Stevan Boselli POV
Wow, luar biasa, Vanilla benar-benar wanita yang menjunjung tinggi logika di atas perasaan. Bukannya ilfeel, aku justru mengaguminya sebagai sosok yang memiliki wawasan cukup luas. Itu semua terlihat dari cara ia berbicara dan menerangkan kepadaku saat ini.
"Gimana, sampai sini paham?" Tanyanya kepadaku.
"Paham. Aku rasa nggak ada salahnya kita coba untuk bertemu orangtua kamu dulu."
Aku melihat Vanilla menghela nafas dan menatapku dengan pandangan malas.
"Terus kamu mau memperkenalkan diri sebagai siapa? Kita bukan pacar dan bukan friends with benefits."
"Calon suami," jawabku singkat.
Bukannya merasa tersanjung yang ada kini Vanilla justru diam menatapku dengan mulut sedikit melongo.
Aku hanya mengangkat kedua alisku naik turun untuk menggoda Vanilla. Kini setelah ia tersadar dari keterpanaannya, ia justru memegang keningnya.
"Van," panggilnya setelah beberapa saat.
"Ya?"
"Menikah bagi aku itu adalah hal sakral. Bukan hanya aku dan kamu saja yang menikah. Tapi dua belah keluarga juga. Aku belum tau keluarga kamu seperti apa, begitupula kamu."
"Bisa sambil jalan untuk hal seperti itu, yang penting aku dan kamu dulu."
Aku melihat Vanilla tampak bingung dan kini ia menganggukkan kepalanya.
"Gini ya Van, dalam situasi seperti ini, aku belum bisa menerima kamu. Aku harus memikirkan ini semua dengan baik-baik. Kalo kamu mau ikut aku ke Singapura bulan depan nggak masalah, tapi kamu beli tiket sendiri ya?"
Astaga Vanilla....
Siapa juga yang minta gratisan. Aku sadar dan aku siap untuk biaya tiket tersebut. Apalagi Minggu depan aku ada pemotretan untuk brand pakaian dalam pria yang menjadi job keduaku. Memang tidak besar hasilnya dari pemotretan pertama kemarin, namun jika ditambah dengan uang tabunganku, sepertinya masih cukup untuk tiket pulang pergi Italia-Singapura."Okay, kita jalani saja dulu."
Setelah menjawab Vanilla, aku pamit pulang. Aku cukup tau jika Vanilla tidak seperti wanita yang biasa aku temui. Ia tidak mau mau ada lelaki yang bukan keluarga terlalu lama berada di apartemennya. Aku cukup menghormati apa yang ia terapkan sebagai aturan hidupnya. Karena memang biasanya laki-laki dan perempuan yang bukan keluarga jika hanya berdua lama di dalam rumah nanti akan melakukan hal yang iya-iya. Walau tidak semuanya tapi kebanyakan seperti itu.
***
Hari demi hari aku lalui dengan terus mencoba untuk membuat Vanilla membuka hatinya lebar-lebar untukku. Aku sudah berusaha untuk memantaskan diriku untuk dipilih olehnya. Walau Vanilla tidak pernah menolak aku dekati, namun ia juga tidak memberikan lampu hijau secara gamblang. Kini hubungan kami justru terlihat seperti sahabat. Aku cukup nyaman dengan semua itu. Tanpa sepengetahuan Vanilla, aku sering curhat kepada kembarannya. Aku ceritakan apa yang aku lalui dan alami dengan Vanilla. Ia selalu memberikan semangat dan memintaku untuk tidak menyerah, karena menurutnya Vanilla hanya jual mahal dan belum melakukan flash sale. Andai Vanilla tau apa yang dikatakan oleh Caramel, mungkin kepala Caramel sudah dipenggal oleh Vanilla.
Walau poster yang memampangkan diriku sudah beredar, namun aku tetap masih bekerja di butik barang-barang branded ini. Tidak ada yang berubah di hidupku, hanya bertambah beberapa waktu untuk pemotretan. Aku juga mulai membuat video tutorial belajar bahasa Italia dengan mudah. Sepertinya kini ilmuku tidak akan pamit undur diri karena aku juga menyalurkannya melalu channel YouTube milikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
#SteVanilla
Чиклит"Aku enggak mau nikah kalo belum dapat suami setajir Mas Juna dan semanis Mas Ervin memperlakukan Mbak Luna." - Vanilla Attanaya Raharja. "Lebih baik melajang seumur hidup, karena menikah dan berkeluarga itu butuh biaya yang besar selain tanggung ja...