25

4.2K 238 2
                                    

Dan ketika Ayu melangkah untuk memasuki perpustakaan, di waktu yang sama seorang siswa keluar dari perpustakaan tersebut.

Baik Ayu maupun siswa tersebut hanya melihat sekilas tanpa menyapa, seolah mereka tak pernah saling kenal.

Iya, siswa tersebut adalah Alvino. Setelah Alvino menjauh Ayu dengan lemas duduk di kursi perpus yang disediakan untuk membaca.

Dan tanpa sadar tetes demi tetes air mata luruh dari mata Ayu. Ayu menangis tanpa suara.

Mengingat kembali bagaimana Alvino mengatakan jika Ayu bukanlah adiknya, membuat hati Ayu sangat sakit.

Minatnya untuk membaca buku di pagi hari ini lenyap seketika. Ayu menghapus sisa air matanya dan kemudian keluar dari perpustakaan tersebut.

Tapi sebelum Ayu keluar, seorang guru memanggil Ayu. "Nak, nak bisa tolong bapak sebentar." Ucap Pak Daduk.

"Iya Pak, tentu saja bisa. Apa yang bisa saya bantu Pak?"

"Tolong bawakan buku ini ya, bapak gak bisa bawa buku-buku ini sekaligus soalnya."

"Siap Pak."

"Di bawa kemana Pak bukunya?" Tanya Ayu yang berjalan di samping Pak Daduk.

"Ke ruang guru."

"Oh iya Pak, saya boleh tanya sesuatu?"

"Masalah tugas?"

"Bukan hehe."

"Boleh kok, nanya apa?"

"Emm itu, Pak Daduk kenal sama yang namanya Pak Ridwan apa tidak Pak?"

Seketika Pak Daduk menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan tersebut. Pak Daduk menatap Ayu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

"Kamu kenapa tanya begitu?"

"Jadi bapak beneran kenal sama pak Ridwan?"

"Jawab pertanyaan saya!" Ucap Pak Daduk dengan mengubah nada bicaranya menjadi lebih tegas. Mungkin sedikit terasa membentak.

Ayu menjadi gugup dan sedikit menyesal menanyakan hal tersebut pada Pak Daduk.

"Bapak mengingatkan saya akan beliau, gaya bicara dan berpakaian saat mengajar menurut saya sangat persis dengan beliau. Saya hanya penasaran tentang hubungan Bapak dan beliau, maaf jika pertanyaan saya mengganggu Bapak." Jelas Ayu dengan sedikit gugup.

Setelah itu mereka kembali berjalan menuju ke ruang guru tanpa berucap apapun dengan Ayu yang beralih menjadi berjalan di belakang Pak Daduk.

Dan setelah sampai di ruang guru Ayu dengan segera meletakkan buku-buku tadi di meja Pak Daduk.
"Sekali lagi saya minta maaf Pak tentang tadi, saya tidak ada maksud untuk menyinggung bapak. Saya pamit dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Lirih Pak Daduk tanpa melihat ke arah Ayu.

Dengan buru-buru Ayu kembali ke kelasnya. Ayu menghela nafasnya kasar setelah sampai di kursinya.

Melihat kemarahan di mata Pak Daduk membuat Ayu benar-benar jadi merasa bersalah. Tapi juga membuat Ayu malah semakin penasaran.

Bel masuk berbunyi Ayu segera mempersiapkan dirinya untuk mengikuti pelajaran

sampai pada akhirnya jam pelajaran telah usai. Hari ini belajar dari pengalaman kemarin. Ayu sekarang membawa bekal dari rumah.

Dan ketika ia membuka tasnya, Ayu ingat jika Farel kemarin memasukkan sesuatu ke dalam tasnya.

Ayu membuka resleting tasnya satu persatu dan ternyata ada uang yang ditemukannya.

"Kak Farel pengertian banget" Ucap Ayu sambil tersenyum terharu.

"Astaga, banyak banget uangnya." Ujar Ayu setelah menghitung uang yang diberi Farel sejumlah satu juta. Ayu akan berterimakasih pada Farel nanti.

Kemudian ketika Ayu membuka bekalnya, belum sempat Ayu mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, seseorang tiba-tiba memanggilnya.

"Ayu, Lo di panggil Pak Daduk. Di tunggu di ruang seni." Ucap seorang siswi yang Ayu tak mengetahui namanya.

"Iya, makasih ya."

Tanpa menjawab siswi itu langsung saja pergi.

Ayu tentu saja panas dingin tak karuan karena Pak Daduk memanggilnya.

Transmigrasi : Sekarang aku Ayu bukan PutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang