos, bersamaan dengan tubuhnya yang bersimpuh tak bertenaga. Hati Ayah mana yang tidak hancur saat sang putri yang pernah dia jaga sekuat yang dia bisa, justru dirusak oleh tangan biadab. Sia-sia. Semua yang dia perjuangkan ikut pupus bersamaan dengan kenyataan pahit yang harus dia terima melebihi kematiannya.
"Lala tahu apa yang lebih jahat dari seorang pembunuh?"
Gadis itu diam. Tidak tahu jawabannya.
"Seseorang yang ditunggangi egonya." Ayah terdiam sejenak. "Semua orang bisa menahan lapar. Semua orang bisa menahan ngantuk. Tapi hanya orang hebat yang bisa menahan ego."
"La, membuat kesalahan itu hal yang lumrah untuk setiap manusia. Orang dewasa bukan berarti harus selalu benar. Kalau Lala ditegur sama orang yang lebih muda sekalipun, itu sama sekali bukan kekurangan. Teman yang baik itu, tidak akan membiarkan kita senang berada dalam kesalahan. Gak papa kalau Lala salah, cukup akui dan minta maaf."
"Menurunkan sedikit ego, tidak akan membuat harga diri Lala turun. Justru Lala akan menemukan ketenangan. Bukan amarah yang semakin memperkeruh suasana hati Lala."
Ayah mengusap pipi Tesla. "Egois itu hanya akan membunuh diri kamu sendiri atau bahkan orang lain yang nggak tahu apa-apa."
Gadis itu menunduk lagi. Tubuhnya terkoyak tak berdaya. Dia memukuli dadanya yang dihantam sesak, oksigen seakan habis tak tersisa. Menyisakan sakit yang kian mendalam.
Rasa penyesalan seakan menghujam tepat di hati. Membuatnya seperti mau frustasi. Andai waktu bisa diputar, maka dia tidak akan bertindak sejauh ini. Dia akan menerima semua teguran dari Kate dan Taksa. Dia akan meminta maaf sampai benar-benar dimaafkan. Dia tidak akan berhenti di tengah jalan, sampai memberi peluang untuk Bayu melakukan hal keji padanya.
Ternyata benar, tidak perlu api besar untuk membuat sebuah kebakaran. Cukup dengan percikan api kecil, maka api itu akan membesar dengan sendirinya jika ada angin. Siapa sangka, masalah sekecil tidak suka ditegur bisa membawa masalah sebesar ini karena dihempas ego.
![](https://img.wattpad.com/cover/310091740-288-k797087.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JENGGALA [Sudah Terbit]
Fiksi Penggemar"Ketidaktahuan lebih mematikan daripada kematian itu sendiri." ****** Di tanah sakral Jawa, Satu puncak, Tiga cinta, Empat kesalahan. Alam, manusia dan malapetaka. Yang hilang lekas bergabung, yang pulang lekas tenang.