34

9.8K 1K 45
                                    

Lagi rajin, monggo..


*****




Yang Haechan lakukan selanjutnya adalah menemui Jaemin yang tengah menelepon seseorang di koridor workshop. Lalu sedetik kemudian dia tau siapa yang pemuda itu telepon—karena ponsel yang ada di tas terasa bergetar.

Haechan tersenyum manis, dia berjalan riang menghampiri Jaemin.

"Jae.." sapanya agak kencang.

Jaemin berbalik dan menatap Haechan yang berlari kecil, rambut cokelat madunya mengampul-ngampul dengan lucu. Bibir yang tadinya mau tersenyum ia ubah menjadi datar, sosok yang sedari tadi di cari-cari dari pagi baru keliatan setelah dia menelepon sampai 50 kali. Kurang kerjaan apa lagi coba.

"Bagus. Darimana aja? Kenapa gak diangkat? Gue teleponin lo dari tadi, gue cariin dari pagi.  Kenapa kabur? Sama siapa lo dari tadi?"

Haechan terkikik geli, kakinya baru saja sampai didepan Jaemin yang sudah mengoceh.

"Habis dari.. mmm dari mana ya?" Haechan lalu tertawa saat Jaemin mendengus. "Kan baru kelar kelas, terus tadi ketemu Renjun dulu. Baru deh ke sini."

Haechan memeluk pinggang Jaemin, dia mendongak.

"Udah jangan marah-marah." Lalu mengecup Jaemin sambil berjinjit.

Jaemin berkedip cepat. Barusan serangan mendadak yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

"Ada kelas lagi gak?"

Jaemin menahan napasnya, dia menggeleng pelan. Matanya melirik kebawah melihat Haechan yang tersenyum manis.

"Jae.. kok dieem?"

Jaemin menggeleng kaku, matanya melirik sekitar yang ternyata mereka berdua lagi jadi perhatian orang-orang.

Haechan-nya kenapa?

"Jaee, ih."

Jaemin berdehem dua kali, "kayaknya enggak, nggg gak tau juga. Gue mesti nanya Jeno."

"Mau bolos? Gue gak ada kelas soalnya."

Jaemin menelan ludahnya kasar, tangannya ia letakkan di kedua bahu Haechan. Sedikit mendorong tubuh itu karena terlalu menekan tengahnya.

"T-tumben ngajakin bolos?"

Haechan mencebik bibirnya ke bawah, mendorong Jaemin lalu bersidekap dada.

"Kenapa? Gak mau?" Sewotnya.

Jaemin langsung menggeleng ribut. "Bukan, b-bukan gak mau, yang. Tapi.. khm tumben aja. Jangan ngambek, sayang."

Haechan masih mencebik, sebenernya lucu sih. Serius, Jaemin jadi gemas. Tapi karena rasanya baru kali ini melihat tingkah Haechan yang begini rasanya aneh. Pacarnya kan biasanya bar-bar.

Ini terlalu tiba-tiba. Padahal kemarin Haechan selalu mendelik marah gara-gara dia gak di bolehin ngomong sama siapapun di kampus.

"Hei, sayang. Jangan marah, ya udah yuk, mau bolos kemana?"

Haechan menatap Jaemin sinis, "bagus banget malah bolos. Lo pikir cuma karena lo keponakan rektor seenaknya aja? Mau nyogok nila lo?"

Jaemin total melongo, lah, lah. Kan tadi Haechan yang ngajak bolos.

"T-tapi yang, kan tadi lo yang ngajakin."

"Oh, jadi maksud lo gue ngajakin yang gak bener? Lo mau bilang gue ini sesat buat elo? Jadi nanti orang-orang bakalan ngecap gue sebagai pacar yang buruk buat elo, gitu? IYA?!"

Jaemin tersentak pelan sambil memejam, seruan Haechan lumayan telinganya berdengung, "bukan, yang. Ya ampun. Enggak gitu, maksudnya gue mau ngajakin elo bolos, bukan lo yang ngajakin. Lagian siapa yang berani bilang lo pacar yang buruk? Kalau ada biar gue tonjok orangnya."

