Bunga mawar biru di jendela ruangan putih yang sudah mekar separuh itu bergoyang tertiup angin. Itu mawar biru punya Kanta. Mint memandangai bunga di atas jendela samping kanannya.
Tindakan awal, Mint di transfusi. Sudah ada wacana akan dioperasi dengan biaya dari Papanya yang kaya raya itu. Tinggal menunggu seseorang yang bisa mendonorkan sum-sum tulang belakangnya. Than bersedia, mungkin operasi akan dijalankan dua hari lagi.
Mint menatap stroberi besar pada box bundar di atas nakas. Itu stroberi impor beharga mahal yang dibelikan pada Gio untuknya, saat ini pria itu sedang duduk sofa pojok ruangan. Ini ruang VVIP, Mint satu-satunya pasien di ruangan luas dengan fasilitas lengkap. Sofa, TV, selimut dari rumah sakit yang halus, dan kasur lebih empuk.
"Papa, aku ingin foto keluarga sekarang," pinta Mint. Gio berpikir sejenak, tidak langsung menjawab.
"Hmm... Apa sebaiknya nunggu kamu sembuh dulu?"
"Engga, aku mau sekarang."
Permintaan Mint dituruti langsung, Gio menelpon fotografer langganannya. Mint merapikan dress biru muda yang dia pakai, menyisir rambutnya dibantu Lint. Sambil menunggu, Mint mengambil satu stroberi mahal itu.
Mint menyesali karena tidak bisa menikmati stroberi itu. Bukan manis asam yang keluar saat menggigit buah itu, tapi rasa perih bak luka ditaburi garam membuatnya meringis.
Mint duduk, menatap Lint. "Lint, sisiri rambutku."
Lint menyisir rambut hitam pendek Mint dengan telaten, kemudian mengepang poninya, dijepit dan selesai. Lint juga memoleskan make up ke wajah Mint.
"Yaampun aku gak nyangka bisa di-make up sama modelnya langsung." Mint bergurau, membuat Lint tampak salah tingkah.
"Ini cuma make up simpel kok."
Mint tidak percaya, simpel dari mana? Sudah berapa lapis krim dan bedak yang dipoles di wajahnya, sekitar empat lapis dengan jenis berbeda-beda, eyeliner, blush on, liptint, dan entah apa namanya. Lint mengatakan itu simpel?
Than sudah siap dengan kameja hitam yang sama seperti punya Gio. Lint dress berwarna sama dengan Mint, hanya model yang berbeda. Semua orang sudah siap, fotografer juga sudah datang. Mint duduk di kursi roda, becermin melatih senyum agar tidak terlihat aneh di kamera.
Meski tanpa mama, mereka tetap keluarga lengkap. Mama pasti senang melihatnya bahagia dari atas sana. Mint menghembuskan napas, seandainya mama masih hidup.
Mama.
"Aku ingin mengajak Mama."
Semua orang di ruangan itu menatapnya.
"Walau hanya fotonya. Kumohon."
Gio mengeluarkan tablet Androidnya, mencari foto Ria file dokumen. Membukanya, lalu memberi tablet itu pada Mint. "Pegang seperti ini ya?"
Mint menatap foto di tablet besar itu, seorang wanita yang selalu dirindukannya. Mint menarik napas dalam-dalam, menahan tangis, jangan sampai make up nya luntur karena dia terlalu emosional.
"Siap-siap, Than di sisi kanan Mint, Lint di sisi kiri. Pak Gio di belakangnya. Rada kekiri dikit Pak, ya. Nah sudah siap."
Tablet dipangkuan Mint itu menampilkan wajah mama yang sedang tersenyum lebar, Mint merasa mama ada di antara mereka.
Mint sungguh bahagia. Definisi bahagia adalah berkumpul bersama keluarga.
♪
Pagi-pagi Kanta sudah menjenguk Mint, tapi Kanta mendapat sebuah foto berfigura terpasang di salah satu sisi dinding. Darah Mint sudah normal, dia diimpus nutrisi. Seharian tidak mau makan membuat berat badannya menguap banyak. Mata di balik bingkai bundar itu terlihat memerah.
"Kamu begadang semalaman?"
Mint menelan ludah. Bagaimana dia tahu? Gio, Lint, Than pulang ketika memastikannya sudah tidur. Tapi perginya mereka, Mint bangun, membuka meja di ranjang, membuka buku dan menulis.
"Aku gak bisa tidur, tapi aku tidur setelahnya."
"Sekarang tidur, ya?"
"Aku mau ke pantai."
"Papa kemana?"
"Kerja."
"Lint?"
"Katanya lagi masak," jawab Mint menatap pantai dari jendela. Ini rumah sakit dekat pantai yang sering dikunjungi Mint. "Ayolah ajak aku ke pantai."
Kanta tidak punya pilihan lain, dia membantu Mint duduk di kursi roda. Pria itu mendorong kursi roda, melewati lorong rumah sakit. Mint tampak ceria, senyum merekah di bibir.
"Kemarin siang aku ada pemotretan keluarga!"
Mereka Melawati halaman rumah sakit yang rimbun dengan tanaman.
"Oh ya?"
"Tadi kamu lihat foto besar itu kan? Cepat sekali foto itu jadi."
"Kamu terlihat cantik di foto itu."
Mint merasakan pipinya memanas.
"Kamu bohong."
"Kenapa kamu berpikir begitu?
"Aku hanya gadis kulit kuning penuh lebam. Tidak ada yang istimewa."
Kanta menggeleng. Itu tidak salah, tapi menurutnya, Mint adalah gadis paling cantik di dunia. Setelah ibunya. "Setelah kupikir memang tidak ada yang istimewa darimu. Tapi aku merasa menjadi pria paling istimewa karena bisa mencintai gadis sepertimu."
Jantung Mint berdetak cepat. Pipinya berat hingga dia kesulitan berbicara.
"Jadi, kapan kamu mencintaiku juga?" tanya Kanta serius, mereka sudah sampai di jembatan pinggir laut.
"Aku tidak tahu." Ada intonasi kesedihan dari Mint. "Aku mau duduk di bawah."
Kanta menggendongnya hati-hati, mendudukkan Mint ke pinggir jembatan.
Angin pagi menusuk kulit, tapi tidak terasa lagi karena berada di samping seseorang yang disukai bisa langsung menghangatkan suhu beku sekalipun.
"Kanta, terimakasih sudah menemani petualangan hidupku selama ini." Mint menengadah menatap langit biru.
"Kamu gak perlu berterima kasih. Bukannya sahabat memang harus selalu saling membantu?"
Mint mengangguk setuju. "Entahlah rasanya, hari ini aku ingin berterima kasih sama semua orang di dunia ini. Atau kalau bisa, aku ingin sujud sama oranga yang mendonorkan darahnya untukku."
"Mereka pasti senang darahnya bisa membantu semua orang."
Angin berhembus. Sunyi sejenak.
"Sepertinya aku juga mencintaimu, Kanta." Kanta menatap Mint. "Ah rasanya aneh mengungkapkan perasaan pada sahabat sendiri."
Mint bersandar pada pundak Kanta. "Kanta, mari terlahir kembali menjadi sepasang kekasih."
Angin yang berhembus lembut, menerbangkan rambut Kanta. Denyut jantungnya menguat. Tetesan air matanya mengucur deras.
"Aku mencintaimu." Tepat di ujung kalimat, dengan wajah tersenyum, Mint sudah berada di akhir perjalanan.
Kanta terisak. Dia merangkul pundak Mint, tubuhnya bergetar. Hatinya barusan seperti ditusuk pedang tajam yang langsung tercelus menembus jantungnya. Sesak. Sakit. Perih.
Gio menghampiri mereka, setelah daritadi mencari Mint kemana-mana. Lint dan Than juga menghampiri.
Kanta menghentikan langkah mereka. "Jangan berisik, gadisku sedang tertidur... Kumohon jangan mengganggunya sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Revisit Memories (tamat)
Mystery / ThrillerIa, gadis penghapus kesedihan. Akan datang pada jiwa kesedihan dan menghapus semua ingatan burukmu. Namun gadis itu tidak menyadari tindakannya membuatnya sulit kembali dengan tenang, karena tujuan sebenarnya tak kunjung terwujud. Perlahan, gadis it...