18

2.9K 618 65
                                    

Vanilla Attanaya Raharja POV

Aku tau hidup itu berputar bagai roda dan kadang laksana siang dan malam karena sulit terprediksi apalagi menerka apa yang akan terjadi kepada kita. Namun aku tidak pernah menyangka jika aku akan ada di posisi ini sekarang. Siapa yang tidak sakit ketika mengetahui pasangannya telah memiliki anak dengan orang lain yang tidak dalam status pernikahan. Terlepas dari benar tidaknya anak itu anak Stevan, aku tetap sedih. Bagaimana bisa aku menutupi semua itu dari keluargaku kelak? Aku rasa tidak mungkin bisa. Cepat atau lambat semua akan tau yang Sebenarnya.

Pagi ini aku berjalan di koridor rumah sakit dan sedang mengantarkan Stevan untuk mengambil sampel tes DNA. Ada potongan rambut, air liur bahkan darah. 3 hal yang Stevan minta langsung walaupun sebenarnya satu saja sudah cukup. Saat aku tiba disana, aku bertemu Patricia bersama seorang wanita yang ternyata adalah ibunya. Melihat Patricia beserta ibunya, aku tau jika mereka tidak membutuhkan Stevan untuk membiayai kebutuhan anaknya. Namun jika benar itu adalah anaknya, aku mungkin harus memikirkan ulang hubungan kami. Tanpa memiliki anak saja penghasilan Stevan bisa dibilang pas-pasan jika harus mengikuti gaya hidupku, apalagi jika ditambah ia memiliki anak. Oh My God, tentunya aku akan memilih tidak menikah. Bukan aku wanita yang materialistis, tapi aku memikirkan kemampuan Stevan untuk menghidupi anaknya, aku dan mungkin jika aku punya anak dengannya. Jangan sampai kualitas kehidupan anakku kelak yang bisa ia terima dari orangtuanya harus down grade daripada kualitas kehidupan emaknya yang sudah terjamin sejak membuka mata di dunia. Bisa menjerit-jerit sambil menangis Mamaku jika melihat anaknya hidup menderita sedangkan untuk memiliki aku serta Caramel, bahkan Mama harus bersusah payah melakukan IVF ke Amerika.

Aku menunggu Stevan di ruang tunggu dan ketika ia sudah selesai melakukan itu semua, segera ia mengajakku untuk kembali ke apartemen dan mengambil koper kami berdua. Ya, hari ini adalah jadwal keberangkatan kami ke Indonesia untuk pernikahan Mas Adam. Si bujang lapuk akhirnya menikah. Sejujurnya aku tidak mau mengajaknya, namun aku tidak sampai hati mengatakannya. Tentu saja jika Stevan ikut, maka banyak dari keluargaku yang akan beranggapan kami segera melangkah ke jenjang pernikahan.

Harapanku untuk sat set sat set dan sah akhirnya kandas sudah hanya karena kebodohan masa muda Stevan. Andai bisa aku jitak, tentunya akan aku jitak Stevan bahkan jika perlu aku banting dirinya, sayangnya ia terlalu berat untukku yang berbadan lebih kecil dari dirinya. Sepanjang perjalanan dari rumah sakit menuju ke apartemen, bahkan dari apartemen ke Bandara aku lebih banyak diam. Aku ingin berdamai dengan hatiku lebih dulu sebelum akhirnya aku bisa memberikan dukungan untuk Stevan. Aku tau ini sulit untuknya, namun aku tidak bisa berbohong bahwa ini juga sulit untuk diriku sendiri.

"Vanilla," panggil Stevan kepadaku ketika melihatku justru fokus menatap lautan awan di luar jendela pesawat.

"Ya?"

"Aku harap kamu bisa keep masalah ini dari keluarga kamu dulu."

Tanpa Stevan memintanya pun aku juga pasti akan melakukan hal itu, aku tidak mau mengambil keputusan ketika semua masih abu-abu dan belum jelas.

"Iya, kamu tenang aja."

Beberapa saat kami diam hingga akhirnya Stevan yang mengajakku untuk berbicara lagi.

"Kamu sudah jadi tanda tangan kontrak kerja yang baru?"

Nah, aku sudah berusaha tidak menyinggung atau membahas masalah ini dengan Stevan, tapi kenapa akhirnya dia ingat tentang masalah perpanjangan kontak kerja? Sungguh malang nasibku Tuhan, tidak mungkin aku mengatakan kepadanya bahwa aku memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak kerja dan kembali ke Indonesia 4 bulan lagi dari sekarang setelah masa kontrak kerja dua tahun yang aku jalani selesai. Jika kemarin aku sempat berfikir bahwa aku akan memperpanjang kontrak kerja agar bisa dekat dengan Stevan, kini semua itu sirna sudah. Anggaplah aku wanita yang jahat karena tidak siap menemani Stevan jika ia benar-benar memiliki anak dengan Patricia,  namun aku tidak bisa egois. Aku punya keluarga dan belum tentu juga mereka bisa menerima masa lalu Stevan dengan tangan terbuka.

#SteVanillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang