"HARIMAUNYA MANA?!" Kinar memekik kencang saat hewan putih loreng itu mendadak lenyap satu detik setelah dia mengedipkan mata. Mereka baru saja melewati pasar setan yang menjual organ-organ tak lazim. Di belakang masih banyak yang memanggil, menyuruh mereka untuk berhenti bahkan membeli.
"Mas dibeli Mas..."
"Mari Mbak dibeli..."
"Lihat-lihat dulu boleh..."
"Ayo Mas, minum dulu..."
"Kita udah nyampe." Gumam Shena mendongak dan menemukan gapura yang hanya bisa dilihat olehnya dan Renjani. Sebut saja ini gerbang awal diantara dua dunia. Sementara yang lain hanya bisa melihat dua belokan. Kanan yang menuju kegelapan dan kiri yang menuju cahaya lebih terang.
"Sekarang kemana?" Tanya Adinata.
"Kanan." Renjani memutuskan.
"Yakin? Tapi itu gelap." Widya segan.
"Yakin." Tergambar kemantapan dari netra Renjani. Karena biasanya, di dunia lain itu penuh dengan kebalikan-kebalikan yang mengecoh keyakinan. "Ayo!"
Gadis itu mendekat seorang diri dan langsung disedot paksa oleh energi yang begitu dahsyat hingga dia berteriak.
"JANI!!!" Semua panik sampai-sampai tidak berpikir panjang. Berlari menyusul dan ikut tersedot. Mereka seperti memasuki perosotan terowongan yang melaju kencang dan gelap.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"AAGGHHRRR!!" Semua terbangun dari tidurnya. Secara kompak dan serentak.
Saling berpandangan. Nafas mereka sama-sama terengah. Bingung setengah mati tentang apa yang dialami. Mereka sama sekali tidak bisa menentukan apakah itu mimpi atau nyata. Keringat sudah jatuh berbulir-bulir. Bahkan mereka tidur tanpa menggunakan tenda. Pantas saja badan itu linu-linu ketika digerakan.
Tesla tercekat. Sulit untuk berbicara, tapi dia paksakan. "Ki-kita selamat?"
"Iya," Meru hanya mampu menjawab sesingkat itu. Sebab matanya memanas. Perjuangan bersimbah lelah, keringat bahkan tangisan hingga kehilangan, kini terbayar sesuai harapan.
Jendral bersujud. Bahunya terguncang, apalagi hatinya. Tangisan penuh syukur itu membuat suasana didekap haru. Beban yang semula terletak di bahu kekarnya, terasa hancur melegakan.
"Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah."
Kinar mengusapi punggung lelaki itu. Meski dia sendiri juga tidak bisa menahan tangis. Widya dan Hema berpelukan, pun dengan Renjani dan Kate. Tesla juga bersujud syukur. Tangisan gadis itu menjadi yang paling kencang di antara mereka. Wajar saja, dia merasa menjadi hamba favorite Tuhan yang masih diberi waktu untuk memperbaiki hidup. Taksa mendongak, menatap langit dengan mata memburam. Tak jauh dari sana, Adinata membenamkan wajahnya di lipatan lutut. Untuk pertama kalinya, dia membiarkan air mata itu luruh begitu saja.
Di bawah matahari yang mulai naik ke peraduan, Shena tersenyum kecil melihat pemandangan di depannya. Ada kebanggaan tersendiri saat dia berhasil membantu mereka.
"Kalian pantas untuk dapet yang lebih baik lagi." Gadis itu berkata lembut.
Semua menoleh dan tersenyum kearahnya. Rombongan anak manusia itu saling merangkul satu sama lain. Mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada Tuhan dan kepada tanah yang telah menghidupi mereka. Tanah Ibu pertiwi yang telah menyediakan makanan meski tidak seberapa. Tanah Ibu pertiwi yang selalu menjaga mereka. Air mata yang berjatuhan membasahi tanah di gunung Arjuno, membuat rasa terimakasih begitu indah. Mereka berpelukan sangat erat, air mata kembali jatuh, menjadi saksi bisu persahabatan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENGGALA [Sudah Terbit]
Fanfiction"Ketidaktahuan lebih mematikan daripada kematian itu sendiri." ****** Di tanah sakral Jawa, Satu puncak, Tiga cinta, Empat kesalahan. Alam, manusia dan malapetaka. Yang hilang lekas bergabung, yang pulang lekas tenang.