Tapi bukannya mereda Haechan malah makin melotot, "tuh, kan." Tunjuknya, "lo seakan bilang gue ini membawa pengaruh yang gak bener. Liat kelakuan lo main tonjok orang aja. Mau jadi jagoan? Gimana kalo paman lo tau? Lo mau gue di keluarin? Hah?"

Jaemin meringis, ini kenapa sih? Haechan kok tiba-tiba moodnya berubah-rubah gini?

"Enggak sayangku, ya ampun. Oke oke, gue diem. Sekarang terserah lo mau ngajakin gue kemana."

"Kan." Mata Haechan berkaca-kaca, "lo kok malah makin bikin gue jadi pacar yang gak bener siihh, hikkss hikkss."

Jaemin mengepalkan tangannya menahan kesal, bibirnya tersenyum. Ia hembuskan napasnya dengan cepat satu kali.

"Sayang.. hei." Tangannya beralih meraih bahu Haechan, dapat ia lihat kalau orang-orang tengah menunjuk mereka. Yang pasti mereka akan mengira kalau Jaemin membuat Haechan menangis karena bertengkar, lebih baik Haechan yang marah-marah. Kalau nangis gini bisa kena tonjok Jeno.

"Hei, hei. Jangan nangis, oke gue minta maaf, tapi jangan nangis sayang, udah ya?" Jaemin memeluk Haechan, mengelus punggung pacarnya yang sesegukan. Walau nyatanya dia gak ngerti kenapa Haechan tiba-tiba berubah jadi cengeng begini, padahal dia cuma ngikutin kemauannya.

Haechan masih terisak, tapi bibirnya tersenyum. Ia tahan untuk tidak terkikik geli.

"Ughh, lo bau."

"Ya kan maklum habis praktek yang."

Haechan mendorong Jaemin. Sesegukannya sudah hilang, tapi bibir cemberutnya masih ada.

"Mandi sana, lo kok bisa-bisanya bau gini malah mau masuk kelas."

Jaemin mengerjap, dia mengendus bagian bahu dan ketiak. Gak bau kok, masih ada wangi parfum. Keringetan sih, tapi gak bau sumpah.

"Enggak sayang, gak bau kok."

"Ooh.. jadi maksudnya hidung gue salah? Idung gue gak berfungsi normal begitu?"

Jaemin mengangakan sedikit mulutnya ingin menjawab, tapi ia tutup kembali memilih menggeleng.

"Tadi lo bikin gue seakan-akan pacar yang gak bener, sekarang lo ga percaya sama gue. Jaemin jahat!!" Lalu berbalik, bersidekap dada dan menunduk. Tak lama Haechan terisak.

Jaemin mengusap wajahnya kasar, ia hembuskan napasnya berkali-kali dengan kesal.

"Yang, gak ada yang bilang begitu.. maksudnya gue gak sebau itu sampe harus mandi dulu. Kelas gue 10 menitan lagi, nanti yang ada malah telat." Katanya dengan lembut.

Tapi Haechan tetap pada posisi. Jaemin menggaruk kepala belakangnya dengan bingung.

"Yang," panggilnya, berusaha untuk membuat Haechan berbalik padanya.

"Ya udah oke, gue mandi dulu, habis itu masuk kelas. Gak bakal bolos, terus biar lo gak kebauan lagi. Udah ya jangan marah."

Pundak Haechan bergetar, dalam pelihatan Jaemin Haechan masih menangis. Tapi aslinya Haechan lagi tertawa tanpa suara.

"Serius sayang, jangan gini dong, lo mau ya gue di tonjok si Jeno?"

Haechan menggeleng pelan, perlahan dia merubah rautnya menjadi sedih. Dia berbalik, air matanya masih tersisa, dan itu meyakinkan Jaemin kalau Haechan memang menangis.

"Kenapa? Kok tiba-tiba nangis? Kemarin lo masih marah-marah sama gue?"

Haechan yang tadinya mau tersenyum berubah menjadi datar, dia mendelik dengan sinis dan berkacak pinggang.

"Oh, lo mau gue marahin? Lo gak suka gue baik GINI?!"

Dan Jaemin langsung angkat tangan.

****

Si Seme Yang Di Uke KanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang