Stevan Boselli POV
Perempuan yang bernama Van ini benar benar menyusahkan saja. Sudah di tolong kenapa juga harus memakai acara pingsan. Kini mau tidak mau aku harus menelepon temanku, Mario dan memintanya menemuiku di pinggir jalan. Walau Mario banyak bertanya siapa wanita seksi berkulit eksotis yang sedang pingsan ini, aku tidak menjawabnya karena memang aku tidak tau siapa dirinya. Akhirnya aku membawa Vanilla ke apartemen Mario. Tidak mungkin aku membawanya pulang karena pasti ibuku akan banyak bertanya yang tidak tidak.
Ketika sampai di apartemen Mario aku harus menggendong Vanilla. Ck...aku yakin beratnya di atas setengah kwintal. Entah berapa banyak dosis obat tidur yang di masukkan ke dalam minuman atau makanan yang di konsumsi Vanilla karena ia tertidur dengan pulasnya.
Setelah sampai di depan pintu Apartemen Mario, ia membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk. Tanpa banyak menunggu, aku langsung masuk dan menuju ke kamar tamu. Pelan pelan aku rebahkan Vanilla di sana dan aku tutupi tubuhnya dengan bed cover.
"Chi è lui?*" Tanya Mario kepadaku (*dia siapa?)
"Vanilla," jawabku singkat bersamaan dengan aku merebahkan diriku di sofa apartemen Mario setelah menidurkan Vanilla di kamar.
"vaniglia? dov'è il cioccolato*," kata Mario sambil tertawa kecil. (*Vanilla, dimana cokelat?)
Aku hanya menghela nafas dan harus memaklumi perbedaan penyebutan nama Vanilla yang di lakukan Mario.
Mario?
Mantan teman sekolahku dan merupakan salah satu anak orang kaya, sayangnya otaknya tidak begitu encer yang membuatnya hanya pandai membuang buang uang dan bersenang-senang saja. Aku cukup dekat dengannya walau kami berbeda "kasta".Aku kini lebih memilih memasuki kamar satunya yang merupakan kamar utama Mario. Apartemen ini merupakan tempatku biasa menginap secara gratis bila sedang malas untuk pulang karena di tagih untuk menikah oleh ibuku. Ibuku benar benar tidak paham, jika di jaman saat ini friends with benefits lebih baik daripada kehidupan pernikahan. Buat apa hidup terikat dengan satu orang yang membuat kita wajib menafkahinya hingga akhir hayat.
Oh no....
Menghidupi diri sendiri dan keluarga saja membuatku tidak sempat memikirkan love life, bagiamana bisa aku punya pasangan dan menikah.Malam ini aku mencoba tidur di kamar ini dengan suara ocehan Mario yang mengikutiku tidur di sampingku. Aku anggap ocehannya adalah alunan lagu pengantar tidur yang tidak menarik sama sekali.
🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋
"Aaaahhhhh....." Suara teriakan wanita membuatku membuka mata pagi ini.
Ketika aku menoleh kesamping, sisi ranjang yang di tiduri Mario sudah kosong. Segera aku bangkit menuju kamar di sebelah kamar ini. Ketika aku sampai di sana. Aku sudah melihat pemandangan Mario yang menghindari lemparan barang-barang dari arah dalam kamar.
"Kurang ajar, laki laki edan, setan alas," kata kata yang aku dengar dari bibir vanilla sambil beberapa barang melayang menuju ke arah Mario.
"Crazy woman. Stop it!" Kini Mario sudah mulai kehilangan kesabarannya.
"Berhenti Vanilla!" Kataku tegas yang membuat Vanilla menoleh kepadaku dan nafasnya memburu.
"Apa yang kamu lakukan padaku semalam? Kenapa aku bangun dia sudah ada di dalam kamar ini bahkan di atas tubuhku?" Tanya Vanilla berapi api.
Aku melihat kebingungan di wajah Mario karena ia tidak memahami apa yang Vanilla dan aku bicarakan.
"Mario, per favore, vai prima, ti spiego dopo.*" Kataku sambil menoleh kepada Mario dan Mario menganggukkan kepalanya. Kini Mario memilih keluar dari apartemennya dan entah ia akan pergi kemana. (*Mario, tolong kamu pergi dulu, nanti akan aku jelaskan.)
KAMU SEDANG MEMBACA
#SteVanilla
ChickLit"Aku enggak mau nikah kalo belum dapat suami setajir Mas Juna dan semanis Mas Ervin memperlakukan Mbak Luna." - Vanilla Attanaya Raharja. "Lebih baik melajang seumur hidup, karena menikah dan berkeluarga itu butuh biaya yang besar selain tanggung ja...