Perkara gendut
"Ahh."
Haechan menoleh, dia menatap Jeno yang sedang memejam dan mengerutkan keningnya.
"Kenapa?"
Jeno menggeleng, lalu meringis. Dia menatap Haechan lalu tersenyum.
"Enggak sayang. Kamu tiba-tiba duduk, bawahku kaget."
Haechan mendengus, "gak karena aku gendut kan?"
Jeno menggeleng ribut, tangannya memeluk pinggang Haechan.
"Enggak sayang sumpah, cuma chubby dikit."
Haechan melotot, dia menepuk lengan Jeno agak keras.
"Oh, jadi aku gendut?! Kamunya berat?!"
"Aduh bukan gitu, sayang. Pipi doang yang berisi sama perut yang lain enggak kok."
Tapi Haechan malah melotot penuh, tangannya ia bawa untuk menjewer telinga Jeno sampai orangnya mengaduh.
"S-sayang ampun, aw aw."
"Gak ada, dasar nyebelin. Kamu bilang aku gendut? Hah?!"
"Enggak sayang sumpah!"
"Bohong!!"
"Aduh duh, beneran sayang aw."
Suara pintu depan terdengar ada yang membuka, Haechan menoleh cepat. Dia segera menghampiri orang yang baru saja masuk dengan sebuah kresek hitam dalam tentengan tangan kanannya.
"Makkeu, hikks. Jeno jahaatt." Katanya lalu memeluk Mark yang setengah kaget. Mark langsung memusatkan pandangan pada Jeno yang tengah menggeleng ribut di sofa.
"Jahat kenapa sayang?"
"Itu tuh, Jeno bilang aku genduut.." telunjuk kirinya menunjuk Jeno dan langsung mendongak, menatap Mark dengan wajah yang sudah bercucuran air mata.
"Mau diapain Jenonya sayang? Biar kau yang hukum."
"Ugh,, dadanin kayak annabelle aja."
Mark tertawa mengangguk dengan semangat dan berjalan menuju Jeno yang akan kabur.
"Sini lo sialan."
"Elo yang sialan. Kagak mau!"
"Haechan lagi ngidam, lo mau anak kita nanti ileran."
Jeno menggeleng keras, kaki sudah di jegal Mark hingga dia terjatuh dan tiduran di karpet. Mark segera menaiki dada Jeno.
"Sayang ambilin make up nya cepet!"
Haechan terkikik geli, dengan riang dia membawa alat make up anak-anak yang pernah dia beli dari online shop karena iseng.
"Hohoho, ayo kita mulai~." Mark tersenyum miring dengan wajah yang diseram-seramkan sedang Haechan bertepuk tangan merasa senang.
Jeno meradang. Dia menggeliat ingin kabur.
"Diem setan!"
"Anjing, kagak mau!!"
"Iih jangan ngomong kasar!"
***
Papero game
Satu siang itu entah apa yang merasuki Haechan, dia memesan 6 bungkus cemilan berlabel pocky rasa coklat lewat sebuah aplikasi.
Kebetulan di rumah hanya ada dua orang, dia dan Jaemin saja, Mark tengah berkuliah sedang Jeno pun sama. Jaemin kebetulan jadwalnya libur. Kalau Renjun belum pulang dari China.
Sebenarnya hanya iseng, Haechan berjalan ke arah dapur. Membuka kresek yang dipenuhi dengan kotak pocky dan mengeluarkannya sekaligus dia atas meja.
Haechan meraih salah satu, matanya berbinar menatap punggung Jaemin yang tengah membaca sebuah buku di balkon.
"Jaem."
Yang dipanggil menoleh, tersenyum dan menutup bukunya. Membuka kacamata dan menyimpannya dimeja kecil bersama si buku.
"Kenapa sayang?"
Haechan menggeleng. Kedua tangannya ia sembunyikan di belakang punggung.
"Mau main ini." Katanya sambil mengacungkan kotak pocky.
Jaemin mengenyit.
"Papero game?"
"Hu'umh." Dengan anggukan manis.
Jaemin lantas tersenyum lebar, menepuk pahanya agar segera duduk. Dengan perlahan Haechan duduk diatas paha Jaemin. Yang langsung dirangkul sigap oleh Jaemin. Menghadap ke sebelah kanan dan membuka bungkus pocky.
Haechan mengambil satu, dia menggigit ujung yang ada cokelatnya sedang Jaemin ujung satu lagi.
Setelah memberi aba-aba lewat gerakan tangan, keduanya menggigit pocky stick dari masing-masing ujung dengan perlahan.
Jaemin menatap wajah Haechan yang terlihat berkali-kali lipat menggemaskan dari jarak dekat. Apalagi kening berkerutnya yang sangat fokus mencoba menghabiskan paling awal.
Jaemin sengaja melambatkannya. Dia membiarkan Haechan yang lebih dulu sampai hingga kedua bibir mereka bertemu.
Haechan mengerjap kaget, lalu tersenyum lucu sambil mengangkat kedua bahunya.
Jaemin ikutan tersenyum. Tangannya meraba pinggang Haechan pelan dan mendaratkan beberapa kecupan manis sebelum kepala itu menjauh.
Haechan hanya diam, gerakan matanya menatap Jaemin kini yang mengetuk-ngetukkan lidahnya.
Haechan membukannya perlahan, matanya langsung terpejam saat Jaemin menekan tengkuknya agar ciuman semakin dalam.
"Ummh.."
Haechan melenguh pelan, mengelus perlahan bahu Jaemin. Membiarkan mulutnya diobrak-abrik oleh daging lunak itu. Lidah mereka berperang, hingga lelehan saliva muncul mengalir dari sudut mulut Haechan.
"Nggh."
Haechan menekan bahu Jaemin agak keras, pertanda kalau ia sudah habis. Untungnya Jaemin paham. Dia melepaskan pagutannya. Membuat seuntai saliva terjalin.
Kaduanya terengah, Haechan sedikit menunduk kala mengingat barusan. Tiba-tiba rasa malu menghampirnya.
"Mau main papero lagi?"
Haechan menggigit bibir bawahnya, dia mengangguk pelan dengan malu-malu.
Dan Jaemin tentu senang-senang saja. Ini mungkin hari keberuntungan dirinya.
Kembali mereka mengulangi permainan dari awal, menggigit masing-masing ujung pocky. Lalu kedua belah bibir mereka bertemu dan saling melumat. Kini Haechan tidak terlalu pasif. Membalas Jaemin walau masih malu-malu.
"Sayang aku bawain- Yakk, Na Jaemin!!"
Atau mungkin tidak. Seharusnya Jaemin ajak Haechan ke kamar dengan fasilitas kunci pintu agar tidak ada yang menganggu. Termasuk Jeno yang menghampiri mereka dengan aura gelap.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Seme Yang Di Uke Kan
FanfictionBerisi ucapan kotor dan adegan dewasa. Bagi yang masih bocil dilarang keras buat masuk. Kagak ada sinopsis, baca aja langsung ⚠️⚠️🔞🔞🔞🔞🔞 Ini bxb, gay, homo. Jadi jangan salah lapak. Nama yang dipakai hanya dijadikan karakter saja untuk kebutuha...