| Chapter 37

69.3K 6.3K 1.3K
                                    

HELLO?!

KECEPATAN GAK SIH AKU UP?

Tepat janji kan? Mweheh

Takut kalian bosan dan gak suka.

SEBELUM BACA VOTE + KOMENTAR OKAY?

-00-
Kalau Tuhan satu, kenapa kita dipisahkan karena memanggil-Nya dengan sebutan yang berbeda?
-00-

-00-Kalau Tuhan satu, kenapa kita dipisahkan karena memanggil-Nya dengan sebutan yang berbeda? -00-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"SIALAN! ARGHHHH!!"

"VIONAAA! LO KEMANA?!"

Prang!

Ponselnya di lempar begitu saja ke arah dinding ruangan.

Mahardika dan Elang sudah ketar-ketir di belakang tubuh Zayden dan Arkan yang sedang mencari informasi hilangnya Violina.

"Anjing, gue kaget pas baru sampe sini langsung liat Gabriel marah." bisik Mahardika pada Elang.

Elang mengangguk, "Mana kaya monyet gak di kasih makan lagi, iya 'kan?" lanjut Mahardika menggeleng miris.

Plak!

Elang sontak memukul pantat Mahardika. "Jangan ribut, ntar El denger mampus kita." instruksi nya.

Rooftop di kamar Gabriel menjadi saksi bisu kegilaannya cowok itu. Hingga saat ini, mereka masih menyaksikan Gabriel yang berteriak, mengerang, memekik frustasi dan lain sebagainya. Barang-barang di sekitar mereka sudah pecah berserakan. Ulah siapa lagi jika bukan Gabriel yang mengamuk dan melampiaskan pada benda-benda di sekitarnya.

Mereka sudah beberapa jam di sini. Sudah berusaha agar emosi Gabriel mereda. Tetapi bukan yang di inginkan, cowok itu malah semakin menjadi.

"Njir, Lang gas kuy turun. Gue capek di sini mulu," gerutu Mahardika mencubit tangan Elang.

Meringis karena cubitan Mahardika lumayan kuat, Elang menggeleng. "Nggak ah, ntar berabe."

"Mboh lah, gue aja yang turun kalo gitu." putusnya.

Baru saja ingin pergi dengan mengendap-endap, tiba-tiba saja Gabriel melemparkan vas bunga kearahnya.

Prang!

"MONYET LO!" ceplos Mahardika mengumpat. Setelahnya, ia menutup mulutnya dengan tangan karena baru menyadari ucapannya. Lihat, Gabriel melangkah mendekatinya.

Kakinya sudah bergetar, keringat dingin sudah mulai bercucuran. "Ka, jangan sampe ngompol celana!" ucap Elang memperingati Mahardika yang sedang sakaratul maut.

"Bangsat!" umpat Mahardika mendelik Elang yang kini sudah bersembunyi kembali di balik tubuh Zayden.

Bugh!

Fear Of AbandonmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang