Vanilla Attanaya Raharja POV
Andai aku boleh jujur, sebenarnya ada rasa cemburu bercampur was-was juga ketika melihat kedekatan kembaranku sendiri dengan Stevan. Bagaimana tidak, mereka hampir setiap hari pergi berdua dan Stevan selalu mengantar jemput Caramel layaknya babang ojek online. Tapi tidak mungkin aku mengatakan semua ini kepada kembaranku sendiri, bagaimanapun juga di hubungan kami ada aturan tidak tertulis bahwa haram hukumnya menyukai laki-laki yang sama. Dulu ketika kami SMA, kami pernah menyukai laki-laki yang sama. Namun sayangnya laki-laki itu justru menaruh hati kepada Caramel. Tentu saja, laki-laki mana yang tidak suka dengan wanita periang dan sedikit gila seperti dirinya? Karena mengetahui aku menaruh hati pada laki-laki itu, akhirnya Caramel memilih menolaknya ketika ia mengungkapkan perasaan cintanya di depan kelas. Aku baru mengetahui jika Caramel sebenarnya juga menyukai laki-laki itu namun ia lebih memilih menolaknya karena tidak ingin hubungan kami menjadi renggang saat kami sudah di bangku kuliah.
Ceklek....
Aku mendengar pintu apartemen dibuka, tanda jika Caramel sudah pulang. Cepat-cepat aku keluar dari kamar untuk menyambutnya. Namun yang terlihat di depan mataku kini adalah sosok Caramel yang sedang menangis sesenggukan. Segera saja aku mendekatinya yang kini telah duduk di sofa.
"Lo kenapa? Dinakalin sama Stevan?" Tanyaku pada Caramel, namun ia hanya menggelengkan kepalanya dan mengambil tisu dari dalam tasnya.
Caramel masih diam dan menangis sesenggukan di sampingku. Sudah insting sebagai seorang saudara bahkan sahabat, aku peluk dirinya. Bagaimanapun hanya Caramel lah saudara kandungku. Demi dia, aku juga akan rela melakukan apa saja. Beberapa saat aku memeluknya dan tangisan Caramel pecah di dalam pelukanku. Kini semakin bertanya tanyalah aku apa yang terjadi kepada dirinya.
"Mel, cerita sama gue sekarang, ada apa dan kenapa?"
Kini Caramel mengurai pelukan kami lebih dulu.
"Mama, Van."
Seketika rasanya jantungku baru saja jatuh ke tanah. Mama? Ada apa dengan Mama?
"What happened?"
Aku cukup mengenal Caramel dan bisa membaca ekspresi wajahnya. Kini yang terlihat di sampingku adalah sosok Caramel yang sedikit ketakutan, bimbang dan aku yakin ada yang tidak ia katakan kepadaku. Padahal diantara kami tidak pernah ada rahasia sama sekali.
Aku pandang wajah Caramel dan fokus pada matanya. Menyadari aku fokus menatapnya, Caramel menundukkan pandangannya.
"Cerita sama gue!" Kataku tidak sabar karena Caramel terlihat tidak ingin menerangkan kepadaku tentang apa yang sedang terjadi saat ini.
"Sebelumnya gue minta maaf."
"Belum lebaran, minta maafnya besok aja. Sekarang Lo jujur sama gue ada apa sama Mama?"
Kini Caramel mengangkat pandangannya dan menatap diriku. Entah kenapa aku menjadi takut seperti ini ketika melihat pandangannya. Bukan takut karena tatapan Caramel, tapi aku takut ada yang tidak beres, entah apapun itu.
"Sebenarnya sebelum kesini, Mama divonis mengidap kanker Payudara stadium satu."
Aku diam mematung. Apa yang terjadi saat ini Tuhan? Tidak ada sepatah katapun yang bisa aku ucapkan, apalagi ketika melihat Caramel sudah mulai terisak lagi. Bahkan ia sudah menghapus air matanya dengan tisu. Di tengah-tengah ia terisak, ia masih terus mencoba menerangkan apa yang terjadi dan tidak aku ketahui selama aku tinggal jauh dari keluargaku.
"Saat ini Mama sudah berangkat berobat ke Singapura di temani Papa. Tapi tadi Papa kirim pesan ke gue kalo kondisi Mama memburuk dan dokter sudah memvonis Mama sekarang memasuki stadium dua."
KAMU SEDANG MEMBACA
#SteVanilla
ChickLit"Aku enggak mau nikah kalo belum dapat suami setajir Mas Juna dan semanis Mas Ervin memperlakukan Mbak Luna." - Vanilla Attanaya Raharja. "Lebih baik melajang seumur hidup, karena menikah dan berkeluarga itu butuh biaya yang besar selain tanggung ja...