Wishlist Ketujuh : Foto keluarga.
Hari sudah malam. Mint pulang dengan perasaan campur aduk. Ada perasaan lega karena bisa mengantarkan Jenika mewujudkan keinginan terakhirnya. Ada perasaan sedih karena harus berpisah selamanya. Dia ingin ke laut mengirim bunga. Tapi Than pasti lelah, begitu juga teman yang lain. Akhirnya mereka sampai di depan kost.
"Aku pulang, ya?" Kanta melambaikan tangan pada Mint yang masih lesu dengan mata bengkak, Mint mengangguk.
"Kamu harus belajar." Tanpa diingat Kanta pasti akan belajar. Mint menatap punggung Kanta sampai menghilang.
Binar menguap. "Ngantuk banget."
"Ayo masuk." Mint mengajak saudara kembarnya, membuka pintu. Di ruang tamu ada seorang pria.
Kaki Lint lemas. Hari ini dia begitu emosional, membuat tubuhnya menguras energi yang sangat banyak. Dia menangis lagi.
"Papa."
Pria itu berdiri. Jantung Mint berdebar. Than memelotot tak percaya. Pria beruban separuh itu lantas tersenyum pada mereka bertiga. "Papa pulang."
♪
"Ayo kita pergi liburan ke Jambi." Papa membuka sedikit pintu kamar anak kembarnya.
Lint antusias mendengarnya, diikuti senyum lembar yang terlukis di wajahnya. Dia tidak punya prasangka apapun kalau liburan ini adalah yang terakhir melihat Mama Papa kesayangannya. "Kapan, Pa?"
"Lusa!" Suara Papa terdengar ruang meski hatinya cemas tak karuan. Anak-anaknya bersorak gembira, memikirkan rencana liburan. Itu bukan liburan, tapi melarikan diri. Hutang ratusan juta di koperasi simpan pinjam yang ternyata ilegal selalu bertambah banyak. Setidaknya ketika di Jambi, masih ada waktu untuk pemperlambat langkah rentenir sialan itu.
"Ayo, makan malam dulu." Ria menyajikan menu sederhana. Uang semakin menipis, harus berhemat sebelum mereka benar-benar pergi ke Jambi.
Tiga anak kecil itu riang sekali. Bercerita pada Ria sampai tersedak tempe saking senangnya.
"Pelan-pelan Lintang...." Ria berujar lembut. Suaranya terdengar serak, ada apa ini? Apa Mama habis menangis?
Mereka dengan gembira menunggu hari itu datang.
Mereka jalan ke pelabuhan Merak menggunakan taksi. Mobil mereka sudah dijual, anak-anak itu tidak tahu bahwa mobil putih kebanggaan Papa sudah dijual. Papa memberi alasan kalau mobilnya sedang di bengkel.
Saat kaki Ria menginjak kapal, dia termenung sejenak. Mengusap wajah. Meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.
"Ayo naik." Suaminya merangkul pundaknya. Ria menegakkan pundak, naik ke kapal itu.
Awalnya Mint, Lint, dan Than asik melihat laut. Berfoto-foto dengan handphone jadul punya Ria. Papa pelit, tidak mengijinkan mereka menyentuh handphonenya.
Keadaan tenang itu tidak berlangsung lama, lima kilometer dari pelabuhan, semua penumpang kapal terkejut karen mendengar suara ledakan. Kemudian suara riuh terdengar ketika kapal feri berbobot kurang dari 7000 ton itu berhenti. Penumpang itu berdiri, bertanya-tanya. "Ada apa ini? Kenapa kapalnya berhenti tiba-tiba?" Begitu pertanyaan di kepala mereka. Ria menenangkan Si Kembar Tiga dengan mengusap punggungnya. Mengatakan itu hanya masalah biasa.
Guncangan demi guncangan berdatangan. Kapal mulai keseimbangan. Penumpang panik setengah mati, berebut pelampung, mereka semua seperti semut yang berebut gula. Tidak terkendali, seperti gempa dalam kapal. Semakin miring.
Mint memeluk Mamanya, Lint menangis ketakutan. Than diam menggenggam robot kesukaannya, meski hatinya panik tak karuan. Bisa jadi dia memikirkan apa yang harus dilakukannya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revisit Memories (tamat)
Mistério / SuspenseIa, gadis penghapus kesedihan. Akan datang pada jiwa kesedihan dan menghapus semua ingatan burukmu. Namun gadis itu tidak menyadari tindakannya membuatnya sulit kembali dengan tenang, karena tujuan sebenarnya tak kunjung terwujud. Perlahan, gadis it...