26

4.1K 244 3
                                    


"Ayu, Lo di panggil Pak Daduk. Di tunggu di ruang seni." Ucap seorang siswi yang Ayu tak mengetahui namanya.

"Iya, makasih ya."

Tanpa menjawab siswi itu langsung saja pergi.

Ayu tentu saja panas dingin tak karuan karena Pak Daduk memanggilnya.

Dengan ragu Ayu berjalan menuju ke ruang seni. Berbagai macam perkiraan buruk telah Ayu pikirkan sepanjang perjalanannya.

Dan ketika sampai di depan pintu ruang seni, perlahan Ayu menarik gagang pintu ruang seni tersebut. "Permisi, assalamualaikum Pak." Ucapnya gugup.

"Waalaikumsalam, duduk." Jawab guru muda yang sangat rupawan itu.

Ayupun duduk di kursi yang dimaksud Pak Daduk. Ada satu kursi yang menjadi jarak mereka. 

"Ada apa ya pak?" Tanya Ayu.

"Kamu kenal sama Pak Ridwan?"

"Ke.. Kenal Pak." Sudah Ayu duga, pasti Pak Daduk akan membicarakan tentang ini lagi.

"Kenal dimana?"

"Pak Ridwan guru sejarah saya di SMP Pak."

"Kenapa kamu bohong?"

"Saya tidak bohong Pak. Pak Ridwan memang guru SMP saya, saya bahkan sangat dekat dengan beliau." Ayu menegakkan badannya dan memberanikan diri untuk menatap mata Pak Daduk.

"Saya sudah cek data diri kamu, dan kamu bukan dari SMP yang sama dengan SMP tempat Pak Ridwan mengajar."

Deg.. Ayu langsung diam tak bisa berkata-kata. Ia lupa jika tentu saja SMP Ayu dan Putri berbeda.

"Kenapa diam?" 

Ayu menundukkan kepalanya "Entah Bapak percaya atau tidak Pak Ridwan sudah seperti Ayah bagi saya."

Pak Daduk diam beberapa saat ketika Ayu mengatakan hal tadi.

"Putri?" Lirih Pak Daduk.

Ayu langsung mendongakkan kepalanya. Dengan reflek ia bediri dan menutup mulut dengan tangan, tak percaya dengan apa yang di dengarnya. 

"Kamu  benar Putri nak?" Ujarnya dengan nada yang lembut, seolah telah menemukan harapan.

"Bapak kenapa ... jangan bilang kalau bapak ini adalah."

"Iya Put, Bapak ini Ridwan, Guru sejarah kamu." 

"Pak Ridwan." Lirih Ayu. Ayu kemudian memeluk guru yang sudah seperti Ayahya sendiri. Ridwan juga membalas pelukan itu.

Mereka melepaskan pelukannya. "Pak Ridwan juga ngalamin hal yang sama?"

Ridwan mengangguk "Iya, waktu itu bapak syok karena bangun dalam keadaan berada di tubuh orang lain, kenapa kamu bisa ngalamin hal yang sama nak?"

"Saya tidak tahu pak, tapi kapan kita bisa selesai. Apa sampai selamanya saya akan berada di dalam tubuh ini?"

"Bapak juga masih mencari tahu."

"Ini bukan mimpi kan Pak, saya masih belum percaya ada orang yang mengenali saya sebagai Putri."

"Bapak juga masih belum percaya. Put, ini waktunya istirahat,lebih baik kamu istirahat dulu. Bapak akan sering menemui kamu nantinya."

"Ya sudah pak saya pergi dulu. Banyak yang mau saya ceritakan sama bapak nantinya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Di luar dugaan, Ayu malah mengetahui fakta tentang Pak Daduk dan Pak Ridwan yang ternyata mengalami hal yang sama dengan dirinya.

Dengan wajah yang gembira Ayu keluar dari ruang seni untuk kembali ke kelasnya lagi, melanjutkan acara makan bekalnya yang sempat tertunda.

Dan ketika Ayu berjalan dengan santai tiba-tiba seseorang menarik  tangannya dan membawanya ke kelas yang sepi.

"Lo apa-apaan si, gue kira siapa tau gak. Ngagetin aja."

"Emang Lo kira siapa, Bilal? iya?"

"Lah kok malah jadi Bilal sih."

"Jujur sama gue, Lo suka sama Bilal?"

"Lo kan paling tahu kalo gue sukanya sama Lo."

"Tapi kenapa sekarang sikap Lo beda."

"Beda gimana?"

"Kalo Lo beneran masih suka sama gue, yaudah ayo pacaran. Itu yang Lo mau kan."

"Hah?" 

Transmigrasi : Sekarang aku Ayu bukan PutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang