06.

38.4K 1.9K 128
                                    

Muka Haechan gak jauh beda sama oli yang lagi ia mainkan. Dia cemberut dipojokan, memaikan alat-alat mesin sambil mendengus sebal. Dia lagi kesel, sama siapa lagi kalo bukan sama si Jaemin. Tadi pagi dia mengamuk hebat, Jaemin ya kayak biasa, ketawa kenceng tanpa merasa bersalah.

Walaupun sakit tapi tidak sesakit yang waktu awal sama Mark. Haechan masih bisa gerak dan beraktivitas tapi menghindari yang namanya berlari. Kalo lari namanya nyiksa diri.

"Pengen banget gue uyel-uyel tu orang. Sialan, sialan." Mana enak lagi, lanjutnya dalam hati. Dia langsung merengut, matanya menjelajah menatap ruangan workshop. Ada Jeno lagi ngobrol sama yang lain.

"Ya Tuhan, semoga Jeno beda jauh sama abang gilanya sama kembaran setannya. Aamiin." Doanya untuk hari ini. Haechan kembali merengut, teringat sang pacar. Rasa bersalahnya menyeruak dalam hati. Dari pagi hingga jam 10 ini Haechan belum menghubungi Renjun sama sekali.

Dia malu. Malu banget sumpah, apalagi keinget desahannya sendiri. Haechan mengusak rambutnya kasar. Jeno yang datang menghampiri berkerut heran.

"Napa lagi? Marahan sama doi?"

Haechan menggeleng pelan, manatap Jeno sendu.

"Nono.." bibir Haechan menekuk kebawah. "Sebenarnya salah gue apa, sih?" Tanya Haechan pelan.

"Gak tau, emang lo ngelakuin apa? Sama siapa?"

Haechan menghela kasar. "Jujur sama gue, No. Gue seme banget, kan?"

Jeno mengangkat satu alisnya bingung, dia meneliti penampilan Haechan. Rambut gaya undercut, wajah agak cemong karena oli, warna kulit tan, wajah bersih tanpa jerawat dan masalah kulit lainnya, lalu wangi. Padahal jarak mereka dua langkah tapi wanginya kecium banget.

Bajunya kehalang sama baju workshop. Keren, ganteng sama manis. Karena emang dasarnya Haechan itu manis. Ya, jadi manisnya ngikut.

"Iya, seme. Kenapa emang?"

Haechan berbinar senang, tapi sedetik kemudian menyendu.

"Ahh, lo gak bakalan ngerti." Katanya pelan. Jeno cuma ngernyit bentar abis itu mengangkat bahunya tidak peduli. Tapi sekarang yang jadi perhatiannya adalah bahu Haechan yang telihat ada bekas merah keunguan. Matanya bergulir menatap wajah Haechan.

"Abis main lo?" Tanya Jeno.

Haechan kaget. Anjir gimana bisa Jeno tau?

"Kok bisa tau?"

"Bahu lo."

Haechan langsung sigap membenarkan letak bajunya. Buset, Jeno aja tau gimana nanti Renjun?

"Emang si Renjun seliar itu?" Tanya Jeno lagi.

Haechan menoleh bingung, Renjun? Ah, otaknya langsung menyambung. Haechan terkekeh canggung.

"Iya. Seliar itu, hehe." Katanya sambil menggaruk tengkuknya.

Jeno cuma manggut aja. Kelas bubar 30 menit kemudian. Haechan langsung buru-buru keluar, ganti baju ditoilet dan menyimpannya di loker.

Dia berlari kencang ke fakultas seni, sekarang dia pake jaket yang ketutup. Biar bahunya gak keliatan. Berabe yang ada. Sekarang niatnya adalah menghindar dari makhluk yang namanya Jaemin dan Mark. Kapok, sumpah.

***

Jaemin tersenyum senang, senyumannya benar-benar mengembang sempurna. Mark sampe bergidig ngeri kalau Jeno cuma menatap penasaran.

"Kenapa?"

"Dapet Jackpot." Jawab Jaemin

"Gak usah cerita kalo nantinya jadi rahasia," ucap Jeno, kemarin teringat kakaknya yang bilang jackpot juga.

Si Seme Yang Di Uke KanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang