45

10.6K 1K 147
                                    

"Bang, udahan dong nangisnya. Ini udah sore loh, emang gak cape apa?"

Chenle meletakkan kepalanya di meja menatap Haechan yang masih sesegukan meringkuk disudut sofa. Dari tadi dia hanya memandangi Haechan yang menangis tanpa henti.

"Hikkss hikkss."

"Ya emang gak salah lo tumpahin tangisan lo tapi gak sampe sore juga bang." Keluh Chenle, dia engap sendiri melihat Haechan.

"Hikkss hikkss."

Tangisan Haechan menguat saat Jisung berpamitan akan kuliah. Bahkan Jisung sampai bingung melepaskan pelukan Haechan. Dan Chenle hanya bisa garuk-garuk kepala saja.

Dia pikir memesan makanan yang banyak membuat Haechan berhenti tapi nyatanya tidak, semua makanan yang ia pesan mendingin di meja makan.

"Le.. hikss hikss." Panggil Haechan pelan.

"Iya bang, kenapa? Udahan ya, gue yang liat aja cape." Chenle beralih duduk disebelah Haechan.

"G-gue mau ketemu Jisung."

Kening Chenle berkerut heran, "iya bang, nanti juga si Jisung pulang."

Haechan menggeleng keras, "mau sekarang Le!"

"Emang mau ngapain?"

"Mau peluk, hikss."

Chenle merentangkan tangannya, "peluk gue aja sini. Lo gak mungkin nekat nemuin Jisung cuma gara-gara pengen meluk dia kan?"

Haechan menggeleng, "tapi kangen, mau peluk Jisung."

"Lo suka sama dia?" Chenle makin berkerut heran. Haechan menggeleng lagi.

"Cuma mau peluk, Le. Kangen.."

Chenle menghela napasnya, dia meraih ponsel dan mengetikkan pesan supaya Jisung cepat pulang.

"Udah, palingan dia bentaran lagi pulang. Udah ya jangan nangis, lo mesti makan gue pesenin banyak, katanya lo mau daging? Gue pesenin berbagai macam daging."

Haechan mengangguk, masih sesegukan saat berjalan di tuntun Chenle ke dapur.

"Woah," mata Haechan langsung berbinar, "Lele juga makan ya?" Segukannya langsung berhenti.

Chenle menggeleng, "udah tadi."

"Terus yang ngabisin ini siapa? Banyak banget.." Haechan menunduk pelan dengan suara lemas.

"Abisin aja bang, gak bakal ada yang marahin."

Haechan langsung menatap Chenle lalu tersenyum lebar. Dengan anggukan semangat dia duduk di kursi makan dan mencomot ayam goreng.

Mulutnya kembung mengunyah dengan riang. Matanya berbinar senang, Chenle yang melihat itu mendengus geli.

"Habisin, jangan enggak. Gue gak mau lo sakit. Lo harus buktiin kalo lo bisa tanpa mereka bang."

Mendadak Haechan memelankan kunyahannya, matanya berkaca-kaca lalu terisak dengan mulut penuh.

"Eh, eh, lo kenapa bang?"

"Hikss hikss."

Dan Chenle menepuk dahinya keras, duh, salah ngomong dia. Pasti keinget para bedebah itu lagi.

"Oke bang oke, gue minta maaf, udah jangan nangis ya." Chenle memeluknya dari samping, mengelus pelan pipi Haechan yang kembung.

Haechan mengangguk, dia mengunyah lagi dan menelannya susah payah.

"Le.." Haechan menoleh ke samping, "hikkss mau eksrim.."

"Eskrim? Eskrim apa?"

Si Seme Yang Di Uke KanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang