| Chapter 20

88.3K 6.8K 121
                                    

Heyyy!

Good morning and have a nice day!

Masa aku aja yang nyapa kamu, sedangkan kamu nya nggak?

Sedih, tapi gapapa kok.

Di akhir chapter, simak baik-baik ya.

Sebelum baca vote + komen ya? Terimakasih 👍🏻

-00-

Aku membenci titik, dia tak berseru dan bertanya, tetapi dia mengakhiri segalanya.
-00-

"Tongkrongan kami, bukan tongkrongan pecundang, pecundang!" teriak Mahardika bernyanyi di dalam kelas yang sedang jamkos

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tongkrongan kami, bukan tongkrongan pecundang, pecundang!" teriak Mahardika bernyanyi di dalam kelas yang sedang jamkos.

"Ulang-ulang!" potong Alfin tiba-tiba.

Semua murid di kelas itu berhenti dengan kompak, menatap Alfin dengan tanda tanya.

Alfin terkekeh pelan melihat raut wajah mereka, ada yang ingin protes, mimik muka datar, dan lainnya. Lantas, ia segera berdiri di kursi guru dengan membawa sapu. Menempatkan sapu tersebut di depannya, dan mengarahkan nya ke mulut.

"So?" Alfin mengangkat alis diikuti senyum miring nya.

"LANJUTKAN!!" teriak Mahardika heboh.

Mahardika mengambil tempat di kursi tempat nya duduk, bersiap untuk menggendang meja. Sedangkan Kevano sebagai dirigen atau konduktor, serta murid-murid lainnya yang hanya ikut saja dalam konser dadakan ini.

"Satu, dua,...tiga!"

"BULAN MEI..." Kevano memulai dengan menggerakkan tangan nya seperti isyarat.

"AYO DONG BANTAI KAMI!" lanjut Mahardika, Alfin dan Elang.

"Ayo dong bang," timpal murid bersorak ria.

"KALO ELO PUNYA NYALI!"

"Kalo elo punya nyali yeh, asek asek josss!"

Mahardika dengan riang menggoyang kan pinggulnya, rambutnya yang bergoyang kesana kemari mengikuti gerakannya, lalu jangan lupakan tangannya dengan semangat memukul-mukul meja.

"TONGKRONGAN KAMI..."

"BUKAN TONGKRONGAN—"

"Selamat siang anak-anak ibu," sapa Bu Rianti menatap datar dan tersenyum paksa pada murid-murid nya.

Semua murid terdiam kompak. Tidak ada yang bisa membuka suara, bukan langsung duduk, mereka menganga karena lirik lagu terakhir. Seperti patung.

"PECUNDANG! PECUNDANG!" suara itu berasal dari Mahardika. Cowok itu belum sadar jika wali kelas nya sudah berdiri di depan pintu, karena ia menutup mata seolah sedang meresapi lagu tersebut.

Fear Of AbandonmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang